NASIONAL
PBNU: Tambang Haram Jika Dikelola dengan Keliru
Yahya Cholil jengkel dengan pernyataan sejumlah pihak, yang menilai NU bakal tidak profesional dalam mengelola tambang.
AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Astri Septiani, Heru Haetami
-
EDITOR / Sindu
KBR, Jakarta- Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf menyebut bisnis tambang menjadi haram jika dikelola dengan cara yang keliru. Karena itu, PBNU memastikan bakal profesional dalam mengelola tambang.
Yahya Cholil jengkel dengan pernyataan sejumlah pihak, yang menilai NU bakal tidak profesional dalam mengelola tambang.
"Belum (jalan) sudah dituduh jangan sampai dimakan sama pengurusnya sendiri, lihat saja nanti, kita sudah atur semuanya,” ucap Yahya ucapnya dalam acara “Halaqoh Ulama: Sikapi Fatwa MUI terkait Ijtima Ulama soal Salam Lintas Agama” dipantau via YouTube TVNU, Selasa, (11/6/2024).
“Kita sudah punya kapasitas profesional untuk itu (kelola tambang), enggak percaya? Nanti lihat, masa kita belum jalankan sudah dibilang enggak profesional, gimana. Kita lihat saja nanti. Nah, pemanfaatannya (kelola tambang) untuk apa?" imbuhnya.
Distribusi
Yahya mengeklaim, asal usul munculnya izin konsesi tambang tidaklah berasal dari perbuatan haram. Kata dia, IUP ormas keagamaan muncul dari pemerintah yang melihat adanya ketimpangan dalam distribusi sumber daya alam.
Menurutnya, pemerintah memberi izin konsesi tambang kepada ormas keagamaan sebagai bentuk memenuhi rasa keadilan terkait distribusi tambang.
“Wong ini pemerintah itu kepingin mencari jalan untuk memecah kebekuan asymmetric distribution of resources, jadi ada ketimpangan distribusi resources. Tapi, yang sudah menikmati telanjur kuat sekali, itu perusahaan-perusahaan tambang yang ada, sudah menguasai jutaan hektare yang mereka peroleh di masa lalu entah dengan cara apa,” katanya.
NU menjadi organisasi keagamaan pertama yang menerima tawaran izin konsesi tambang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024.
HKBP Tolak IUP Tambang
Namun, tak semua ormas keagamaan menerima IUP pemberian pemerintah. Salah satunya Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). HKBP justru menolak konsesi izin tambang, meski pemerintah telah memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
Lewat keterangan yang diterima KBR, Ephorus HKBP, Pendeta Robinson Butarbutar mengatakan Konfesi HKBP 1996 menjadi landasan gereja menolak izin tambang. Konfensi tersebut diputuskan berdasarkan tugas HKBP yang bertanggung jawab menjaga lingkungan dari eksploitasi manusia atas nama pembangunan.
"HKBP ikut bertanggung jawab menjaga lingkungan hidup yang telah lama dieksploitasi umat manusia untuk atas nama pembangunan. Namun, sejak lama telah terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan hingga pemanasan Bumi yang tak lagi terbendung," kata Robinson dalam surat HKBP yang diterima KBR, Minggu,(10/06/2024).
"Yang harus diatasi dengan beralih secepat mungkin kepada pendekatan penggunaan teknologi ramah lingkungan, green energi, seperti solar energi, wind energi, dan yang lainnya yang masih akan dikembangkan," imbuhnya.
Sebelumnya, ormas keagamaan diberi keleluasaan mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK). Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) juga terkesan enggan menerima hak keistimewaan tersebut.
Tanggapan PGI
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI, Henrek Lokra menyebut, mekanisme pemberian izin usaha tambang itu belum jelas.
"Karena masih sesuatu hal yang baru, dan belum jelas mekanisme dan scheme-nya." ujar Henrek kepada KBR, Minggu, (5/5/2024).
Sekretaris Eksekutif bidang Keadilan dan Perdamaian (KP) PGI, Henrek Lokra menegaskan, organisasinya belum mengambil sikap atas rencana bagi-bagi izin usaha tersebut.
"Belum dapat instruksi dari pimpinan." ujarnya.
Sementara PP Muhammadiyah masih mengkajinya, sedangkan Nahdlatul Ulama siap menerima pemberian izin tambang dari pemerintah.
IUP Ormas Keagamaan, Misi Suci, dan Kejahatan Tambang
Langkah ormas keagamaan terjun di bisnis tambang, bakal membawa mereka ke wilayah abu-abu, dan terseret ke kejahatan pertambangan. Padahal, selama ini mereka membawa misi suci, semisal pendidikan, sosial, dan keumatan.
Analisis ini disampaikan Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi merespons pemberian izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada ormas keagamaan.
"Dunia pertambangan di Indonesia ini masih pada wilayah grey area. Artinya banyak kejahatan pertambangan yang dilakukan selama ini dan itu untouchable. Saya khawatir kalau organisasi keagamaan yang selama ini membawa misi yang suci, maka dia akan terseret dalam kondisi kejahatan pertambangan tadi," kata Fahmy kepada KBR, Jumat, (07/06/24).
