BERITA

Morowali Banjir Bandang, Walhi: Cabut Izin Tambang Bermasalah

Morowali Banjir Bandang, Walhi: Cabut Izin Tambang Bermasalah
Salah satu jembatan permanen di jalur Trans Sulawesi yang ambruk diterjang banjir, Morowali, Sulteng (8/6/2019). (Foto: Youtube/Kofinto Bungku)

KBR, Morowali - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng), mendesak pemerintah daerah mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah di Kab. Morowali, Sulteng.

Desakan ini muncul setelah Morowali dilanda banjir bandang besar pada Sabtu dini hari (8/6/2019).

"Dampak dari buruknya lingkungan yang terjadi saat ini, merupakan hasil dari kebijakan pemerintah daerah," kata Manajer Kampanye dan Perluasan Jaringan Walhi Sulteng, Stevandi, seperti dikutip Antara, Senin (10/6/2019).

Dalam catatan Walhi Sulteng, sepanjang tahun 2012 saja pemerintah daerah Morowali telah menerbitkan 189 IUP.

Walhi Sulteng menilai, pemerintah setempat mestinya benar-benar mempertimbangkan aspek lingkungan agar aktivitas pertambangan tidak menimbulkan bencana di kemudian hari.

"Bila perlu pemerintah daerah mencabut izin-izin (tambang) bermasalah, karena sudah pasti berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan dan hutan, serta berkontribusi terjadinya banjir," jelas Stevandi.

Stevandi mendesak pemerintah untuk mengevaluasi izin usaha pertambangan yang telah terbit, sekaligus melakukan kontrol terhadap kegiatan pertambangan yang ada.


Banjir Bandang di Kawasan Tambang Nikel

Bencana banjir bandang yang melanda Morowali pada Sabtu dini hari (8/6/2019) tidak memakan korban jiwa, namun ada satu orang yang dilaporkan hilang terbawa arus.

Ratusan rumah penduduk, bangunan pemerintah, serta fasilitas umum dilaporkan rusak dan terendam banjir.

Ada juga empat buah jembatan permanen di jalur Trans Sulawesi yang ambruk dihantam arus, yaitu Jembatan Bahoyuno di Kec. Bungku Barat, Jembatan Bahodopi, Jembatan Lalampu dan Jembatan Dampala di Kec. Bahodopi.

Kec. Bahodopi merupakan kawasan industri pertambangan nikel terbesar di Indonesia yang mempekerjakan sekitar 35.000 tenaga kerja. Setelah banjir bandang, kawasan tersebut terisolir dari jalur transportasi darat.

Dari empat jembatan itu, baru Jembatan Bahoyuno yang sudah bisa dilewati lagi setelah disambung menggunakan gelagar batang kelapa. Gelagar dipasang oleh pihak Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) XIV Kementerian PUPR, kontraktor, serta masyarakat sekitar.

"Namun kami masih membatasi kendaraan yang melintas di jembatan ini, maksimum tiga ton, lebih dari itu, muatan harus dibongkar dulu baru bisa lewat," ujar Irvan Asmara, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 35 PJN XIV, seperti dikutip dari Antara (10/6/2019).

Arus lalu lintas di Jembatan Bahoyuno kini dijaga ketat aparat kepolisian dan Dinas Perhubungan (Dishub) agar tidak dilewati kendaraan berbobot di atas tiga ton.

"Bukan karena gelagar batang kelapa itu tidak kuat, Pak, tapi tanah tempat meletakkan gelagar itu sangat labil dan mudah runtuh karena berupa pasir, jadi kami jaga ketat kendaraan yang lewat agar tidak sampai longsor lagi. Kalau jalan ini putus, masyarakat Morowali pada umumnya akan kesulitan besar," ujar seorang petugas Dishub Morowali.

Banjir bandang dilaporkan terjadi setelah turun hujan deras selama sepekan menjelang lebaran 2019. Banjir diperkirakan makin parah karena hutan di hulu Sungai Dampala gundul akibat pembukaan lahan tambang nikel.

"Saya kira perusahaan tambang harus ikut bertanggung jawab atas derita yang menimpa rakyat Bahodopi akibat banjir ini," ujar Sekretaris Desa Lee, Kab. Morowali, Abdul Halib.

(Sumber: ANTARA)

  • banjir
  • banjir bandang
  • Morowali
  • Sulawesi Tengah
  • tambang
  • walhi
  • Trans Sulawesi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!