EDITORIAL

Bela Negara

"Bekerja di mana sesungguhnya adalah pilihan. Tak bisa serta merta dikaitkan dengan kecintaan pada tanah air."

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir. (Antara)
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir. (Antara)

Menteri satu ini gemar betul mengeluarkan pernyataan kontroversial. Januari lalu, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir mengeluarkan pernyataan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dilarang masuk kampus. Kali ini Pak Menteri mempersoalkan ilmuwan atau peneliti Indonesia yang bekerja di luar negeri.

Kata Pak Menteri seharusnya peneliti dan ilmuwan yang bekerja di mancanegara kembali ke tanah air dan membangun negerinya sendiri. Perilaku bekerja di negeri asing, bagi Nasir, menunjukkan rendahnya kecintaan pada tanah air. Menteri Nasir mengatakan itu dalam seminar “Bela Negara di Perguruan Tinggi” yang digelar Kementerian Pertahanan. Kata dia, program bela negara perlu diterapkan di lingkungan perguruan tinggi. Tujuannya, ya itu tadi,  mencegah lulusannya menjadi diaspora atau bekerja di luar negeri.

Bekerja di mana sesungguhnya adalah pilihan. Tak bisa serta merta dikaitkan dengan kecintaan pada tanah air. Pun tak berkaitan atau bisa dicegah dengan program semacam bela negara. Karena bila itu soalnya, bagaimana dengan jutaan tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri? Apakah seratusan triliun rupiah sumbangan devisa yang mereka hasilkan dari jerih payah keringat dan air mata berarti tak mencintai negerinya?

Kepada Pak Menteri, kita ingatkan untuk fokus saja pada tugasnya, ketimbang mengeluarkan pernyataan yang kontraproduktif dan merendahkan orang lain. Meningkatkan hasil riset yang berdayaguna dan lulusan pendidikan tinggi yang berkualitas jauh lebih penting. Ini jelas menunjukkan tingginya semangat cinta tanah air dan bela negara. 

  • bela negara
  • muhammad nasir
  • LGBT

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!