NUSANTARA

APINDO Protes Kenaikan UMP, FSP LEM SPSI Jawa Barat: Pengusaha Harus Realistis

Kelompok buruh mengingatkan, pada 2019 penjualan barang dan jasa tidak terjadi deflasi, meski ada kenaikan upah buruh 8,03 persen.

AUTHOR / Arie Nugraha

EDITOR / Agus Luqman

APINDO Protes Kenaikan UMP, FSP LEM SPSI Jawa Barat: Pengusaha Harus Realistis
Aktivitas pekerja di pabrik minuman kopi instan di Cikupa, Tangerang, Banten, Selasa (5/11/2024). (Foto: ANTARA/Sulthony Hasanuddin)

KBR, Bandung - Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Jawa Barat menyambut baik kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5 persen secara nasional.

Kenaikan upah itu ditetapkan Presiden Prabowo Subianto, Jumat (29/11/2024).

Ketua Dewan Pengurus Daerah FSP LEM SPSI Jawa Barat, Muhamad Sidarta mengatakan kenaikan besaran UMP 2025 itu dianggap sudah masuk mendekati ideal meski belum sempurna.

"Jadi menurut hitung-hitungan saya (kenaikan UMP) 6-10 persen tuh idealnya. Sudah masuk ke ideal lah itu. Antara 6,5 sampai 10 persen itu idealnya. Kalau 10 persen itu ideal sekali. Jadi angka 6-10 persen itu semua buruh kalau ditanya itu pasti nerima. Saya lagi tidak nyari popularitas ini tapi harus realistis," ujar Sidarta kepada KBR, Senin (2/11/2024).

Sidarta mengatakan skala kenaikan UMP 2025 yang ditargetkan buruh yaitu 6 persen masuk kategori mendekati ideal, 8 persen ideal dan 10 persen sempurna.

Sidarta mengatakan besaran UMP 2025 yang diumumkan Prabowo telah berpihak kepada buruh. Walaupun, keputusan ini banyak protes dari kalangan pengusaha.

"Asosiasi pengusaha marah, enggak terima. Berarti kan bagus. Ke depan kita ajak APINDO juga realistislah. Kata saya tadi, 2019 itu upahnya bagus. Faktanya ekonomi juga hidup, jalan," kata Sidarta.

Baca juga:

Sidarta menjelaskan pada 2019 penjualan barang dan jasa tidak terjadi deflasi, meski ada kenaikan upah 8,03 persen. Namun, usai masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, justru terjadi deflasi.

"Harus realistis, pengen bayar murah untungnya gede tapi dampaknya barang enggak laku. Kan percuma juga. Kalau ada isu akan ada PHK massal dan relokasi karena naiknya upah, itu hanya akal-akalan pengusaha sejak 2015-2020 untuk memengaruhi kebijakan pemerintah," ucap Sidarta.

Ia meminta APINDO menyadari jika kelompok buruh diberikan upah layak maka penjualan barang dan jasa akan lancar.

Menurutnya, kenaikan upah bukan satu-satunya faktor pemutusan hubungan kerja (PHK). Tetapi banyak lagi faktor lainnya seperti persaingan usaha dan peredaran barang ilegal.

Sidarta juga meminta pemerintah melindungi para pengusaha dari barang luar negeri yang datang ke Indonesia secara ilegal.

"Saya minta pemerintah pro melindungi perusahaan juga. Itu barang-barang ilegal di Tanjung Priok ditertibkan. Jangan sampai ada barang ilegal lagi. Yang harga kalau sekarang di TikTok beli celana dua Rp100 ribu kan," kata Sidarta.

Sidarta mengatakan upah sektoral yang kini diberlakukan kembali menjadi salah satu terobosan pemerintah dalam mendukung kesejahteraan buruh.

"Tinggal menunggu aturan dari Menteri Ketenagakerjaan. Rabu depan atau pekan ini mereka janjinya akan mengeluarkan aturannya. Nanti kita lihat di dewan pengupahan tingkat provinsi realisasinya," kata Sidarta.

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!