Menurutnya, pemberian WIUPK merupakan kebijakan yang blunder dan tidak tepat. Sebab, ormas keagamaan tidak memiliki kapabilitas dan kemampuan dana untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi pertambangan.
"Saya khawatir dengan berbagai cara ormas keagamaan hanya akan bertindak sebagai makelar atau broker. Nah, dalam kondisi macam itu yang diuntungkan lebih besar, ya, pihak swasta. Sedangkan ormas itu hanya memperoleh bagian yang kecil," kata Fahmy.
Sarat Kepentingan Politik
Ia menilai, keputusan ini sarat kepentingan politik ketimbang untuk kepentingan ekonomi masyarakat. Fahmi menduga, pemberian IUP ialah upaya Jokowi meninggalkan legasi agar tetap disayangi ormas keagamaan setelah lengser.
"Barangkali Jokowi berharap nanti setelah Oktober sebagai RI 1 masih ada yang membela Jokowi. Saya kira itu terbukti statement dari komandan Banser yang menyatakan 'siapapun yang menyakiti Jokowi dan keluarganya maka akan berhadapan dengan banser'. Barangkali hal seperti itu yang diinginkan Jokowi dengan memberikan konsesi IUPK pada ormas keagamaan," tambahnya.
Ia mendesak pemberian izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) kepada Ormas Keagamaan dicabut. Kata dia, cara meningkatkan kesejahteraan melalui ormas keagamaan bukan dilakukan dengan memberikan WIUPK.
Profitability Index
Kata dia, pemerintah bisa memberikan PI (profitability index) kepada ormas keagamaan, seperti yang dilakukan perusahaan pertambangan kepada pemerintah daerah.
"Pemerintah bisa memberikan yang disebut dengan PI atau profitability index misalnya 10%. Nanti, ormas akan mendapatkan manfaat dari PI tadi. Misalkan 10% dari hasil penjualan atau 10% dari keuntungan. Nah, itu dananya bisa dimanfaatkan dan tanpa risiko sama sekali," usulnya.
Pemberian PI dinilai lebih sesuai, sebab tidak berisiko dan tidak berpotensi menjerembabkan ormas keagamaan ke kubangan dunia hitam pertambangan.
"Menurut saya pemberitahuan WIUPK tadi itu lebih banyak mudharatnya dibandingkan manfaatnya. Nah, kalau tujuannya memang cukup mulia tadi sesungguhnya, kan, tidak harus dengan memberikan konsesi tadi," tambahnya.
IUP Ormas Keagamaan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Aturan tersebut diteken 30 Mei 2023.
Dalam regulasi itu ada aturan baru yang memberikan izin kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) dan keagamaan untuk mengelola pertambangan.
Aturan itu tertuang pada Pasal 83A yang membahas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas. Pada Pasal 83A Ayat (1) dijelaskan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki ormas dan organisasi keagamaan.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia menambahkan, besaran lahan tambang untuk ormas keagamaan akan diberikan secara proporsional dan adil. Salah satu parameter adalah jumlah anggota atau jemaah ormas keagamaan tersebut. Ia mengatakan, penawaran prioritas tambang kepada ormas keagamaan dijadwalkan tuntas pekan depan.
“Besar, ya? salah satu yang mau saya jelaskan pemberian kepada PBNU adalah eks-KPC. Sudah tulis saja kenapa kalian malu-malu? Berapa cadangannya nanti tanya begitu sudah kita kasih, baru, tanyakan kepada mereka saja. Saya bukan ahli nujum juga,” ucap Bahlil, dalam konferensi pers, Jumat, (7/6).
IUPK Melanggar Undang-Undang
Dalam catatan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), pemberian wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) kepada ormas keagamaan adalah pembangkangan terhadap konstitusi dan undang-undang.
Dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara disebutkan, pemberian IUPK diprioritaskan kepada BUMN/BUMD, dan badan usaha swasta, dan harus melalui proses lelang.
Menurut Kepala Divisi Kampanye WALHI, Fanny Tri Jambore, di era Jokowi, izin pertambangan jadi alat transaksi kekuasaan dan obral sumber daya alam, terutama sektor batu bara.
"Hampir 5 juta hektare lahan telah diubah menjadi kawasan pertambangan batu bara, dengan setidaknya hampir 2 juta hektare berada di kawasan hutan," katanya lewat siaran pers yang diterima KBR.
Menurut Fanny, tren perusakan lingkungan akibat tambang tidak akan menurun. Sebab, .Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen-ESDM) terus meningkatkan target produksi batu bara nasional. Yakni, dari 618 juta ton pada 2022, menjadi 625 juta ton pada 2023, dan tahun ini 628 juta ton.
Situasi itu membuat Indonesia menjadi negara penghasil emisi terbesar kesembilan dunia dengan 600 juta ton CO2 di sektor energi pada 2021.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!