BERITA

Aksi Warga: 'Banyuwangi Dihancurkan, Dimulai dari Tambang Tumpang Pitu'

Aksi Warga: 'Banyuwangi Dihancurkan, Dimulai dari Tambang Tumpang Pitu'

KBR, Banyuwangi - Sekitar 100-an warga Desa Sumberagung, Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur, menggelar aksi solidaritas untuk Hari Budiawan, petani yang divonis 10 bulan penjara karena menolak aktivitas tambang di Gunung Tumpang Pitu. 

Aksi digelar di Pengadilan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa (23/1/2018). Warga mengecam vonis majelis hakim yang menghukum rekannya, Hari Budiawan, atas tuduhan pengibaran spanduk berlogo palu arit pada aksi unjuk rasa tolak tambang emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu pada 4 April 2017 lalu.

Kordinator aksi warga, Zainal Arifin mengatakan vonis terhadap Budiawan itu menjadi tanda matinya demokrasi di Indonesia. Padahal, kata Zainal Arifin, dalam kasus ini Budiawan tidak bersalah.

Zainal Arifin yang merupakan pegiat wisata di Banyuwangi itu menganggap kasus yang menimpa Hari Budiawan itu merupakan kasus rekayasa yang dilakukan oleh penguasa yang berpihak kepada korporasi untuk menghadapi rakyat kecil. Jika penguasa telah berpihak kepada korporasi, kata Zainal, maka Banyuwangi ke depan akan hancur.

"Dengan ini, dengan berat hati saya nyatakan Banyuwangi sudah mulai hancur. Banyuwangi sudah mulai dihancurkan, mulai dari pertambangan Tumpang Pitu. Kita semua sudah tahu banjir laut menjadi merah, ikan sulit didapat, pertanian rusak, siapa yang bertanggung jawab?" kata Zainul Arifin di Banyuwangi, Selasa (23/1/2018).

Zainul Arifin mengingatkan warga mengenai bencana banjir lumpur yang pernah melanda kawasan wisata Pantai Pulau Merah. Banjir lumpur itu diyakini dampak dari aktivitas tambang di Gunung Tumpang Pitu, yang kemudian ramai-ramai ditolak warga.

Baca juga:

Dalam aksinya, ratusan warga Desa Sumberagung Banyuwangi itu juga membagikan sekitar 500 kilogram buah naga gratis. Aksi itu dilakukan sebagai simbol bahwa warga di sekitar Gunung Tumpang Pitu bisa hidup tanpa tambang emas. Lahan pertanian di kawasan Tumpang Pitu sangat subur dan bisa ditanami berbagai jenis tanaman.

Hari ini majelis hakim di Pengadilan Negeri Banyuwangi menghukum aktivis lingkungan Hari Budiawan alias Budi Pego dengan hukuman 10 bulan kurungan penjara. Budiawan dihukum atas tuduhan pengibaran spanduk berlogo palu arit dalam aksi menolak perusahaan tambang emas Gunung Tumpang Pitu beberapa waktu lalu. Hingga persidangan berakhir dengan vonis, spanduk itu tidak pernah ditunjukkan sebagai barang bukti di pengadilan.

"Hari Budiawan dinyatakan bersalah melanggar Undang–Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan kejahatan  terhadap keamanan negara. Sehingga dia dianggap menyebarkan ajaran komunisme/marxisme dan lenimisme atas munculnya spanduk palu arit saat unjuk rasa menolak  pertambangan emas yang digelar puluhan warga Kecamatan Pesanggaran pada tanggal 4 April 2017 lalu," kata Ketua Majlis Hakim Pengadilan Negeri Banyuwangi I Putu Endru Sonata ketika membacakan amar putusan pengadilan.

Vonis hakim itu lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Hari Budiawan selama tujuh tahun kurungan penjara. 

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/nusantara/07-2017/logo_palu_arit_di_spanduk_penolak_tambang_emas__sarat_rekayasa/91392.html">Logo Palu-Arit di Spanduk Penolak Tambang Emas, Sarat Rekayasa</a> </b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/nusantara/01-2018/saksi_ahli_kasus_tumpang_pitu__tak_bisa_hadirkan_spanduk_palu_arit__dakwaan_jaksa_lemah/94621.html">Saksi Ahli Kasus Tumpang Pitu: Tak Bisa Hadirkan Spanduk Palu Arit, Dakwaan Jaksa Lemah</a> </b><br>
    

Kriminalisasi Aktivis Lingkungan

Dewan Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) angkat biacara terhadap vonis 10 bulan penjara terhadap aktivis penolak tambang, Hari Budiawan. Hari Budiawan dihukum karena dianggap melakukan kejahatan terhadap keamanan negara, terkait pengibaran spanduk berlogo palu arit dalam aksi menolak tambang.

Anggota Dewan Nasional Walhi I Wayan Gendo Suardana mengatakan hukuman terhadap Hari Budiawan merupakan bentuk kriminalisasi kepada aktivis lingkungan. Wayan Gendo menganggap putusan majelis hakim itu tidak adil.

Wayan Gendo mengatakan sampai sidang Budiawan tuntas dengan pembacaan vonis, pelaku utama pembuat spanduk berlogo palu arit belum juga terungkap. Padahal, kata Wayan, penegak hukum seharusnya lebih dulu mengusut kasus ini dengan menjerat pelaku utamanya.

Wayan Gendo juga menyoroti vonis 10 bulan dari tuntutan tujuh tahun penjara yang diajukan jaksa. Menurut Wayan, hal itu membuktikan sebenarnya pengadilan ragu-ragu dalam menghukum Budiawan, yang mestinya divonis bebas.

Bagi Wayan Gendo, selama ini aparat hukum tidak pernah menggunakan pasal 66 dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal itu menyebutkan: "Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara maupun digugat secara perdata."

"Maka kawan-kawan, jadikan semangat ini, jadikan semangat Budi Pego untuk semangat kita semua. Jangan pernah menyerah. Jangan serahkan nasib kita kepada kerakusan. Hari ini kita melawan, mungkin kita tidak pernah mendapatkan apapun dari hasil perlawanan kita. Tetapi kita harus percaya bahwa perlawan kita akan dicatat oleh anak cucu kita," kata I Wayan Gendo Suardana, di Banyuwangi, Selasa (23/1/2018).

Sidang pembacaan putusan Budiawan tidak hanya mendapat perhatian dari massa tolak tambang. Sejumlah kelompok massa yang tergabung dalam Gerakan Anti Kebangkitan Komunis juga melakukan aksi serupa. Kelompok ini mendukung majelis hakim PN Banyuwangi agar menjatuhkan hukuman maksimal bagi Hari Budiawan.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/saga/09-2017/penentang_tambang_emas_tumpang_pitu_dibelenggu_pasal_komunisme_/92476.html">PENENTANG TAMBANG EMAS TUMPANG PITU DIBELENGGU PASAL KOMUNISME</a>  &nbsp;</b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/terkini/01-2018/spanduk_palu_arit__aktivis_lingkungan_hari_budiawan_divonis_10_bulan_penjara/94643.html">Spanduk Palu Arit, Aktivis Lingkungan Hari Budiawan Divonis 10 Bulan Penjara</a> </b><br>
    

Editor: Agus Luqman 

  • tumpang pitu
  • konflik tambang Tumpang Pitu
  • tambang Tumpang Pitu
  • aksi tolak tambang Tumpang Pitu
  • konflik tambang Banyuwangi
  • tolak tambang Banyuwangi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!