CERITA

Ketika Disabilitas Menguji Transportasi Publik Ibu Kota

"“Kan gini, kenapa untuk wanita ada, tetapi untuk kursi roda enggak ada? Itu di stasiun enggak ada bidang miringnya, jadi setiap hari saya harus diangkat, digotong-gotong.”"

Eli Kamilah

Ketika Disabilitas Menguji Transportasi Publik Ibu Kota
Aksi disabilitas menguji transportasi publik di Jakarta. Foto: Eli Kamilah/KBR

KBR, Jakarta - Ratusan penyandang disabilitas berkumpul di Tugu Proklamasi Jakarta. Tujuan mereka gedung Kementerian Perhubungan

Di sana, mereka akan menumpahkan apa yang mereka rasakan saban hari; ketidakramahan transportasi Ibu Kota bagi penyandang disabilitas.


Ketua Himpunan Wanita Penyandang Disabilitas Indonesia (HWDI), Maulani A Rotinsulu menjelaskan aksi tersebut.


“Dari Tugu Proklamasi kita akan ke Stasiun Cikini menuju Jakarta Kota. Ada 100an yang ikut, ditambah tadi 20 orang, jadi 120 orangan. Dan ini dari berbagai ragam disabilitas, ada teman netra, anak intelektual disabilitas, pengguna kursi roda, tunawicara, dan teman lainnya. Kita akan mencoba fasilitas di stasiun kereta Cikini,” ungkap Maulani pada KBR siang itu.


“Kita akan melalui prosedur yang sesuai. Bagaimana pelayanan dan fasilitasnya. Pendukungan bagi orang dari berbagai ragam disabilitas.”


Tapi begitu sampai, mereka sudah dihadapkan pada puluhan anak tangga.


“Seharusnya setiap perbedaan permukaan, itu harus ada kelandaian dan ram, atau bidang miring. Tangga oke, ram harus ada juga. Kalau lebih dari tiga lantai, mereka harus menyediakan lift, itu sudah standar internasional.”


Itu sebab, para tuna daksa harus diangkat satu persatu oleh tiga hingga lima petugas KAI menuju peron.


“Kita sedang mengakses ke lantai dua Stasiun Cikini. Jadi ada 24 step. Jadi tiap 12 step ada borders satu kali, anak tangga lagi, baru sampai ke lantai dua.”


Maulani bercerita, hari ini mereka beruntung karena ada petugas yang sigap membantu. Tapi di hari biasa, mereka dibiarkan sendiri.


Kesulitan berikutnya ketika masuk ke gerbong kereta. Ali Syahbana, seorang tuna daksa harus mengalah jika ingin selamat.


“Begitu saya baru naik, pintu tertutup, terjepit, akhirnya saya mengundurkan diri. Kalau saya paksakan saya terseret. Kan naik berebut kita, kita dorong kaki-kaki orang. Yang jelas kita dalam keadaan fisik yang kurang enggak bisa begitu, karena kursi roda kita,” kata Ali.


Karena dinilai tak ramah pada disabilitas, Maulani pun menempelkan stiker bertuliskan: tempat ini tak aksesibel.

 


Di Stasiun Jakarta Kota


Kurang dari sejam, rombongan sampai di Stasiun Jakarta Kota. Lagi-lagi, akses turun dari gerbong kereta menyulitkan Ali yang bergantung pada kursi roda.


“Kan gini, kenapa untuk wanita ada, tetapi untuk kursi roda enggak ada? Itu di stasiun enggak ada bidang miringnya, jadi setiap hari saya harus diangkat, digotong-gotong,” jelas Ali.


Perjalanan berlanjut menuju halte bus TransJakarta tujuan Medan Merdeka Barat.


Untuk menuju halte bus, mereka mesti melewati Terowongan Penyebarangan Orang (TPO) Jakarta.


Medannya cukup sulit. Ada tangga serong menuju ke bawah yang cukup curam.


Dan lagi, belasan kursi roda harus diangkat petugas TransJakarta. Ini lantaran lift di sana, tak berfungsi.


“Kita sudah masuk ke gate busway, masuk terowongan. Sebenarnya ada lift, tapi tak berfungsi. Entah untuk apa. Ada 18 step sampai ke borders pertama itu.”


Tak hanya bagi tuna daksa yang kesulitan, Maulani mengatakan Terowongan Penyeberangan Orang itu merepotkan tuna netra. Ini karena Guiding dan Warning Blok tertutup kios dan minimarket yang berjejer di sana.


Padahal kedua blok itu dibuat untuk memberi tanda jalan pada tuna netra.


“Sampai di sini tempatnya aksesibel untuk kursi roda. Tapi tidak untuk tunanetra. Lihat guding dan warning bloknya tertutup semua. Ini kan untuk jalan,” ucap Maulani.


Perjalanan para disabilitas menunjukkan transportasi Ibu Kota belum bersahabat.


Di gedung Kementerian Perhubungan, menuntut adanya perbaikan.


Direktur Lalu Lintas Kereta Api di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kemenhub, Sugiyadi Waluyo baru bisa berjanji akan ada pembenahan. 


“Kita sudah menerima masukan itu. Kita komunikasikan dengan KCJ. Kita akan komunikasikan tugas siapa ini. Tapi itu tadi anggaran juga perlu diperhatikan. Kalau ini bisa direncanakan, tahun depan abru dilaksanakan.”





Editor: Quinawaty Pasaribu

 

  • Disabilitas
  • uji transportasi
  • Maulani A Rotinsulu
  • Toleransi
  • Jakarta
  • petatoleransi_06DKI Jakarta_merah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!