KBR, Jakarta - Masih ingat dengan program kiriman buku gratis ke pelosok negeri pada Hari Buku Nasional 17 Mei tahun lalu?
Sayangnya, program itu terancam dihentikan.
Itulah yang mendorong sebuah jaringan relawan peduli literasi, Pustaka Bergerak menggagas petisi "Pengiriman Buku Gratis (Free Cargo Literacy) Terhenti?" di laman change.org.
Hingga Kamis (15/11/2018), sudah lebih dari 4.400 orang menandatangani petisi yang ditujukan pada pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo, Kementerian BUMN, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Petisi ini demi mendesak program pengiriman buku gratis oleh PT Pos Indonesia terus berjalan.
Kenapa program ini tak boleh berhenti?
Menurut Penggagas Pustaka Bergerak, Nirwan Ahmad Arsuka, pengiriman buku gratis sangat membantu masyarakat khususnya di daerah terpencil yang terkendala akses buku dan sumber bacaan bermutu didaerahnya.
"Mimpi mereka untuk dulu bikin perpustakaan itu sekarang bisa mereka wujudkan di kampungnya. Partisipasi warga meningkat, orang-orang berlomba-lomba berorganisasi untuk membentuk gerakan saling bantu agar anak-anak yang kurang beruntung dari segi bacaan dan pengetahuan bisa menjadi lebih baik," ujar Nirwan dalam perbincangan di 'KBR Pagi', Kamis (15/11/2018).
Meskipun pengiriman buku gratis ini adalah amanat Presiden Joko Widodo ketika menyambut Hari Buku Nasional 17 Mei tahun lalu, sayangnya, dalam pelaksanaan tidaklah semulus yang diharapkan. PT. Pos kini kesulitan anggaran hingga program pengiriman buku gratis itu dihentikan sementara. Sudah lebih dari 280 ton buku disebarkan ke berbagai penjuru dengan total anggaran yang dihabiskan PT. Pos mencapai Rp13 miliar lebih. Namun, biaya yang dikeluarkan sudah melebihi plafon tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dari PT Pos. Bahkan ada kemungkinan perusahaan BUMN ini merugi ketika diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) .
Nirwan menyayangkan hal tersebut. Masalahnya, kata dia, ada di aturan yang terlalu berbelit-belit.
"Rupanya birokrasi dibawahnya tidak sesigap presiden. Pertanggungjawabannya ada dua. Pertama, pertanggungjawaban legal, kedua soal keuangan. Aturan penyaluran bantuan CSR ini ruwet, ya mungkin karena gerakan ini gerakan baru, skalanya besar tidak diantisipasi oleh birokrasi dan aturan yang ada sekarang sehingga mereka keteteran mengejar partisipasi masyarakat yang besar ini,"
Selain mendorong hidupnya program tersebut lewat petisi, Pustaka Bergerak mencoba upaya lain.
"Kita tetap berharap Kementerian BUMN membantu PT Pos sekalipun tidak untuk seterusnya bantu pengiriman hingga Desember 2018, misalnya. Kami coba kerjasama dengan jaringan kargo diluar PT. Pos, kawan-kawan kargo swasta di provinsi tertentu. Jadi misalnya ada kawan kita di Lampung atau di Sumatera Utara tetap bisa mengirim gratis tapi untuk wilayah provinsinya sendiri," kata Nirwan.