EDITORIAL

Menyingkirkan Setitik Nila di Rekonsiliasi Syiah-Sunni Sampang

"Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga. Inilah yang dilakukan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam proses rekonsiliasi warga Sunni dan Syiah di Sampang."

Menyingkirkan Setitik Nila di Rekonsiliasi Syiah-Sunni Sampang
syiah, sunni, sampang, menteri agama

Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga. Inilah yang dilakukan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam proses rekonsiliasi warga Sunni dan Syiah di Sampang. Ini bermula dari ucapannya yang meminta warga Syiah melakukan “penyamaan persepsi” alias perlu “dicerahkan” oleh warga Sunni.

Sang Menteri mengaku tak ingin menggunakan kata “bertobat”, tapi intisarinya sama saja. Warga Syiah diminta “kembali ke jalan yang benar” dan ini seolah-olah mengatakan kalau jalan yang mereka tempuh selama ini adalah salah. Alias, sesat.

Ini adalah kalimat yang tak perlu keluar ketika proses rekonsiliasi antara kedua kubu dalam Islam ini tengah berlangsung. Apalagi tugas yang diemban Menteri Suryadharma Ali ini berat: mendamaikan kedua kelompok yang berseteru sejak tahun lalu. Warga yang berpaham Sunni menyerang permukiman warga Syiah di Sampang dan sejak itu warga Syiah terusir dari kampung sendiri.

Tak jelas betul apa latar belakang pertanyaan Menteri Suryadharma. Hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama menyatakan tidak ada yang salah dengan paham Syiah yang dianut oleh warga Sampang, Madura. Bahkan ada deklarasi internasional yang menyatakan ajaran Syiah ini sah. Bukan sesat, dan tak perlu ‘dicerahkan’seperti kata Menteri Suryadharma.

Banyak orang lantas mencoba menduga-duga apa sebetulnya yang melatarbelakangi pernyataan Menteri Agama ini. Koordinator Moderate Muslim Society Zuhairi Misrawi curiga kalau ada kepentingan politis di balik pernyataan tersbut. Partai Persatuan Pembangunan, yang notabene adalah partainya Suryadharma Ali, punya satu kursi di Sampang yang bisa jadi ingin diamankan. Caranya adalah dengan mempertahankan popularitas dengan mendukung mayoritas pendapat di sana.

DPR sudah meminta Pemerintah pusat dan Pemda Jawa Timur untuk mengacu pada penelitian Balitbang untuk proses rekonsiliasi. Sementara yang diucapkan Menteri Suryadharma, entah dasarnya apa. Itu justru membuat kisruh dan sama sekali tak membantu proses rekonsiliasi.

Rekonsiliasi bukan berarti memaksakan kehendak, apalagi keyakinan seseorang demi mengikuti mayoritas. Semangat rekonsiliasi harusnya berangkat dari kesadaran ada perbedaan dan kesadaran kalau berbeda itu tidak apa-apa. Rekonsiliasi artinya bertemu di tengah, tanpa perlu mengorbankan keyakinan masing-masing. Yang Sunni bisa tetap menganut Sunni, begitu juga yang Syiah, tapi perlu ada kesepakatan untuk hidup damai terlepas dari ajaran apa yang mereka percaya.

Pemerintah harusnya bersikap netral, tak membela satu kelompok mana pun. Tugas Menteri, sebagai bagian dari pemerintah, adalah memainkan peran itu. Menjadi fasilitator dan negosiator, bukan kompor. Pernyataan demi pernyataan Suryadharma Ali selaku Menteri Agama seringkali tidak mencerminkan itu. Tiga tahun lalu, dia mengatakan Ahmadiyah memang harus dibubarkan. Ketika menghadapi ulah FPI pun, Suryadharma Ali hanya mengatakan ‘kita harus sabar’. Dan yang terkini, meminta supaya Syiah ‘dicerahkan’.

Jika nila setitik itu bisa dicegah dengan mengganti Menteri Agama, bisa jadi itu pilihan yang paling masuk akal.

  • syiah
  • sunni
  • sampang
  • menteri agama

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!