RAGAM

Anak Muda Minoritas Agama/Keyakinan Maknai Sumpah Pemuda

"Ini menjadi kekuatan Indonesia, seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Jangan sampai menjadi Bhinneka Tinggal Ika!"

AUTHOR / Cornelia Wendelina

EDITOR / Vitri Angreni

Mural Hari Sumpah Pemuda. (Foto: ANTARA/Abriawan A)
Mural Hari Sumpah Pemuda. (Foto: ANTARA/Abriawan A)

KBR, Jakarta – Oktober kerap dimeriahkan oleh perayaan Hari Sumpah Pemuda, memperingati tonggak sejarah perjuangan anak muda merebut kemerdekaan Indonesia. Mereka yang berikrar di 1928 berasal dari beragam latar belakang.

Kemajemukan sejak awal diakui sebagai realita negeri ini. Namun, di banyak tempat, masih bermunculan diskriminasi dalam hal beragama atau berkeyakinan.

Amatun Mardiyah dari Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI), misalnya, pernah didiskriminasi oleh guru agamanya.

"Waktu saya SMA, pelajaran agama saya nilainya 70. Padahal saya merasa enggak pernah remedial. Hanya karena gurunya tahu bahwa saya Ahmadiyah, jadi nilai saya kecil,” jelas Diyah kepada KBR, Senin, (28/10/24).

Diyah mengajak orangtua dan tokoh agama Ahmadiyah untuk menjelaskan kepada sang guru tentang ajaran Ahmadiyah.

Diyah juga mengingat peristiwa penyerangan terhadap Ahmadiyah di Parung, Bogor, Jawa Barat pada 2005. Kala itu, ia masih bocah.

“Selama ini dalam mengatasi persekusi di Ahmadiyah, kita selalu berusaha untuk membangun hubungan yang kuat dengan masyarakat sekitar. Lalu kita juga membangun jaringan lintas iman, dengan pemerintahan, dan lain sebagainya untuk memperkuat dan menjalin tali silaturahmi,” tambah Diyah.

Baca juga: Memasyarakatkan Kembali Kebaya


Diskriminasi di institusi pendidikan juga dialami Venus, penganut Baha'i di Bandung.

“Karena agama saya di luar enam agama [resmi] itu, jadi untuk akses pendidikan, kadang terfasilitasi ya untuk mata pelajaran. Jika kami komunikasikan dengan lembaga pendidikan itu akan mendapat [akses], walaupun caranya agak lebih panjang dari pada teman-teman [penganut agama resmi] yang memiliki mata pelajaran yang sama,” ujar Venus.

Sedangkan, Nata Hening, penghayat kepercayaan Sapta Darma, sempat trauma karena dicap sebagai bagian dari ajaran sesat.

“Saat kelas 1 atau 2 SD, rumah saya pernah didemo. Karena mau membangun tempat ibadah atau sanggar. Saat itu (kami) akan mendirikan sanggar yang bertepatan di samping rumah, jadi didemo," cerita Nata.

Makna Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda bagi Diyah merupakan momen bersejarah bagi kaum muda supaya berkomitmen pada persatuan dan perdamaian. Diyah bilang, generasi muda berperan menumbuhkan toleransi beragama atau berkeyakinan. 

“Dengan latar belakang sebagai pegiat yang aware akan memperjuangkan hak-hak kebebasan beragama di Indonesia, saya merasa bertanggungjawab untuk menjaga dan mendorong semangat Sumpah Pemuda ini,” jelasnya.

Adapun Nata menganggap Sumpah Pemuda sebagai wujud persatuan di tengah perbedaan, serta kesempatan untuk menyuarakan kesetaraan. Bagi Nata, memperingati Sumpah Pemuda dapat dilakukan dengan menghormati hak-hak setiap anak bangsa tanpa membedakan latar belakangnya.

“Ini menjadi kekuatan Indonesia, seperti semboyan kita Bhinneka Tunggal Ika. Jangan sampai menjadi Bhinneka Tinggal Ika,” kata dia.

Bagi penganut Baha'i, Venus, Sumpah Pemuda memiliki misi yang sejalan dengan misi persatuan yang dipercayai umat Baha’i. Anak muda dipercaya sebagai ujung tombak perubahan.

“Dengan semangat persatuan, sebagai pemuda bisa mendorong teman-teman dari berbagai umur untuk menjalankan semangat persatuan dan perdamaian itu,” ujar Venus.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!