NASIONAL
Siswa Ditembak di Semarang, DPR: Polisi Jangan Menyematkan Stigma
“Saya ingatkan penegak hukum kita jangan sembarangan mengeluarkan pernyataan dan ini (kasusnya) kan masih proses juga.”
AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Resky Novianto
-
EDITOR / Sindu
KBR, Jakarta– Ketua Komisi Hukum (III) DPR RI, Habiburokhman mengingatkan aparat penegak hukum tidak mengeluarkan pernyataan secara serampangan.
Peringatan itu ia sampaikan berkaca pada kasus polisi menembak seorang siswa di Semarang, Jawa Tengah, belum lama ini. Saat itu, Kapolrestabes Semarang, Irwan Anwar mengeklaim, penembakan karena korban diduga anggota Gangster Tanggul Pojok yang tengah tawuran dengan Gangster Seroja.
Dari situ, menurut Habiburokhman, polisi tak bisa langsung menyematkan stigma bahwa pelaku tawuran adalah gangster.
“Namanya tawuran belum tentu gangster, biasalah, anak-anak remaja tawuran kayak di dapil saya (Jakarta Timur), ya, bukan biasa, sering terjadi, tapi bukan berarti mereka gangster. Gangster itu kan kejahatan terorganisasi. Dia memang tujuan utamanya melakukan kejahatan dengan membentuk kelompok. Apakah hal tersebut yang terjadi di Semarang? Jadi, jangan sembarangan,” katanya saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (29/11/2024).
Dia mengingatkan aparat penegak hukum untuk tidak membuat stigma ke masyarakat.
“Jangan sampai sudah melakukan kelalaian atau kejahatan dengan melakukan penembakan malah membuat stigma-stigma kepada masyarakat,” tuturnya.
“Saya ingatkan penegak hukum kita jangan sembarangan mengeluarkan pernyataan dan ini (kasusnya) kan masih proses juga,” pungkasnya.
Sebelumnya, seorang siswa kelas XI di salah satu SMKN di Semarang berinisial GRO tewas akibat ditembak senjata api oleh polisi.
Kejahatan Luar Biasa
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut polisi telah melakukan kejahatan luar biasa dalam kasus penembakan siswa di Semarang, Jawa Tengah, belum lama ini. Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur mengecam aksi penembakan tersebut.
"Karena membunuh orang tanpa bersalah. Dia dalam konteks yang kami sebut dengan extrajudicial killing, pembunuhan di luar keputusan pengadilan," kata Isnur kepada KBR, Rabu, (27/11/2024).
Isnur mengungkap pembunuhan di luar putusan pengadilan ini bukan hanya terjadi sekali. YLBHI mencatat, selama 5 tahun, ada 34 kasus kejadian extrajudicial killing. Dengan korban lebih dari 94 orang mati ditembak polisi. Itu sebab, YLBHI mendorong kepolisian mengevaluasi secara maksimal penggunaan senjata api.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!