DIET

Diet Jenis Ini Bisa Kurangi Perilaku Autis

Diet Gluten Free
Ilustrasi: Diet Gluten Free (Foto: pexels)

Banyak orang melakukan diet semata-mata demi mendapat bentuk tubuh yang langsing dan ideal. Tapi tahukah Anda? Ternyata selain berfungsi menurunkan berat badan, beberapa jenis diet juga diklaim bisa mengurangi gangguan autisme. Berdasarkan studi-studi dari bidang ilmu gizi dan kedokteran, diet Gluten Free dan Casein Free (GFCF) terbukti dapat mengurangi tingkat perilaku hiperaktif pada anak autis.

Sampai saat ini memang belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan penyakit autisme secara mutlak. Sementara itu jumlah penyandangnya terus bertambah besar setiap tahun. 

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) memperkirakan bahwa saat ini ada sekitar 2,4 juta warga negara Indonesia yang menyandang autis. Dengan pertumbuhan sebesar 500  penyandang autis baru per tahun. Namun sayangnya, dengan jumlah anak autis sebanyak itu, masyarakat kita belum banyak memahami bagaimana cara mengenali dan menangani autisme.

Umumnya autisme berusaha ditangani melalui pemberian berbagai jenis terapi mulai dari terapi bermain, terapi wicara, terapi fisik, terapi visual dan juga terapi dengan musik. Namun sejak beberapa tahun belakangan, para ahli juga mencoba memberikan terapi dalam bentuk diet atau pengaturan pola makan. Meski begitu keampuhan terapi diet ini belum tuntas diperdebatkan. Tapi sejumlah studi sudah mulai menunjukkan bahwa diet GFCF mampu memberi kemajuan nyata bagi penyandang autis di berbagai tempat. 

Diet Gluten Free Khusus Untuk Penyandang Autis

Diet Gluten Free dilakukan dengan mengurangi asupan gluten, senyawa yang terkandung dalam gandum dan produk olahannya seperti roti, mie, sereal, pasta, dan juga biskuit. Sedangkan diet Casein Free dilakukan dengan menghindari susu sapi, termasuk juga susu krim, keju, yogurt dan mentega. 

Menurut studi A. D. Sofia dari Universitas Padjadjaran (2012), sebanyak 85% anak penyandang autis yang tidak diberikan diet GFCF mengalami gangguan perilaku. Gejala tantrum lebih sering dibanding mereka yang berdiet. Studi itu juga menyebutkan bahwa anak autis yang diberikan diet GFCF menunjukkan perilaku yang lebih tenang, memiliki emosi yang lebih stabil, serta lebih mampu berkonsentrasi.

Hal senada juga disampaikan Rifmie A. Pratiwi dari Universitas Diponegoro (2014). Dalam artikel hasil penelitiannya, Rifmie mencatat bahwa pemberian diet GFCF bisa meningkatkan kemampuan anak-anak autis dalam mengikuti instruksi yang diberikan oleh terapis.

Tantangan Penerapan Diet Gluten Free

Namun dalam penerapannya, pemberian diet GFCF untuk anak autis ini juga memiliki kesulitan tersendiri. Kesulitan pertama berasal dari para orangtua yang tidak tega membatasi makanan untuk anak-anaknya, terutama saat makanan yang mengandung gluten dan kasein itu merupakan makanan favorit sang buah hati seperti susu dan coklat.

Selain harus melawan rasa tidak tega, penerapan diet GFCF juga menuntut orangtua untuk bisa mencari bahan makanan alternatif. Perlu pengganti gandum (gluten) dan susu sapi (kasein) yang aman bagi penyandang autis dan tetap memenuhi kebutuhan nutrisi mereka.

Alternatif Pengganti Gluten dan Casein

Dalam artikel penelitiannya, Fillah F. Dieny, Dosen Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, menjelaskan bahwa para orangtua bisa mengganti makanan berbahan gandum. 

Alternatifnya bisa berupa tepung beras, tepung beras merah, tepung maizena, tepung kedelai, tepung tapioka, tepung kentang, tepung kanji, tepung singkong, tepung umbi-umbian dan bihun. Sedangkan susu kedelai, sari almond, dan sari kacang hijau bisa digunakan sebagai pengganti susu sapi.

Sumber: Rifmie Arfriana Pratiwi, “Hubungan Skor Frekuensi Diet Bebas Gluten Bebas Casein Dengan Skor Perilaku Autis”. Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 2013. (diakses dari Google Scholar) 

  • diet
  • gluten free
  • casein free
  • GFCF
  • autisme

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!