DARI POJOK MENTENG

[Advertorial] Hutan dan Lahan Gambut Indonesia dalam Pusaran PILPRES 2019

"Program Kerja kepala daerah dan Presiden mendatang sangatlah penting, karena hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak konstitusional yang wajib ditegakkan setiap pemimpin bangsa"

Paul M Nuh

[Advertorial] Hutan dan Lahan Gambut Indonesia dalam Pusaran PILPRES 2019
foto oleh CIFOR

Nasib 61,6 juta hektare hutan alam (69 persen dari total hutan alam Indonesia tersisa) terancam tidak mendapat jaminan perlindungan di masa depan, mengingat Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dalam Pilkada serentak tahun 2018 di 17 provinsi belum memiliki komitmen kuat dalam penyelamatan hutan alam dan ekosistem gambut serta pengakuan hak-hak masyarakat adat/ lokal. Khususnya bagi provinsi Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat yang merupakan wilayah prioritas restorasi gambut akibat dilanda kebakaran hutan dan lahan hebat yang meluluhlantakkan 2,6 juta hektare hutan dan gambut pada tahun 2015.

“Sebagian besar Gubernur dan Wagub terpilih hanya membungkus isu lingkungan hidup dan hak masyarakat adat/lokal sebagai ‘blanket concept'’, Visi-Misi mereka tidak menjelaskan secara spesifik terkait masalah lingkungan yang akan diatasi dan model pembangunan seperti apa yang hendak diwujudkan. Padahal, saat ini Gubernur memiliki posisi strategis untuk menyelamatkan hutan dan lahan gambut yang tersisa karena kewenangan terkait kehutanan di kabupaten telah ditarik kembali ke provinsi,“ ujar Anggalia Putri, Direktur Program Hutan dan Iklim Yayasan Madani Berkelanjutan.

red

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Teguh Surya, turut menegaskan bahwa menempatkan perlindungan lingkungan hidup, hutan dan ekosistem gambut, serta hak-hak masyarakat secara jelas, tegas dalam Visi, Misi dan Program Kerja kepala daerah terpilih dan Presiden Indonesia mendatang sangatlah penting, mengingat hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak konstitusional yang wajib ditegakkan oleh setiap pemimpin bangsa. Apalagi, Indonesia merupakan negara kepulauan yang besar dan rawan bencana. Selama tahun 2017 saja, Indonesia telah mengalami kerugian ekonomi akibat bencana yang diperkirakan mencapai Rp30 triliun atau setara dengan 17 persen pendapatan daerah di 17 provinsi. Selain itu, merujuk pada data BNPB 2014-2018, secara garis besar bencana yang terjadi di Indonesia juga diakibatkan oleh kerusakan lingkungan hidup seperti banjir, longsor, karhutla, dan kekeringan.

Pembangunan ekonomi seperti apa yang hendak dicapai oleh pemimpin bangsa ke depan jika 120,6 juta hektare (63 persen) dari luas daratannya merupakan kawasan hutan, sementara di sisi lain, visi, misi dan program kerja para pemimpin tidak menghiraukan persoalan penting yang terdapat di dalam kawasan tersebut? Data dari Direktorat Pengaduan Konflik, Tenurial, dan Hutan Adat Ditjen PSKL di Kementerian LHK menyebutkan bahwa terdapat 14,5 juta hektare kawasan hutan negara yang berpotensi konflik dan ada kesenjangan yang tinggi dalam alokasi pengusahaan hutan, yakni 97 persen alokasi kehutanan untuk korporasi dan hanya 3 persen yang dikelola oleh komunitas. Persoalan tersebut pun telah diangkat dalam konferensi tenurial pada bulan Oktober 2017 di Jakarta, tambah Teguh Surya.

Jika kita menarik pelajaran dari Pilkada serentak tahun 2018, pemerintah daerah di 17 provinsi seharusnya dapat menghindari kerugian ekonomi dan fisik akibat bencana hingga sebesar Rp 654 miliar dan kerugian lingkungan seluas 86 juta hektare dengan menjaga hutan dan gambut yang tersisa, merujuk pada data kerugian akibat bencana tahun 2016 yang dihitung oleh BNPB dari aspek hidrologi dan perubahan iklim.

Pada Pilpres 2019, para pihak memiliki peran penting dalam mendorong demokrasi yang berkeadilan menuju Indonesia tangguh dengan cara memastikan bahwa penyelamatan hutan dan ekosistem lahan gambut menjadi prioritas dalam Visi, Misi, dan program kerja semua kandidat presiden. 

  • madani

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!