SAGA
"Kader posyandu dibebani tanggung jawab lebih besar sejak Kemenkes meluncurkan integrasi layanan primer pada 2023"
Marwiah (kanan), Ketua Posyandu Mawar A, Mekarjaya, Kota Depok, Jawa Barat tengah memberikan penyuluhan ke ibu balita. (KBR/Cornel)
KBR, Depok - Sedari pagi Marwiah sudah berada di meja penyuluhan Posyandu Mawar A, Mekarjaya, Kota Depok, Jawa Barat. Ia melayani peserta posyandu dari berbagai usia, meski didominasi ibu dan balita.
“Untuk mengetahui perkembangan balita yang dari umur 0-5 tahun, itu saya di bagian penyuluhan. Jadi, pertumbuhannya saya harus tahu, dia sudah bisa apa aja,” kata Marwiah.
Marwiah adalah Ketua Posyandu Mawar A. Ibu rumah tangga ini sudah dua tahun menjadi kader kesehatan.
Tugasnya memberi layanan kesehatan dasar, seperti penimbangan, pengukuran tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, serta pencatatan, pelaporan, hingga edukasi soal gizi.
Kader juga membantu tenaga kesehatan melakukan proses skrining imunisasi.
Sebelumnya, kader Posyandu Mawar A hanya melayani ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Namun, sejak Agustus 2024, tugas mereka bertambah.
“Kita harus memahami, seperti balita, bayi, bumil, ibu menyusui, lansia, pra-lansia, anak sekolah. Semua itu yang kita rangkap, kalau dulu, kan, posyandu berhubungan cuma sama balita,” imbuhnya.
Ini lantaran ada kebijakan Integrasi Layanan Primer dari Kementerian Kesehatan. Posyandu sekarang melayani warga dari segala usia. Namanya pun berubah menjadi Posyandu Siklus Hidup.
Alhasil, ada kebutuhan meningkatkan kapasitas kader posyandu. Kemenkes menetapkan 25 kompetensi dasar yang harus dikuasai kader Posyandu Siklus Hidup.
Baca juga: Benang Kusut Antimikroba Resistan Ancam Kelompok Rentan
Posyandu kini tak hanya melayani ibu dan balita, tetapi semua kelompok usia sejak statusnya berubah menjadi Posyandu Siklus Hidup. (Foto: KBR/Cornel)
Pada Juli 2024, Marwiah mengikuti pelatihan dari Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI). Selama empat kali pertemuan, ia dilatih bagaimana memberikan layanan kesehatan dasar, tak hanya kepada ibu dan bayi, tetapi juga remaja, usia produktif, dan lansia.
Salah satu materinya tentang skrining dasar penyakit tidak menular (PTM), khususnya hipertensi dan diabetes.
"Yang tadinya saya belum paham untuk, kayak, pengecekan gula, kolesterol, tensi. Sekarang saya sudah bisa, harus menguasai itu juga. Sekarang kita harus bisa semua,” ujar Marwiah.
Hasil pelatihan langsung diterapkan di kegiatan rutin posyandu dan saat kunjungan ke rumah-rumah warga. Kader kini juga menjangkau para lansia. Mereka membawa sejumlah alat seperti timbangan, pengukur tekanan darah dan pengukur gula darah.
“Kita harus kunjungan (ke) empat balita. Untuk lansianya dan PTM-nya enam orang. Biasanya lansia itu malas ke posyandu. Sekarang kalau kita kunjungan, (para lansia) datang tuh rame-rame. Enaknya di situ, kita enggak keliling satu-satu rumah, mereka pada ngumpul sendiri,” terang dia.
Rekan Marwiah, Riani Novia Sari juga sudah mengikuti pelatihan CISDI. Ibu rumah tangga 31 tahun ini sekarang bisa menggunakan alat cek gula darah.
“Dulu aku enggak berani sama jarum suntikan, cek gula, segala macem, enggak berani. Ini disuruh buat nge-cek lansia, aku jadi bisa nyoba, pakai jarum cekrekan untuk gula darah, kolesterol. Teman-teman juga, kan, (menyemangati), ‘ayo Riani maju!’ Pertama takut, ya udahlah bismillah bisa. Akhirnya berani, sekarang mau nge-cek PTM juga bisa,” Riani bercerita.
Pelatihan CISDI memperkuat pemahamannya tentang layanan kesehatan inklusif. Semangat ini dibawa Riani ketika berkunjung ke rumah warga, mendekatkan akses layanan ke sebanyak mungkin orang.
“Tidak ada perbedaan antara gender, ras, dan juga disabilitas. Jadi semua sama, kita skrining, kita pantau pertumbuhan dan perkembangannya,” kata dia.
Pengetahuan dan keterampilan Riani tentang kesehatan meningkat sejak menjadi kader posyandu. Ini juga sangat membantunya ketika membesarkan anak pertama. Ia pun makin optimistis merencanakan kehamilan kedua.
“Waktu (hamil pertama), kan, belum tahu apa-apa, cara mengasuhnya, harus gimana sih? Jadi kayak senang aja gitu, bisa masuk ke posyandu, bisa sekalian belajar, apa sih yang dibutuh-in bayi, balita. Pengin aku kasih tahu juga ke ibu balita, dulu pengalaman aku seperti ini loh,” tutur Riani.
Baca juga: Jaminan Kesehatan bagi Pejuang Kebersihan
Kader Posyandu Mawar A Mekarjaya, Depok, Jawa Barat berfoto bersama fasilitator CISDI, Dewi Agustina (duduk, kedua dari kiri) dan ahli gizi Puskesmas Sukmajaya, Depok, Isyna Saiidah (duduk, ketiga dari kiri). (KBR/Cornel)
Manfaat sebagai kader posyandu dirasakan pula oleh Marwiah. Ia berupaya menerapkan gaya hidup sehat di keluarga.
