NASIONAL
Pro-Kontra Usulan Dana Parpol Ditambah dari APBN, Ada Apa?
"Jadi kalau hanya sekedar menaikkan bantuan dana kepada parpol tanpa diikuti dengan pembenahan aspek-aspek lain menurut saya rakyat rugi dua kali," tegasnya.

KBR, Jakarta- Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menilai pemberian dana lebih besar terhadap partai politik melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kurang efektif untuk memberantas korupsi.
Rifqi mengatakan hal itu ketika merespons pendapat Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto yang menyatakan bahwa usul menambah dana untuk partai politik guna mencegah korupsi.
"Menurut saya terlalu simpel solusi yang diberikan oleh Wakil Ketua KPK kalau itu tujuannya melakukan pemberantasan korupsi terhadap aktor-aktor politik yang merupakan bagian dari partai-partai politik selama ini," kata Rifqinizamy di Jakarta, dikutip dari ANTARA, Senin (19/5/2025).
Wakil rakyat yang berada di komisi yang membidangi pemerintah dalam negeri, pertanahan, dan pemberdayaan aparatur ini lantas menyebut beberapa hal yang membuat biaya politik di Indonesia mahal, salah satunya adalah praktik politik uang dalam pemilu yang marak.
Praktik ini, lanjut dia, membuat pemilih hanya memilih satu calon dengan alasan pragmatis sehingga partai politik membutuhkan dana yang sangat besar.
"Hal inilah yang membuat partai politik terpancing untuk terlibat dalam kasus korupsi," ujarnya.

Legislator Partai Nasdem ini mengatakan bahwa pihaknya hanya membenahi di sisi partai politik dan pendanaan partai politiknya tanpa melakukan edukasi, pemberian sanksi, dan segala macam hal terkait dengan pemilih.
Selain itu, faktor keinginan personal untuk memperkaya diri dengan korupsi. Dalam hal ini, Rifqi lebih setuju memperkuat penanganan dan penindakan hukum ketimbang penambahan dana untuk partai politik.
Pada wilayah ini, menurut dia, tentu tidak akan pernah selesai hanya dengan pemberian dana yang besar. Dalam konteks ini, penegakan hukum dan penegakan atau pemberantasan korupsi menjadi kata kuncinya.
Oleh karena itu, dia berharap KPK dapat memperkuat sektor penanganan dan penegakan hukum pada bidang korupsi di lingkungan partai politik.

Usulan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusulkan agar partai politik diberikan dana besar yang bersumber dari APBN.
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto mengatakan langkah tersebut sebagai salah satu upaya untuk memberantas korupsi yang ada di Indonesia. Sebab, ia menilai penyebab utama dari korupsi adalah mahalnya sistem politik untuk menjadi pejabat baik dari tingkat desa hingga presiden.
"Dengan sistem politik yang ada kita bisa saksikan bersama tak bisa dipungkiri mereka harus mengeluarkan modal yang sangat besar. Kalau kemudian partai politik cukup biaya, pendanaannya mencukupi, barang kali bisa mengurangi (korupsi). KPK adalah memberikan rekomendasi pendanaan terhadap partai politik, agar partai politik itu dibiayai dari APBN," kata Fitroh dalam webinar yang ditayangkan di kanal YouTube KPK, Kamis (15/5/2025).

Fitroh juga menyebut jika dana jumbo dari APBN digelontorkan kepada parpol maka penggunaannya bisa diaudit, serta diproses pidana jika ditemukan unsur tindak pidana.
Kata dia, KPK sebagai aparat penegak hukum juga akan melakukan pengawasan terhadap proses pencairan dan penggunaan dana parpol yang berasal dari APBN.
Parpol Setuju Dananya Ditambah
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno mengatakan partainya menyambut baik usulan dari Fitroh. Sebab, ia menilai rencana penambahan dana parpol bisa membuat partai semakin lebih baik dan terikat.
"Kami prinsipnya setuju, dan ini merupakan merupakan bagian dari upaya pembinaan parpol di Indonesia agar parpol betul-betul menghasilkan kader-kader yang kemudian berada di eksekutif atau di lembaga legislatif dapat kinerja dengan baik dan benar-benar menjalankan fungsi dan perannya," ucap Eddy kepada KBR, Jumat (16/5/2025).

