OPINI

Ginjal Sri

Ilustrasi: Sri Rabitah TKI yang kehilangan ginjalnya.

Malang nasib Sri Rabitah, warga Lombok Nusa Tenggara Barat. Sepulangnya dari Qatar sebagai tenaga kerja pada 2014, bukan kesejahteraan yang didapat, tapi sakit yang semakin kerap datang. Dan, alangkah terkejutnya perempuan berusia 25 tahun ini saat memeriksa ke dokter pada beberapa pekan silam. Ginjal kanannya hilang. Hasil rontgen memperlihatkan ada selang berisi batu. Sri tak tahu sudah berapa lama benda asing itu ada di dalam tubuhnya.

Ingatan Sri lantas terbang ke Qatar, tempat ia mengadu nasib. Kata Sri, satu minggu setelah tiba  di Doha, majikannya membawanya ke rumah sakit dengan alasan pemeriksaan kesehatan. Padahal Sri merasa tak pernah ada masalah kesehatan. Di sana, dia ingat dibawa ke ruang operasi, lantas disuntik hingga tak sadarkan diri. Tak lama Sri dipulangkan tanpa mendapat gaji.

Kasus Sri ini lantas jadi perhatian pemerintahan di daerah dan pusat. Hingga kemarin Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan ginjal Sri keduanya masih ada. Kemenlu masih mendalami keberadaan selang di perut Sri.  

Kepastian hilangnya ginjal Sri ini jadi misteri, termasuk keberadaan  selang di tubuh Sri. Di rumah sakit, didampingi petugas Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Sri diminta  menyatakan kedua ginjalnya masih ada. Dia juga disuruh meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi.

Mumpung jadi perhatian publik, kasus ini mesti dibikin terang benderang. Kalau perlu membentuk tim pencari fakta yang independen. Apalagi organisasi buruh migran mencatat tiga kasus dugaan pencurian ginjal terhadap TKI sebelumnya, tak pernah dituntaskan.  Tak sepatutnya TKI pahlawan devisa itu, terus jadi korban. Dieksploitasi  di negeri orang, juga di negeri sendiri. 

  • bnp2TKI
  • Sri Rabitah eks tkw ginjal dicuri majikan qatar
  • Qatar
  • TKI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!