“Kadang-kadang saya jadi cerewet, enggak boleh makan ini, ini, ini, merokok enggak boleh di ruangan. Suami saya, saya bilang merokok keluar, karena untuk berhenti mungkin susah. Kalau anak saya mungkin agak-agak masih dikurang-kurang-in karena saya suka ngomel,” ucap Marwiah.
Marwiah juga senang karena punya banyak teman dan jaringan.
“Yang tadinya di rumah cuma enggak ngapa-ngapain, sekarang terjun ke sini, jadi kenal banyak orang. Terutama kayak bidan, orang-orang pokja, orang kecamatan. Kita juga sempat didatengin bu walikota,” ujar Marwiah.
Total ada 8 dari 13 kader Posyandu Mawar A dilatih CISDI dalam program Pencerah Nusantara Puskemas Responsif-Inklusif, Masyarakat Aktif Bermakna (PN-PRIMA). Usai pelatihan, mereka mendapat pendampingan dari fasilitator CISDI di Kota Depok, Dewi Agustina.
“Tiap bulan kita melakukan mentoring di posyandu, masing-masing bersama kader, me-refresh materi yang sebelumnya sudah dilatihkan waktu pelatihan supaya kader tidak lupa,” kata Dewi.
Ners Dewi juga ikut memantau kader saat kunjungan ke rumah warga.
“Kita bisa melihat kualitas pelayanan kader ketika ke masyarakat. Kemudian dari hasil spot check itu kita tahu kurangnya ada di mana, baru kita melakukan coaching,” lanjutnya.
Kegiatan itu ditindaklanjuti dengan evaluasi dan pemberian bimbingan agar hasilnya berkelanjutan.
“Kalau coaching, per individu, jadi, privat saya dengan satu kader, ‘ibu kurangnya di mana, yang sudah bagus di mana’. Belajar bersama kader ini terus-menerus, enggak cuma satu kali pelatihan di awal, kadernya ditinggal,” imbuh Dewi.
Dewi bilang, kader memegang peran kunci agar layanan kesehatan menjangkau semua warga. Fungsi promosi dan edukasi mereka jalankan melalui pendekatan sosial.
“Biasanya yang datang ke posyandu, orangnya itu lagi, itu lagi. Remaja hingga bapak-bapak yang jarang datang, itu enggak terjangkau. Makanya ibu kader juga kunjungan dari rumah ke rumah atau ikut hadir di pertemuan-pertemuan warga, kemudian melakukan skrining PTM, supaya bisa terlayani juga orang-orang yang enggak datang ke posyandu.” terang Dewi.
Baca juga: Demi Eliminasi Kanker Serviks 2030
Manajer Program Layanan Kesehatan Primer CISDI, Agatha Tyas. (Foto: web CISDI)
Kader posyandu sangat membantu kerja petugas kesehatan, kata ahli gizi (nutritionist) di Puskesmas Sukmajaya Depok, Isyna Saiidah.
“Capaian, alhamdulillah, kalau di Sukmajaya masih sesuai target yang ditetapkan dinas kesehatan. Dan memang semakin banyak kader, semakin banyak juga pemantauan balita. Berarti, kan, semakin terlihat juga, ada masalah apa di wilayah sebenarnya. Itu lebih bagus. Kalau kadernya sedikit, kunjungan dan lain-lainnya sedikit, berarti masalah-masalah yang ada di masyarakat akhirnya enggak ke-deteksi,” tutur Isyna.
Para kader yang kompeten bakal menentukan kualitas kesehatan masyarakat.
Isyna mengapresiasi CISDI yang konsisten memperkuat kapasitas kader posyandu maupun petugas puskemas.
“Kita yang dari puskesmas, kan, juga masih memelajari, sama-sama belajar, seperti apa sih perbedaan posyandu yang dulu dengan Posyandu Siklus Hidup yang sekarang. CISDI, kan, melatih dulu kami, tenaga kesehatannya dulu, baru setelah itu kami latih kadernya,” kata Isyna.
Sebagai bentuk penghargaan, CISDI menginisiasi insentif bagi kader posyandu. Menurut Dewi Agustina, fasilitator CISDI di Kota Depok, tiap kader berhak mendapat insentif dasar sebesar Rp200 ribu per bulan, jika memenuhi target yang ditetapkan.
“Insentif dasar itu yang pertama target melakukan skrining PTM, penjangkauan ke usia produktif hingga lansia, itu 6 orang targetnya. Kunjungan balita yang bermasalah gizi, 4 balita. Kunjungan untuk skrining imunisasi, 4 balita. Membagikan konten terkait imunisasi ke 4 orang tua balita melalui WA atau media sosial lainnya,” jelas Dewi.
Menurut Riani, kader Posyandu Mawar A, ada beberapa tambahan insentif lain yang bisa diperoleh kader.
“Ada bonus-bonus lainnya, misalkan balita yang kita dampingin, dia lulus, ibarat kata, gizinya jadi baik. Kita dapat insentifnya Rp15 ribu sebulan. Dan ada kalau misalnya kita bikin konten sendiri, ada lagi bonusnya Rp 15 ribu,” ujarnya.
CISDI mendorong pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan kader posyandu. Menurut Manajer Program Layanan Kesehatan Primer CISDI Agatha Tyas, kader layak diapresiasi karena memikul tanggung jawab yang makin berat.
“CISDI sebagai organisasi masyarakat turut merasa solider dan mendukung kader. Kami melihat bahwa kader posyandu dan kader kesehatan lainnya menjawab kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan,” Tyas menekankan.
Penulis: Cornelia Wendelina
Editor: Ninik Yuniati