CERITA

Kholishuddin dan Bom Natal Pangandaran (1)

Kholishuddin, bekas teroris. (Foto: KBR)

Medio Desember tahun 2000 silam, bom malam Natal meledak di enam gereja di Jakarta. Teror yang ditebar sebenarnya tak sesuai harapan, karena rencananya bom diledakan di sejumlah kota secara serentak. Salah satunya rencana peledakan bom di salah satu gereja di Pangandaran. Jurnalis KBR, Aisyah Khairunnisa menemui pelaku bom natal Pangandaran untuk menggali sebab ia ingin melakukan aksi itu. Inilah cerita bagian pertama. 


Seorang pria bertubuh ramping tengah berkemas di rumah kecilnya. Ia akan pergi lagi. Meninggalkan istri dan tujuh orang anaknya untuk mencari nafkah di Ibu Kota. 

Tetangga sekitar rumahnya banyak yang tak tahu bahwa pria ini adalah bekas teroris. "Lebih bagus," katanya, jika orang-orang tak tahu jejak kelamnya itu.

Ia adalah bekas terpidana kasus bom gereja di Pangandaran, Jawa Barat. Kholishuddin namanya. Empat belas tahun yang lalu ia membantu meledakkan bom gereja malam natal di Pangandaran. Awalnya pria pendiam ini irit bicara ketika digali mengenai kejadian itu. Namun akhirnya Kholis menceritakan kilas baliknya dengan runtut.

Dimulai ketika ia diajak Hambali, salah seorang petinggi kelompok Jemaah Islamiyah (JI). Motifnya, untuk membalas dendam terhadap pembantaian umat Islam di konflik Ambon pada tahun 90an akhir. 

Nah pada tahun 98-99 ketika itu Hambali datang ke Tasikmalaya sama Jabir. Dan dia membawa berita ngumpulin kawan-kawan lah di sini yang di Tasik. Jawa Barat terutama, dikumpulin sama beliau. Kita dalam ajang silaturahmi. Yang pertama itu. Yang kedua, antum pernah ke Afganistan, antum pernah belajar militer, belajar askari. Belajar senjata. Maka semua itu antum ingat-ingat lah. Jadi seolah-olah udah mau dekat nih. Kita pokoknya siap lah.”

Kholis langsung menyambut ajakan teror itu. Alasannya, saat itu semangat perangnya masih tinggi. Maklum, enam tahun sebelum rencana bom itu, ia masih belajar perang di Afghanistan. Selama di medan perang itu, ia ditempa menjadi seorang spesialis senjata. Kata Kholis, dulu dirinya ingin berjihad ke Afghanistan karena tertarik dengan peperangan.

“Sejak kecil kayaknya sudah ada ke arah sana. Suka film-film perang. Kalau ada film-film perang itu semangat sekali, suka sekali. Sampai dewasa seperti itu. Pengennya dulu itu jadi tentara. Tapi karena apa ya, lama kelamaan backgroundnya sekolahnya mungkin dari pondok pesantren juga, walaupun pondok pesantrennya tidak ada mengarah ke arah situ tapi nggak tahu ya mungkin sudah nalurinya seperti itulah. Sehingga  suatu saat istilahnya kalau pemain suka kita main bola, orang itu pasti larinya ke lapangan kan.”

Empat tahun di Afghanistan membuat dirinya ingin sekali berjihad di tanah air. Namun ternyata keadaan Indonesia yang damai, tak memuluskan rencana itu.

Kita kegatelan waktu itu. Jadi istilahnya kita udah dari medan perang. Datang ke Indonesia kondisinya seperti ini. Kan jauh banget, kayak kita jatuh dari langit banget gitu. Di sana kita sehari-hari pegang senjata, kemana-kemana kita selalu bawa senjata tiba-tiba datang ke Indonesia gak ada apa-apa. Jadi kayak bangun dari mimpi kita. Betul-betul ya Allah kita merasakan itu.”

Di tengah keterombang-ambingan itu, Hambali datang menawarkan aksi pemboman. Kholis dan sejumlah anggota Jemaah Islamiyah di Jawa Barat langsung mengiyakan aksi tersebut. Kholis sendiri menjadi eksekutor di wilayah Pangandaran.

Pada waktu itu sebenarnya yang jadi incaran bukan di Pangandaran. Tapi di Tasik. Tapi Tasik kan kota sendiri masa mau di-bom. Jadi kita pilih di daerah yang memang di tempat yang tidak terlalu banyak orang muslimnya. Walaupun ada muslim, tapi daerah Pangandaran kan daerah tempat seperti itulah yang namanya wisata kan. Akhirnya saya pilih di sana. Sebetulnya saya gak tahu juga itu gerejanya kecil sekali itu.”

Kholis sebenarnya sudah tahu, bahwa jihad dengan merusak tempat ibadah umat lain tak dianjurkan Islam. Namun karena kuatnya keinginan untuk berjihad, aksi itu tetap dilancarkan.

Baca lanjutan ceritanya: Kholishuddin  dan Bom Natal Pangandaran (2) 

Editor: Irvan Imamsyah

  • deradikalisasi
  • bom natal
  • DRL

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!