OPINI

Iman Para Penakut

Iman Para Penakut

Perlukah kita takut pada simbol? Atau lebih tepatnya, sesuatu yang dianggap menyerupai simbol agama tertentu. 

Ini terjadi di Solo. Titik nol kota ini, persis di depan Balai Kota, diberi ornamen yang menggambarkan delapan penjuru mata angin. Entah melihatnya pakai kacamata seperti apa, ornamen tersebut dianggap menyerupai tanda salib. Itu pun kalau dilihat dari tampak atas. Akibatnya protes terlontar dari beberapa kelompok masyarakat. Ujung-ujungnya, ornamen itu dipermak demi meredam keresahan. 

Sungguh ajaib. Mengapa mesti sebegitu takutnya akan simbol? Kalaupun ornamen itu mirip salib, lalu kenapa? Di mana-mana toh kita juga bisa melihat gereja dengan segala simbolnya. Atau rumah ibadah agama lain. Apa bedanya? 

Kalau mau ditilik, perancang ornamen ini seorang Muslim yang membayangkan delapan penjuru mata angin, bukan salib. Kalau sejak awal diketahui ini gambar salib, seharusnya Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo yang protes duluan, karena simbol agamanya diinjak-injak orang. Tapi toh tetap saja Pemkot Solo tunduk pada tekanan yang memprotes. 

Belum lama kita juga dengar ada makam dirusak karena ada simbol salib. Atau ketika pada suatu Natal, karyawan mal tak boleh pakai topi Santa. Sungguh sulit memahami pemikiran di belakangnya. Apa kalau lihat tanda salib, umat Muslim langsung berdosa, kadar keimanan berkurang atau masuk neraka? Kenapa mesti begitu takut? 

Yang juga perlu digarisbawahi adalah negara seharusnya berdiri di atas segala kelompok dan agama. Bukannya menyerah pada tekanan yang muncul.  

  • Intoleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!