NUSANTARA

Analisis Banjir di Imogiri Bantul, Bukan Hanya karena Hujan

Menteri Hanif akan mengambil tindakan untuk mengawasi lingkungan dibantu jajarannya di daerah.

AUTHOR / Ken Fitriani

EDITOR / Sindu

Google News
Analisis Banjir di Imogiri Bantul, Bukan Hanya karena Hujan
Ilustrasi banjir di Imogiri, Bantul, DIY. Foto: KBR/Muji Lestari

KBR, Yogyakarta- Berkurangnya tutupan hutan jadi salah satu sebab banjir di kawasan Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akhir Maret lalu.

Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, pada 2010 ke bawah, bagian sub hulu daerah aliran sungai (DAS) terdapat tegakan hutan 18 ribu hektare. Kini, tutupan hutan di wilayah tersebut sisa 9 ribu hektare.

"Jadi, hilang separuh. Kemudian diperparah dengan adanya pertambangan-pertambangan di atas. Jadi, dari sisi teknis tadi ada sedimentasi yang mencolok terkait dengan air permukaan, air larian di enam tambang yang ada di hulu," jelasnya saat meninjau lokasi banjir di Imogiri, Bantul, DIY, Minggu, (20/4/2025).

Selain itu, menurut Hanif, saat banjir pada 28 Maret 2025, intensitas hujan tinggi terjadi sejak pagi. Berdasarkan data yang ia dapatkan, curah hujan mencapai angka 150 mm per hari. Angka itu sangat tinggi jika diukur dengan indikator batasan 100 mm per hari.

Analisis Lanskap

Hal lain yang ia lakukan dan jajarannya adalah menganalisis tata ruang atau lanskap di lokasi untuk memastikan fakto-faktor penyebab banjir Imogiri.

"Standarnya kami dengan teman-teman lingkungan hidup baik di kabupaten maupun provinsi pasti menganalisis landscape. Dari landscape-nya ini ada perubahan tutupan hutan yang cukup signifikan di das ini," katanya.

Berdasarkan semua catatan tadi, Menteri Hanif akan mengambil tindakan untuk mengawasi lingkungan dibantu jajarannya di daerah.

Nantinya, ada beberapa rumusan yang akan diterapkan berdasarkan hasil pengawasan lingkungan yang ia lakukan bersama jajarannya.

"Mungkin nanti tindak lanjutnya bisa di Pak Bupati, bisa Pak Gubernur, bisa saya yang akan memberikan arahan-arahan lingkungan untuk mengembalikan fungsi hidrologisnya di daerah Bantul ini," ungkapnya.

Menteri Hanif mengaku, ia juga mendapat laporan dari bupati Bantul, yang menyebut daerahnya menjadi hilir das-das yang ada di hulu.

"Jadi, ekosistem yang harus membayarkan (payment for ecosystem services) pada saat ekosistem lain mendapat manfaatnya. Nanti akan dijembatani oleh kadis LH selaku koordinator kabupaten kota. Saya rasa akan menjadi penting untuk mengembalikan landscape ini," tandasnya.

Pengawasan dan Evaluasi

Pada kesempatan sama, Bupati Bantul Abdul Halim Muslih menyebut banjir di Imogiri harus dilihat dari berbagai sisi. Di antaranya adalah perubahan lanskap akibat terjadinya alih fungsi tutupan vegetasi (tumbuh-tumbuhan).

"Itu terbukti mengakibatkan terjadinya banjir seperti Jakarta karena perubahan landscape besar-besaran di kawasan Puncak. Demikian juga yang terjadi di Bantul," ungkapnya.

"Bantul itu adalah hilir dari seluruh perairan di DIY, maka ini juga harus dilihat dalam kawasan yang lebih luas, yaitu regional DIY. Misal perubahan landscape di Sleman, di Kota Yogyakarta, itu tidak bisa dipisahkan dari peristiwa banjir," imbuhnya.

