EDITORIAL

Gratifikasi Layanan Seksual Itu Suap!

"Seorang tersangka suap Toto Hutagalung kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu mengaku sering diminta hakim Setyabudi Tedjocahyono menyediakan perempuan untuk melayani hasrat seksualnya. Pengacara Toto malah menyebut, Wakil Ketua Pen"

KBR68H

Gratifikasi Layanan Seksual Itu Suap!
gratifikasi, seksual, suap, hakim, kpk

Seorang tersangka suap Toto Hutagalung kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pekan lalu mengaku sering diminta hakim Setyabudi Tedjocahyono menyediakan perempuan untuk melayani hasrat seksualnya. Pengacara Toto malah menyebut, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung itu meminta layanan seperti itu seminggu sekali. Toto Hutagalung adalah tersangka penyuap hakim Setyabudi dalam dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung 2009 – 2010. Saat itu, Setyabudi menjadi ketua majelis hakimnya. Hakim yang sudah diberhentikan sementara oleh Mahkamah Agung itu ditangkap penyidik KPK pada 22 Maret lalu.

Bisa jadi ini fenomena baru yang dihadapi KPK di meja pemeriksaan. Mungkin, selama ini, lembaga anti korupsi itu belum pernah menerima pengakuan semacam ini dari para pesakitan yang sedang mereka tangani. Kita dorong KPK menindaklanjuti pengakuan tersangka ini karena ada dugaan praktek semacam itu sudah lama terjadi di negeri ini. Bekas Presiden BJ Habibie belum lama bicara kepada media jika semasa menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi, ada pengusaha yang menawari macam-macam hadiah, salah satunya perempuan. Itu terjadi saat ia tengah mengembangkan industri pesawat terbang.

Bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD juga menyatakan layanan seks seperti pengakuan Toto Hutagalung tak hanya terjadi di kalangan hakim. Pejabat negara lain juga banyak mendapat tawaran serupa. Menurut istilah Mahfud, layanan perempuan itu sebagai gratifikasi karena sengaja diberikan untuk memuluskan keinginan pihak yang berkepentingan atas kasusnya.

Sebenarnya, publik sudah lama menduga adanya praktek gratifikasi seks untuk para pejabat negara. Opini itu terbangun dari berbagai kasus terdahulu. Misalnya saat persidangan anggota DPR yang tersandung suap proyek alih fungsi hutan lindung Al Amin Nasution 2008 lalu. Politisi dari PPP itu tertangkap saat sedang bersama seorang perempuan di sebuah hotel. Tapi, diakhir proses hukumnya, politisi itu divonis penjara karena suap semata, tanpa ada embel-embel gratifikasi seks.

Dan kini, saat ada seorang tersangka membeberkan tentang gratifikasi seks untuk tersangka lain, KPK terlihat masih gagap. Salah seorang wakil ketua KPK menyatakan perlu aturan baru untuk menindaklanjuti pengakuan gratifikasi seks tersebut. DPR juga menyatakan siap memenuhi keinginan masyarakat membuatkan UU-nya. Tapi, menurut Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono, DPR tak perlu repot-repot melakukan itu karena aturan yang ada sudah cukup untuk menjeratnya.

UU KPK mendefinisikan gratifikasi sebagai pemberian dalam arti luas, meliputi pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lain. Nah, menurut pejabat KPK ini, gratifikasi seks tersebut masuk dalam pengertian fasilitas lain. Sebuah fasilitas untuk memberi kesenangan seksual. Para pakar hukum juga cenderung punya pendapat sama, UU KPK sudah cukup untuk menjerat para penerima gratifikasi seks.

Jadi, rasa-rasanya sudah cukup banyak catatan tentang dugaan praktek gratifikasi seks itu. KPK sepertinya juga tahu persis jika modus suap itu beragam, dari cara-cara vulgar hingga yang paling halus sekalipun. Ini hanya soal kemauan untuk segera bertindak. Negara tetangga seperti Singapura bisa menjadi rujukan jika KPK serius menjerat para pejabat nakal penerima gratifikasi seks.

  • gratifikasi
  • seksual
  • suap
  • hakim
  • kpk

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!