BERITA

Pesantren Usulkan Konsep Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi

" "Tuntutan zaman membuat santri mesti menguasai keilmuan atau pendidikan formal hingga perguruan tinggi. Sebab itu, selepas SLTA, mereka keluar dari pesantren dan berpindah ke kota besar,""

Muhamad Ridlo Susanto

Pesantren Usulkan Konsep Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi
Ilustrasi pesantren. (Foto: Antara)

KBR, Cilacap – Kalangan pesantren di Cilacap, Jawa Tengah mengusulkan konsep kepada pemerintah terkait regulasi yang mengatur kerja sama antara perguruan tinggi dengan pesantren.

Menurut Pengasuh Pesantren yang juga Ketua Yayasan El Bayan Majenang, Fathul Amin Aziz, konsep pembelajaran ini memungkinkan santri senior di pesantren yang kesulitan mengakses pendidikan tinggi bisa berkuliah di wilayah yang dekat dengan pesantrennya.

"Berbeda dari sekolah formal yang biasanya terpusat di kota-kota besar, pondok pesantren tersebar hingga ke pedesaan. Namun, tuntutan pendidikan formal menyebabkan pesantren di pedesaan atau di pinggiran wilayah Cilacap, Jawa Tengah kekurangan santri senior yang cenderung mengejar pendidikan formal hingga perguruan tinggi," katanya di Cilacap, Senin (22/10/2018).

Fathul menjelaskan, para santri rata-rata hanya belajar di pesantren antara tiga hingga enam tahun, sedangkan pendidikan formal yang bisa diakses di pedesaan umumnya hanya setingkat SLTP hingga SLTA. Bahkan saat ini, untuk mengakses pendidikan SLTA, kebanyakan santri harus menempuh jarak yang jauh dari pesantren.

"Padahal, tuntutan zaman membuat santri mesti menguasai keilmuan atau pendidikan formal hingga perguruan tinggi. Sebab itu, selepas SLTA, mereka keluar dari pesantren dan berpindah ke kota besar," katanya.

Oleh karena itu, Fathul mengusulkan agar pemerintah mempersiapkan konsep universitas terbuka di pesantren demi memberi akses kepada santri yang hendak menempuh pendidikan tinggi. 

Ia mencontohkan, dengan mengatur kerja sama antara universitas tertentu dengan pesantren untuk membuka universitas terbuka atau kelas jauh di sebuah tempat yang bisa diakses oleh santri dari pesantren-pesantren di pedesaan.

"Santri yang umurnya tua (tinggal lama di pesantren) itu kan agak sulit. Tetapi hari ini kan ditambah, misalnya di Tsanawiyah, Aliyah, itu kan enam tahun, plus di sini (STMIK) tiga tahun, total sembilan tahun di pesantren. Jadi pendidikan agamanya sangat membantu pesantren. Hanya memang, tidak tahu ke depan dengan adanya hari santri, harusnya ada model persamaan. Kalau universitas ada terbuka, kenapa pesantren tidak dibuat terbuka juga untuk pendidikan formalnya. Hari ini kan pendidikan pesantren dianggap termarjinalkan," kata Fathul Amin Aziz.

Lebih lanjut Fathul Amin Aziz mengemukakan, khusus untuk Yayasan El Bayan Majenang, perlu waktu 15 tahun untuk mendirikan sekolah tinggi. 

Akses perizinan pendirian perguruan tinggi atau sekolah tinggi yang berat, menjadikan yayasan pendidikan di pedesaan enggan mengurusnya. Ia pun mengusulkan agar pemerintah mempermudah perizinan pendirian tinggi di pedesaan desa memberi akses pendidikan kepada anak-anak desa dan santri di pesantren pedesaan.

Fathul Amin menambahkan, beberapa penelitian menyebut keengganan masyarakat desa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi bukan karena tingginya biaya pendidikan. Akan tetapi, biaya variabel pendidikan, seperti kos dan kebutuhan bulanan menyebabkan masyarakat desa tak sanggup menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.

Ia yakin jika peguruan tinggi dekat dengan masyarakat pedesaan maka masyarakat desa bersedia menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi.

"Sebab, biaya variabel akan terpangkas dan menjadikan pendidikan tinggi lebih murah," tambahnya.

 

Editor: Kurniati

  • pesantren
  • santri
  • Perguruan Tinggi
  • Pemerintah
  • Pondok Pesantren
  • Cilacap
  • jawa tengah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!