Abdul Halim menyebut, menteri LHK akan menurunkan pengawas lingkungan dan mengevaluasi ulang perubahan lanskap di DIY, termasuk di Kabupaten Bantul. Utamanya, perubahan lanskap karena adanya pertambangan dan pembangunan perumahan.

"Ini semata-mata untuk mengendalikan lingkungan dalam jangka panjang. Sekali lagi ini kita berpikir jangka panjang, ya. Artinya tutupan vegetasi hari ini yang masih cukup lumayan saja itu sudah terjadi banjir yang demikian besar," jelasnya.

"Apalagi kalau perubahan landscape itu terus menerus terjadi, kita enggak bisa membayangkan banjir di masa depan itu seperti apa," ujarnya.

Selain itu kata Abdul Halim, ada dua embung yang dibangun di Kelurahan Wukirsari untuk pemeliharaan atau preservasi ekosistem air. Tujuannya untuk mengisi kembali air tanah, dan pengendalian banjir.

Embung yang dibangun oleh pemerintah pusat ini juga untuk menampung debit air berlebih di Sungai Celeng. Sebab, Sungai Celeng kerap meluap dan menyebabkan banjir.

Namun kata dia, embung tak mampu mencegah banjir. Ia menduga ada faktor lain yang memengaruhi. Semisal, perubahan lanskap karena adanya alih fungsi tidak terkendali karena pertambangan

"Enggak main-main, dua embung sekaligus. Embung Imogiri dua dan di Giriloyo itu Embung Imogiri satu. Dua-duanya itu dilalui Sungai Celeng, tetapi ternyata upaya ini pun juga masih belum cukup untuk menghambat terjadinya banjir," beber Abdul Halim.

Karena itu, ia mendukung pengiriman pengawas lingkungan di wilayahnya. Tujuannya untuk menjaga lanskap di Bantul, dan mencegah pembabatan pohon secara masif. Sebab, berkurangnya pohon juga akan memengaruhi daya serap air ke tanah.

Begitu juga penambangan bebatuan yang sudah mapan. Aktivitas ini menurutnya mengakibatkan kiriman lumpur dan sampah yang berujung pada terjadinya sedimentasi.

"Jadi, sekali lagi harus dilihat dalam lingkup yang lebih luas yaitu DIY. Bahkan ketika Bantul tidak hujan sedikit pun, tetap banjir. Karena Sleman hujan, Kota Yogyakarta hujan, akhirnya lari ke Bantul semua. Ada apa dengan perubahan landscape di sana? Kok air tidak bisa diserap secara optimal," ujarnya.

Klaim DLH DIY

Pada momen itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DIY, Kusno Wibowo mengklaim, tutupan tanah di DIY saat ini sekitar 30,33 persen. Angka ini diklaim sesuai standar, yakni di atas 30 persen.

Menurut dia, jika banjir di Imogiri beberapa waktu lalu karena tutupan tanah berkurang, hal itu hanya salah satu faktor saja.

"Itu salah satu saja, ada faktor lain yang harus dikaji ulang. Banjirnya juga tidak terjadi musiman, hanya periodik saja dalam kurun waktu tertentu, berapa tahun sekali misalnya," jelasnya.

Kasno juga tak mempermasalahkan pembangunan tempat wisata di kawasan agak tinggi di Bantul. Namun dengan catatan, pembangunan kawasan wisata berada di wilayah hutan yang diawasinya.

"Kami sampaikan itu aman, ya. Artinya kalau mereka memakai kawasan hutan yang ada di DIY, kami nyatakan masih aman. Artinya mereka tidak boleh merubah kontur tanah, menebang pohon. Hanya melayani jasa saja," pungkasnya.

Sebelumnya, Sungai Celeng dan Embung Wukirsari di Imogiri, Bantul, DIY meluap karena terjadi intensitas hujan tinggi sejak pagi, 28 Maret 2025. Banjir terjadi lantaran Sungai Celeng dan Embung Wukirsari tidak mampu menampung debit air yang melimpah.

Selain itu, kontur tanah di sekitar lokasi relatif rendah dan mengakibatkan puluhan rumah dan Polsek Imogiri terendam banjir.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!