NUSANTARA

Polda DIY Kesulitan Usut Kekerasan Seksual Dosen UGM, Alasannya?

LPSK sudah turun langsung.

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / Sindu

Google News
Polda DIY Kesulitan Usut Kekerasan Seksual Dosen UGM, Alasannya?
Kasus kekerasan seksual diduga terjadi di Fakultas Farmasi UGM. Foto: KBR/Ken Fitriani

KBR, Yogyakarta- Kepolisian Daerah (Polda) DIY mengklaim kesulitan mengusut dugaan kekerasan seksual yang dilakukan guru besar UGM terhadap mahasiswinya.

Kabid Humas Polda DIY, Ihsan mengatakan, hingga saat ini penyidik belum menerima laporan baik dari korban maupun dari UGM terkait kasus tersebut.

Namun, sebagai langkah proaktif, Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah berkoordinasi dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada minggu lalu.

"Dan memang sampai saat ini belum ada laporan aja yang masuk. Termasuk dari korban, dari korban belum ada laporan sampai dengan saat ini," katanya saat ditemui di Mapolda DIY, Kamis, (24/4/2025).

Ihsan mengaku, polisi juga belum mengetahui adanya keinginan untuk damai dan tak memperpanjang kasus kekerasan seksual ini.

"Sampai saat ini belum bisa tahu karena belum ada laporan," ungkapnya.

Bisa Berlanjut

Menurut Kombes Ihsan, proses hukum kasus ini bisa saja terus berlanjut meski belum ada laporan masuk. Namun, Polda DIY juga mempertimbangkan nama baik korban dalam penanganannya.

Kata dia, bagaimanapun polisi bertindak, namun jika tidak ada upaya untuk laporan dari korban maka hasilnya pun nihil.

"Bisa saja (proses hukum). Tetapi, kalau korban tidak mau ditemui, diwawancarai, tidak mau diperiksa, kitanya kan juga terkendala," jelasnya.

Karena itu, Ihsan mempersilakan jika korban akan melanjutkan kasus hukumnya dengan pendampingan LBH atau bantuan hukum lain.

"Jadi, kita bisa secepatnya melakukan upaya-upaya. Tetapi, memang saat ini kita terkendala karena korban tidak ada pelaporan itu sendiri," ujarnya.

Polda DIY justru merasa senang jika ada pendampingan-pendampingan bantuan hukum terhadap korban.

"Kita juga mau menemui korban juga kesulitan, termasuk dari UGM tidak ada pelaporan walaupun kita sudah koordinasi, sudah mengarahkan untuk melapor, tapi hingga saat ini tidak ada pelaporan," paparnya.

red
Kabid Humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan. (Foto: KBR/Ken).


Pendalaman

Terpisah, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo sudah berkoordinasi dan turun langsung bertemu dengan beberapa pihak untuk mendalami kasus kekerasan seksual di UGM.

"Bisa jadi satu minggu ke depan sudah ada putusannya bagaimana perlindungan yang perlu dilakukan oleh LPSK terhadap perkara itu. Tetapi, untuk saat ini masih dalam pendalaman, penelaahan supaya LPSK komprehensif mendapat informasi dari berbagai pihak," katanya di Gedung LPSK DIY, Sabtu, (26/4/2025).

Antonius menjelaskan, LPSK memiliki metode yang bernama mekanisme proaktif. Jadi, ketika terjadi kejadian yang masuk tupoksi LPSK, pihaknya bisa langsung turun menjumpai pihak terkait untuk mendorong proses hukum dan atau perlindungan.

"(Satgas belum melaporkan ke polisi?) Saya belum update infonya karena yang melakukan penelaahan itu dari biro yang ada di frontliner, ya. Dalam waktu dekat kami akan mendapat informasi tentang itu," imbuhnya.

Pemulihan dan Perlindungan?

Antonius mengungkapkan, kemungkinan korban sudah mendapatkan perlindungan dan pemulihan trauma yang memakan jangka waktu tidak pendek.

Sepengetahuannya, banyak kampus memiliki satgas TPKS dan memiliki tupoksi tersebut.

"Bisa formulanya mereka dulu yang melakukan pemulihan, nanti kalau sudah sampai LPSK bisa dilanjutkan oleh kami," paparnya.

red
Wakil Ketua LPSK, Antonius PS Wibowo di Gedung LPSK DIY, Sabtu, (26/4/2025). (Foto: KBR/Ken).


Aparat Harus Tegas

Sementara itu, Anggota Komisi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Regulasi (XIII) DPR RI, Rapidin Simbolon mendesak polisi tegas menindak pelaku kekerasan seksual yang diduga dilakukan salah satu guru besar UGM.

Menurutnya, pelaku harus dihukum berat. Sedangkan korban harus dipulihkan serta direstitusi atas kerugian yang ia alami.

"Tadi, di dalam rapat tadi berkembang mengenai restitusi dan juga mengenai BPJS. Ini di Komisi XIII masukan ini sudah sangat banyak," katanya.

"Sekarang kita tarik kepada diri kita sendiri, kalau kita korban kita tidak mendapatkan apa-apa, sudah kena, misalnya dirawat di rumah sakit kita harus tanggung sendiri, kemudian restitusi juga tidak ada, ini yang perlu kita terima semua masukan dari kalangan masyarakat. Ini yang akan memperkaya revisi UU No 13 Tahun 2006 ini," imbuhnya.

red
Anggota Komisi XIII DPR RI, Elpisina di Yogyakarta, Sabtu, (26/4/2025). (Foto: KBR/Ken).


Kekerasan Seksual di UGM

Sebelumnya, dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Edy Meiyanto dipecat lantaran terbukti melakukan kekerasan seksual kepada mahasiswi Fakultas Farmasi.

Sekretaris UGM, Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu mengatakan, kekerasan seksual diketahui setelah ada laporan ke Fakultas Farmasi, Juli 2024.

"Komite Pemeriksa melakukan pemeriksaan mulai dari meminta keterangan lebih lanjut dari para korban secara terpisah, melakukan pemeriksaan pada terlapor, para saksi, memeriksa bukti-bukti pendukung yang ada hingga tahap pemberian rekomendasi," ujar Andi, Senin, 7 April 2025.

Berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti pemeriksaan, Terlapor terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023, dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023.

Terlapor juga terbukti telah melanggar kode etik dosen. Hasil putusan penjatuhan sanksi berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.

"Pimpinan Universitas Gadjah Mada juga sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku," tegas Andi.

Usai kejadian itu, Satgas PPKS UGM terus memberikan pelayanan, perlindungan, pemulihan, dan pemberdayaan pada Korban sesuai kebutuhan para korban.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!