Lebih lanjut, Eddy juga mengusulkan agar diberlakukan sanksi tegas bagi parpol yang terbukti menyalahgunakan bantuan dana dari pemerintah ini.
"Parpol jika menerima dana bantuan pemerintah yang jumlahnya relatif besar itu parpol berkewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan menggunakan lembaga audit yang kredibel. Kemudian bagi parpol yang kemudian sudah diberikan bantuan dari APBN, ternyata menghasilkan kader-kader yang tidak Amanah,” tutur Eddy.
“Misalkan saja melakukan korupsi pelanggaran atau kriminalitas lainnya tentu itu perlu diberi sanksi. Mulai dari sanksi finansial yang paling besar hingga sanksi tidak boleh mengikuti pemilihan umum lagi. Saya kira ini mungkin yang bisa dipertimbangkan," imbuhnya.
Di lain pihak, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham menyampaikan saat ini partainya tengah melakukan kajian serius terhadap sistem politik nasional, termasuk mekanisme pembiayaan partai.
Idrus menyebut perlu ada pembahasan serius mengenai besaran dana yang layak dialokasikan dari APBN untuk partai politik. Sebab menurutnya, bantuan negara saat ini masih sangat kecil dan belum mencukupi kebutuhan operasional partai.
"Kalau dana berasal dari negara, maka BPK berhak melakukan audit menyeluruh terhadap keuangan partai. Ini penting agar masyarakat juga mengetahui secara terbuka bagaimana dana partai dikelola. Posisi Partai Golkar adalah berada di jalan tengah,” ujar Idrus di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Sabtu (17/5/2025).
“Artinya, pembiayaan partai sebaiknya berasal dari dua sisi. Sebagian dari partai sendiri dan sebagian dari negara,” tambahnya.
Tambahan APBN untuk Parpol Dianggap Wajar
Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Ganjar Pranowo, menilai penambahan dana partai politik (parpol) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sah dilakukan.
"Sebenarnya kalau konsepnya pernah DPR pernah bahas kok. Dulu pernah muncul pikiran dari APBN. Pernah muncul pikiran badan usaha milik partai waktu itu. Sehingga dihalalkan tinggal rambu-rambunya. Jadi diskusinya pernah ada, bukan baru,” ucap Ganjar di Sekolah Partai PDIP, Jakarta Selatan, Minggu (18/5/2025).

Ganjar menyebut, penambahan itu bisa dilakukan selama diatur dengan rambu hukum yang tegas.
“Sekarang bagaimana agar itu betul-betul partai governance-nya itu bisa berjalan, tinggal pada pilihan. Itu akan lebih baik semuanya,” imbuhnya.
Apa Sikap Pemerintah?
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan dukungan usulan KPK agar partai politik dibiayai oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Supratman menyebut pembiayaan parpol dari negara akan meningkatkan objektivitas dalam proses rekrutmen kader. Ia pun mengusulkan besaran yang dikeluarkan berkisar antara 0,5 persen hingga 1 persen dari total APBN.

"Negara harus hadir. Dari sisi angka atau besaran saya mengusulkan ada persentase antara 0,5 % sd 1 % dari APBN untuk bantuan kepada Parpol. Karena bersumber dari APBN maka penggunaan dana tersebut wajib untuk diaudit oleh BPK," ucap Supratman kepada wartawan, Sabtu (17/5/2025).
"Ada dua tahap, tahap pertama harus ada baseline yang jumlahnya sama untuk seluruh parpol sebagai modal atau bantuan dasar. Dan tahap kedua diberikan berdasarkan perolehan suara," imbuhnya.
Usul Penambahan Dana Parpol Tidak Tepat
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai usulan KPK yang mendorong agar partai politik (parpol) diberikan dana besar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak tepat.
Sebab menurutnya, hal ini bisa membuat masyarakat semakin dirugikan dan membuka celah korupsi semakin lebar. Pasalnya, kata dia banyak partai politik yang tidak transparan dalam mengelola keuangan partai.
"Usulan itu kurang tepat. Jadi kalau hanya sekedar menaikkan bantuan dana kepada parpol tanpa diikuti dengan pembenahan aspek-aspek lain menurut saya rakyat rugi dua kali. Rugi yang pertama, rakyat harus menanggung biaya yang begitu besar untuk membantu partai politik melalui APBN. Kedua, adalah rakyat tidak akan bisa mendapatkan manfaat perbaikan partai politik. Karena partai politik tetap saja akan korup karena tidak ada transparansi kepada publik," ujar Zaenur kepada KBR, Jumat (16/5/2025).

