OPINI

Pelanggaran Hak Anak

Pelanggaran Hak Anak
Ilustrasi: Minimnya perlindungan hak anak

Masih ingat WA? Tahun lalu perempuan asal Jambi ini sempat divonis bersalah karena melakukan aborsi. Padahal ia hamil karena diperkosa abangnya. Belakangan, WA dinyatakan bebas oleh Pengadilan Tinggi Jambi karena aborsi dilakukan dalam kondisi darurat. Sejak awal harusnya ia tak diajukan pengadilan, karena ia korban perkosaan dan di bawah umur.

Di Bekasi, Jawa Barat, seorang remaja usia SMP sudah hampir dua bulan mendekam di tahanan. Ia bersama narapidana dewasa karena kasus kepemilikan senjata tajam. Sungguh situasi yang justru berbahaya bagi si anak.

2018 sudah berlalu, tapi ini jadi PR. Soal pelanggaran hak anak yang terus terjadi. Mulai dari kasus anak yang berhadapan dengan hukum, terkait keluarga dan pengasuhan, pornografi dan siber, pendidikan, kesehatan dan narkotika, perdagangan hingga eksploitasi anak.  Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)  mencatat jumlah kasus pelanggaran hak anak terus meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada 2017 lalu tercatat ada sebanyak 4.579 kasus, tahun lalu meningkat 300an. Dari jumlah itu kasus anak berhadapan dengan hukum menduduki urutan pertama.

Contoh baik sebetulnya ada dan perlu direplikasi. Di Bandung, Jawa Barat, sekelompok ibu dari paralegal Mekarjaya mendorong upaya restoratif untuk menyelesaikan kasus kriminalisasi yang melibatkan anak. Caranya: musyawarah. Dengan begitu masyarakat bisa menyelesaikan kasus-kasus hukum anak di level mereka sendiri. Tidak sedikit-sedikit memolisikan dan dibawa ke meja hijau.  Kita memang mudah alpa. Karena sebetulnya mekanisme musyawarah  sudah diatur dalam Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak. 

  • KPAI
  • hak anak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!