EDITORIAL

Simposium Anti Apa Entah

Aksi FPI membakar kain berlambang palu dan arit. (Antara)

"Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain". Begitu judul simposium yang digelar dua hari berturut-turut di Jakarta. Semenjak ini baru sebatas rencana saja, kita sudah melongo: Apa iya partai yang sudah mati 50 tahun silam itu bakal bangkit kembali lalu menebar ancaman?

Dilatarbelakangi kekecewaan atas simposium 65 yang digelar pemerintah, maka simposium tandingan dihelat. Kata ketuanya, bekas Wakil Kepala Staf TNI AD Kiki Syahnakri, ini sebagai upaya mencegah kebangkitan PKI. Menurut dia, PKI telah berontak berkali-kali, 1948 dan 1965. Dia tak ingin itu terulang.

Walhasil, pembicaraan dalam simposium yang berisi para purnawirawan dan puluhan ormas ini ibarat mengetes akal sehat kita. Mulai dari Ketua Simposium Kiki Syahnakri yang menyamakan marxisme dengan atheis, Habib Rizeq yang yakin betul PKI masih ada, bekas wakil presiden Try Sutrisno yang memastikan tak bakal meminta maaf pada PKI sampai MUI yang mengancam bakal turun jihad menghadapi kebangkitan PKI. Harapan bakal mendengar pembicaraan yang bersandar pada kajian ilmiah pada simposium tandingan, sirna. Boro-boro berharap ada diskusi berimbang yang berupaya mengungkap fakta dan meluruskan sejarah.

Singkatnya, simposium anti PKI yang dimotori bekas Wakil Kepala Staf TNI AD Kiki Syahnakri lebih mirip kumpulan orang-orang paranoid yang penuh ujaran kebencian. Yang mengkhawatirkan adalah ketika pemikiran dan ketakutan mereka ini disebar-sebarkan hingga menggerakkan lebih banyak orang ikut paranoid, takut pada hal-hal yang tak jelas dan tak perlu.

Kita berharap simposium tandingan ini tak mengganggu upaya pemerintah dan para korban mencari cara menuntaskan kasus tragedi kemanusiaan yang sudah berusia 50 tahun lebih itu. Apalagi simposium April lalu kabarnya telah menghasilkan sejumlah rekomendasi untuk penyelesaian kasus tersebut.  Cukup sudah kita mewarisi ketakutan-ketakutan pada generasi mendatang. 

  • simposium 65
  • pki
  • simposium tandingan
  • Kiki Syahnakri
  • ujaran kebencian

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!