Zaenur menyebut praktik korupsi tidak selalu terjadi karena alasan kekurangan dana. Melainkan lemahnya integritas seseorang atau kelompok sehingga bisa melakukan perbuatan yang merugikan negara.
Untuk itu, ia pun memberikan sejumlah kritikan terhadap partai politik. Pertama evaluasi agenda demokratisasi internal partai politik. Karena partai politik sebagai badan publik selama ini terkooptasi oleh seakan-akan parpol itu adalah milik perseorangan khususnya adalah milik ketua umum parpol atau keluarganya saja. Kedua, perbaikan di dalam kaderisasi.
"Ketiga yang paling penting adalah parpol harus menjadi institusi yang berintegritas bebas dari korupsi. Mulai dari transparansi sumber pendanaan parpol sampai kepada pelaporan penggunaan pendanaan parpol itu tadi. Jadi parpol harus terbuka siapa yang mendanai mereka dan bagaimana penggunaan Dana Parpol itu selama ini, karena publik berhak tahu," kata Zaenur.
Data Anggota Parpol Terjerat Korupsi
Dikutip dari kpk.go.id, sebanyak 532 anggota partai politik telah ditetapkan KPK sebagai tersangka tindak pidana korupsi periode 2003-2023.
KPK menemukan beragam modus korupsi yang dilakukan untuk mendulang rupiah dengan menggunakan jabatan dan kekuasaannya.

Parpol Korupsi karena Sistem Audit Lemah
Pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih menilai perlu ada aturan yang jelas dan mengikat terkait sumber keuangan partai politik.
Sebab menurutnya, kasus korupsi yang kerap menyeret parpol dikarenakan tidak adanya sistem pengawasan yang kuat dan lemahnya aturan yang ada.
"Kalau semua partai mau didanai oleh negara itu terlalu berat, dan harus cari negara nama yang mau jadi acuan kita. Saya kira sebenarnya kita ini sudah memiliki aturan terkait dana parpol, hanya saja ini aturannya perlu diubah karena lemah sekali. Banyak parpol yang tidak transparan sehingga audit tidak berjalan, korupsi terjadi,” ujar Yenti kepada KBR, Jumat (16/5/2025).
“Maka rombaklah Undang-Undang Parpolnya, perjelas mekanisme, besaran bantuan, dan sanksi bagi parpol yang nakal," tambahnya.

Yenti juga menegaskan pemerintah harus bersikap bijak dalam memutus besaran APBN yang akan disumbangkan kepada partai politik.
“Ini menjadi penting agar tidak terjadi kongkalikong atau politik balas budi di kemudian hari,” tegasnya.
Dari Mana Sumber Keuangan Partai Politik?
Sumber pendanaan partai tercantum dalam Undang-Undang (UU) No 2 Tahun 2008 yang telah diubah dengan UU No 2 Tahun 2011.
Terdapat tiga sumber keuangan parpol, yakni;
1. Iuran anggota;
2. Sumbangan yang sah menurut hukum; dan
3. Bantuan keuangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Bantuan keuangan Partai Politik pada daerah dialokasikan tiap tahunnya melalui APBD dengan memperhatikan kondisi keuangan/kemampuan suatu daerah.

Besar bantuan dana dari APBN maupun APBD telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Parpol.
Dalam PP tersebut, parpol di tingkat pusat yang berhasil memperoleh kursi di DPR RI berhak menerima bantuan sebesar Rp1.000 per suara sah dari pemilu sebelumnya.

Bantuan Keuangan kepada Parpol Hasil Pemilu 2024
Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum menyalurkan bantuan keuangan kepada delapan partai politik yang memiliki kursi di DPR RI berdasarkan hasil Pemilihan Umum 2024.
Bantuan tahap pertama diberikan pada 27 Maret 2024 kepada sembilan parpol yang memiliki kursi di DPR RI berdasarkan hasil Pemilu 2019. Jumlah anggaran yang diberikan pada tahap pertama sebesar Rp94.782.313.500.
Bantuan keuangan parpol tahap kedua diberikan pada 11 November 2024 sebesar Rp33.622.281.250.

Pengaturan bantuan keuangan parpol diatur dalam Pasal 12 huruf K Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 2 Tahun 2011.
Dalam aturan ini parpol berhak memperoleh bantuan keuangan yang bersumber dari APBN atau APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Mengutip laman Kementerian Keuangan, besaran bantuan keuangan dari pemerintah untuk partai politik berdasarkan hasil Pemilu DPR 2019;
• PDIP menerima bantuan tertinggi yakni sebesar Rp27,1 miliar
• Gerindra sebesar Rp17,6 miliar
• Golkar Rp17,2 miliar
• PKB Rp13,6 miliar
• Nasdem Rp12,7 miliar
• PKS Rp11,5 miliar
• Demokrat Rp10,9 miliar
• PAN Rp9,6 miliar
• PPP Rp6,3 miliar
Baca juga:
- Politik Uang Warnai Pilkada 2024, ICW Beberkan Modusnya
- Kader Parpol Bisa Urus Koperasi Desa Merah Putih, Rawan Penyelewengan?
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!