OPINI

Tanah Adat

"Bagi masyarakat Cigugur misalnya, hutan adat tak sekadar catatan sejarah, tapi juga menjadi wilayah resapan air di lereng Gunung Ciremai. Namun konflik tanah adat membuat ikatan itu makin longgar."

Ilustrasi: Reforma Agraria
Ilustrasi: Reforma Agraria (Foto: Antara)

Hari ini sedianya putusan yang dinanti masyarakat adat Karuhun Urang, keluar. Yaitu putusan pengadilan soal sengketa tanah adat di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Sidang ini menjadi upaya kesekian dari masyarakat adat untuk mempertahankan tanah adat mereka. Di pengadilan, mereka kalah karena dasar hukum yang dipakai adalah hukum waris, bukan hukum tanah adat. Upaya eksekusi berhasil digagalkan; terakhir dengan aksi tidur di jalan menuju lokasi eksekusi tahun lalu. 

Masyarakat adat punya ikatan kuat dengan tempat tinggal mereka. Bagi masyarakat Cigugur misalnya, hutan adat tak sekadar catatan sejarah, tapi juga menjadi wilayah resapan air di lereng Gunung Ciremai. Namun konflik tanah adat membuat ikatan itu makin longgar. Masyarakat adat Mentawai mengalaminya, karena mereka hanya menguasai 15 persen tanah mereka. Sisanya, dikuasai perusahaan sawit. 

Konflik tanah adat menunjukkan belum selarasnya pandangan terhadap status tanah adat. Konstitusi kita sudah memberi jaminan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Ada juga Ketetapan MPR tahun 2001 yang mengakui, menghormati dan melindungi hak masyarakat adat atas sumber daya alam. Tapi apa daya, aturan di bawahnya atau aparat di lapangan tak punya pemahaman yang sama. Alhasil, masyarakat adat justru kehilangan tanah mereka.

Konsorsium Pembaruan Agraria mencatat ada 20-an konflik tanah yang berkaitan dengan hak ulayat masyarakat adat sepanjang tahun 2016. Tanah adat atau ulayat harus mendapat pengakuan sebagai tanah cagar budaya supaya tidak serta merta bisa menjadi sasaran pengambil alihan. Jika tak ada perubahan perspektif dari Pemerintah, maka seterusnya masyarakat adat tak menjadi tuan di tanahnya sendiri.

  • tanah adat
  • karuhun urang
  • cigugur kuningan
  • mentawai
  • Konsorsium Pembaruan Agraria

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!