NUSANTARA

Penanggulangan TBC dan HIV Butuh Pendekatan Kemanusiaan

Penanggulangannya memerlukan pemahaman dan pendekatan secara multidisiplin, klinis dan kesehatan masyarakat, serta mempertimbangkan aspek kemanusiaan

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / Resky Novianto

Google News
tbc
Ilustrasi: Dokter Periksa Pasien TBC. Foto: ANTARA

KBR, Yogyakarta- Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) Yanri Wijayanti Subronto menilai tidak semua orang yang terinfeksi bakteri Tuberkulosis (TBC) akan secara otomatis menderita sakit TBC. 

Menurutnya, mayoritas orang terinfeksi dapat membersihkan infeksinya sendiri.

Saat ini jumlah penderita TBC sekitar 90 persennya merupakan kelompok usia dewasa, dengan lebih banyak kasus adalah laki-laki dibanding perempuan.

Yanri mengatakan salah satu tantangan utama dalam penanggulangan TBC adalah dalam hal diagnosis infeksi dan penyakit TBC, terlebih lagi pada keadaan koinfeksi dengan HIV.

“Tuberkulosis dan HIV merupakan masalah kesehatan di dunia dan terlebih di Indonesia dimana penanggulangannya memerlukan pemahaman dan pendekatan secara multidisiplin, klinis dan kesehatan masyarakat, serta mempertimbangkan aspek kemanusiaan,” kata Yanri dalam keterangan tertulisnya, Rabu (26/2/2025).

Menurut Yanri, yang menjadi Dosen Spesialis Penyakit FK-KMK UGM menjelaskan, saat ini cara diagnosis TB telah berkembang.

Antara lain GeneXpert M. tuberculosis/ resistance to Rifampicin (MTB/ RIF) atau Xpert MTB/ RIF Ultra Assay yang dapat menentukan ada tidaknya bakteri Tuberkulosis sekaligus menentukan adanya resistensi terhadap obat Rifampicin.

“Tes ini direkomendasikan oleh WHO sebagai lini pertama penegakan diagnosis menggantikan pemeriksaan mikroskopis apusan sputum,” ujarnya.

Yanri menyebut, salah satu cara pencegahan TBC pada pasien HIV adalah pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT). 

TPT ini memberikan kombinasi satu atau dua macam obat TBC kepada pasien HIV yang tidak sedang menderita penyakit TBC yang aktif. 

TPT, lanjutnya, diberikan antara 3 sampai 6 bulan tergantung dari jenis obat TPT yang diberikan, yaitu 3 bulan untuk obat INH + Rifapentin atau 6 bulan dengan obat INH.

“Pemberian TPT diharapkan mencegah pasien HIV untuk muncul penyakit TBC, dan efek perlindungan dari TPT ini dapat mencapai 3-5 tahun,” ungkapnya.

Yanri mengungkapkan, penyakit TBC dan HIV masih merupakan masalah dalam klinis medis, kesehatan masyarakat dan sistem Kesehatan, serta kemanusiaan karena masih adanya stigma dan marjinalisasi pada penderitanya.

“Sudah saatnya kita lebih toleran, lebih tidak menghakimi, dan dapat memberikan layanan dengan pikiran dan hati yang terbuka,” pungkasnya.

Baca juga:

Cek Kesehatan Rutin Tambah Usia Harapan Hidup? Ini Penjelasan Menkes

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!