CERITA

Nyanyian yang Dibungkam, Natar: Menyanyi Jadi Hiburan Demi Menunda Kematian

Nyanyian yang Dibungkam, Natar: Menyanyi Jadi Hiburan Demi Menunda Kematian

KBR, Jakarta - Di Goethe Haus, Jakarta Pusat, delapan musisi muda memperdengarkan “Nyanyian yang Dibungkam”. Salah satunya, duo Banda Neira. Mereka menyanyikan Tini dan Yanti/Sejarah Akan Membebaskanku.

Lagu itu dibuat Ida Bagus Santoso, seorang tahanan politik 65 asal Bali ketika mendekam di bui.


Natar, yang juga bekas tahanan politik bercerita, bernyanyi menjadi kegiatan pengusir sepi kala di penjara.


“Kami itu tidak punya hiburan lain selain apa yang yang mesti kita pakai hiburan. Sementara kita bisa menunda kematian. Kita tidak tahu besok atau lusa harus mati. Jadi untuk menghibur diri salah satu caranya, kami tiap malam itu ganti-gantian nyanyi di masing-masing sel,” ungkap Natar pada KBR di Jakarta.


Pria berusia 72 tahun itu lahir di Gianyar, Bali. Ketika berusia 20an, ia aktif di Serikat Buruh Indonesia (SOBSI) di Denpasar. Tapi ia kemudian memutuskan pulang kampung dan aktif berkesenian di desanya.


Hari-harinya dihabiskan melatih koor dan kelompok angklung bambu Blahbatuh Gianyar. Karena dekat dengan petani, ia dan teman-temannya pun dicap sebagai Lekra, organisasi underbow PKI.


Hingga pada Desember 1965 terjadi pembantaian orang-orang yang dicap PKI, tapi Natar berhasil kabur ke Denpasar. Tahun 1968, dia ditangkap. Padahal istrinya sedang hamil muda. Dari tahun 1968 hingga Desember 1978, ia dipenjara di Pekambingan dan mengalami siksaan fisik.


Meninggalkan istri kala hamil, juga dialami tapol lainnya. Maka jadilah lagu Buyung ciptaan R. AmirudinTjitraprawira. Bagi Natar dan tahanan politik yang lain, liriknya begitu menyentuh.


“Kalau lagu Buyung diciptakan Pak Amir ketika dia di penjara, ketika itu istrinya baru mengandung. Maka tercetuslah lagu Buyung. Lagu itu sangat kena dengan para tapol ini, karena banyak teman-teman tapol banyak yang meninggalkan istrinya dalam keadaan hamil. Lagu itu sangat relevan untuk seorang tapol. Maka cepat sekali tersebar. Dan setiap tapol bisa mengingat sampai sekarang. Seperti saya, ketika istri saya ditinggalkan, sedang mengandung kecil. Jadi memang sangat seperti cocok dengan lagu itu.”


Lagu Dekon yang dinyanyikan Guna Warma, menjadi lagu yang paling dibungkam kala itu. Liriknya diambil dari pidato bekas Presiden Soekarno; Deklarasi Ekonomi.


Ketika itu, pada 28 Maret 1963 di Jakarta, Soekarno mencetuskan sistem ekonomi Indonesia yang berpegang pada sistem ekonomi berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Kembali Natar bercerita.


“Dekon itu kan pidato Bung Karno dalam rangka untuk memperbaiki ekonomi kita, seperti Trisakti, berdiri di atas kaki sendiri. Berdiri di bidang ekonomi, politik, budaya. Salah satunya pidato Bung Karno, Dekon. Ini diterjemahkan seniman Bali dibikin lagu. Apa salahnya? Kita enggak ngerti juga. Kenapa? Ini selama ini setiap orang menyanyikan lagu, dicap komunis, label itu dipakai.”


Lagu-lagu itu hanya mampu bersuara di balik tembok penjara.


Hingga kemudian, sejumlah anak muda Bali yang tergabung dalam Taman 65 menggali suara-suara yang dibungkam. Mereka membangkitkan ingatan akan peristiwa 50 tahun lalu itu dalam bentuk album “Nyanyian yang Dibungkam”.


Made Maut, salah satu pencetus ide ini.


“Mulai terpikir itu akhir tahun 2011, tapi mulai lagi kita matangkan dan tahu arahnya. Tapi mulai tahun 2012. Golnya, kita buat teman kebetulan penelitian untuk karya tulis, tapi malah ketemu lagi. Lalu kita kembangkan, di sana kita berpikir kalau lagu sangat jauh dari kekinian, tapi kita mau bikin warna yang berbeda. Sehingga kami berharap untuk anak muda, cepat nyantol. Maka kita pikir, lagu ini kita undang musisi yang popular sehingga efeknya bisa meluas dan generasi yang lebih muda terlintas di kepala mereka,” tutup Made Maut.



Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • Nyanyian Yang Dibungkam
  • Penyintas 65
  • Goethe Haus
  • Penjara Pekambingan
  • korban 1965
  • Jakarta
  • Toleransi
  • petatoleransi_06DKI Jakarta_biru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!