NASIONAL

Penyerangan Prajurit TNI di Deli Serdang, Adili di Sistem Peradilan Umum

Kami mendesak kepada pemerintah dan juga DPR untuk segera bisa merevisi undang-undang Nomor 31 tahun 97 tentang Peradilan Militer.

AUTHOR / Shafira Aurel

EDITOR / R. Fadli

Google News
TNI
Wakil Ketua Imparsial Ardi Manto Adiputra. (Foto: imparsial.org)

KBR, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras penyerangan yang dilakukan 33 prajurit TNI Angkatan Darat terhadap masyarakat Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.

Koalisi juga mendesak agar para pelaku penyerangan segera diadili.

Koalisi menilai, penyerangan terhadap warga yang dilakukan oleh 33 prajurit TNI AD dari Artileri Medan (Armed) 2/105 Kilap Sumagan, pada Jumat (9/11/2024) itu menunjukan kecenderungan, masih kuatnya arogansi dan kesewenang-wenangan hukum anggota TNI terhadap warga sipil.

Akibat penyerangan itu, satu warga tewas, dan belasan lainnya luka-luka.

Sementara itu, Panglima Kodam I Bukit Barisan, Letjen Mochammad Hasan, juga telah meminta maaf atas tindakan anak buahnya.

Berikut, wawancara jurnalis KBR Media, Astri Septiani dengan anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan sekaligus Wakil Ketua Imparsial Ardi Manto Adiputra pada Selasa (12/11/2024):

Bagaimana tanggapan koalisi terkait peristiwa di Deli Serdang itu, dan apa tindak lanjut yang harus dilakukan?

Kami bersama Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam keras penyerangan yang dilakukan secara membabi buta oleh anggota TNI terhadap warga sipil di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara.

Kami mendesak agar para pelaku penyerangan itu segera diadili. Kami menilai masih terjadinya kekerasan ataupun penyerangan yang dilakukan oleh anggota TNI terhadap warga sipil, sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang.

Ini sebagai bentuk pembelaan terhadap korps yang salah dan keliru. Karena yang terjadi justru malah sebaliknya. Akibat dari mereka melakukan serangan terhadap warga, justru institusi TNI itu menjadi tercoreng di mata publik.

Nah, ini saya kira perlu diluruskan semangat esprit de corps itu tidak boleh dilakukan dengan cara melanggar hukum atau dengan cara sewenang-wenang.

Apa dorongan dari Koalisi agar peristiwa serupa tidak berulang?

Kami menilai Sistem Peradilan Militer yang berjalan selama ini seringkali justru menjadi sarana impunitas bagi oknum anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum atau pidana.

Nah untuk itu kami mendesak kepada pemerintah dan juga DPR untuk segera bisa merevisi undang-undang Nomor 31 tahun 97 tentang Peradilan Militer.

Karena itu merupakan kewajiban konstitusional yang seharusnya sudah dijalankan.

Kami juga mendesak agar para pelaku penyerangan terhadap warga sipil di Desa Selamat, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang Sumatra Utara itu diadili dan diproses melalui Sistem Peradilan Umum bukan Peradilan Militer.

Agar kita mengetahui secara terbuka transparan dan akuntabel apa yang melatarbelakangi peristiwa tersebut, dan kemudian siapa yang menjadi dalang atau provokator pelaku penyerangan terhadap warga sipil, dan kemudian mereka mendapatkan hukuman yang setimpal atau sebagaimana mestinya.

* * *

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI Nasional, Amnesty Internasional Indonesia, ELSAM, HRWG, WALHI, SETARA Institute, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Centra Initiative, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP), Aliansi Masyrakat Adat Nusantara (AMAN), Public Virtue, dan ICJR.

Baca juga:

Desakan Revisi UU Peradilan Militer Usai Tragedi Deli Serdang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!