CERITA

Berkah Tambora Setelah Gelegar Dua Abad (Bagian 2)

"Tapi dibalik musibah itu, abu letusan Tambora membuat tanah sekitar gunung sangat subur. Puluhan ribu hektar lahan di sana dimanfaatkan warga menanam kopi, jambu mete dan jagung."

Berkah Tambora Setelah Gelegar Dua Abad (Bagian 2)
Dua ratus penari Rai Saida di perhelatan Tambora Menyapa Dunia. (Foto: Zainudin Syafari)

Hingar bingar warga langsung terdengar di Padang Sabana Doro Ncanga, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat menyambut peringatan dua abad meletus mahadasyat Gunung Tambora.  

Budayawan Pulau Sumbawa, Mustakim Biawan memuji anak-anak muda yang membuat pementasan seni tentang legenda Tambora. Pasalnya selama ini hampir tidak ada seni pentas yang mampu mengisahkan kembali letusan itu.


“Itu yang perlu dikembangkan menurut saya supaya orang lokal disini tahu letusan itu. bahwa tinggi letusan itu 43 kilo meter, bahwa yang dimuntahkan 150 kilo meter kubik abu vulkanik. Dan itu bukan hanya melapetaka yang dihadirkan, melainkan kesuburan," imbuhnya.


Gunung Tambora terletak di Semenanjung Sanggar wilayah Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Gunung ini meletus hebat pada April 1815. Seketika, Tambora mengubur tiga kerajaan; Sanggar, Pekat dan Tambora. Letusan itu juga membinasakan 12 ribu penduduk yang bermukim di kakinya.  


Malah, setahun selepas erupsi megakolosal itu, keceriaan musim panas di Eropa dan Amerika Utara berganti dengan kengerian musim dingin, gagal panen, wabah kolera dan kematian pada 1816. Dampak erupsi Tambora itu baru disadari penduduk dunia ratusan tahun kemudian.



Cerita Sukses Produksi Jagung


Tapi dibalik musibah itu, abu letusan Tambora membuat tanah sekitar gunung sangat subur. Puluhan ribu hektar lahan di sana dimanfaatkan warga menanam kopi, jambu mete dan jagung. Tanaman jagung di lerang Tambora menjadi cerita sukses produksi di Indonesia. Jagung inilah yang meningkatkan daya beli warga Dompu.


“Jagung di Dompu adalah salah satu kisah sukses dari jagung Indonesia. Sekarang areal tanah sudah 40 ribu hektar dengan produktifitas delapan ton sehektar. Dengan angka sekitar 800 miliar sampai 1 triliun rupiah satu tahun," ucap Gubernur NTB Muhammad Zainul Majdi.


Sementara itu, Turaya, warga di lereng Gunung Tambora meminta tambahan lahan kepada pemerintah untuk diolah. “Harapan saya, cuma saya minta lagi buka lahan baru untuk masyarakat. Kan lahan yang sekarang ini lahan kurang cukup lebih banyak yang tidak punya daripada yang punya," katanya.


Di sisi lain, Budayawan Mustakim Biawan menilai tanah Sumbawa subur karena Tambora adalah berkah. “Bahwa gunung Tambora tidak hanya dipelajari bahwa ini meletus, tapi kesuburan yang ditinggalkan dan legenda yang ditinggalkan bahwa tiga kerajaan lenyap,” ungkapnya.



Tambora Sebagai Pusat Penelitian


Selain sebagai pusat pertanian, Gunung Tambora diharapkan menjadi pusat perhatian dunia dengan mewujudkan situs Tambora menjadi lokasi pendidikan dan penelitian.


Johan Rosihan, anggota DPRD NTB dari Pulau Sumbawa mengatakan, nilai historis Tambora sangat kaya dengan ilmu pengetahuan sehingga promosi Tambora harus digalakan. “Mari kita lihat ini ada situs sejarah yang namanya Tambora. Nah mari kita jadikan dia itu sebagai pusat pembelajaran dunia karena efek vulkanisnya, karena gunung disamping kita daki ada juga nilai historisnya. Apa yang kita jual di Tambora, kalau hanya jual gunung, gunung itu ada di mana-mana, makanya yang kita jual ada sejarahnya,” ucapnya.


Hanya saja, Budayawan Mustakim Biawan mewanti-wanti agar pemerintah pusat tetap memberi perhatian kepada warga sekitar Gunung Tambora. Mereka harus diberdayakan untuk kesejahteraan. “Jangan sampai meninggalkan rakyat setelah ramai-ramai, terus rakyat berdiri di pinggir kemajuan. Hati hati dengan orang lokal, orang lokal harus dimanfaatkan kalau perlu 100 persen. Jangan kesombongan ibu kota kita bawa kemari,” tutup Mustakim.



Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • tambora

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!