NASIONAL
Warga Terdampak Perluasan Stasiun Lempuyangan Minta Dispensasi Waktu, Pendamping Hukum Singgung Soal HAM
"Poinnya pentingnya adalah warga minta waktu supaya bisa melaksanakan Agustusan bersama untuk yang terakhir kalinya di Lempuyangan. Tapi belum di acc, akan didiskusikan lagi dari KAI," ujarnya

KBR, Yogyakarta- Sejumlah warga Tegal Lempuyangan, Bausasran, Kota Yogyakarta yang terdampak penggusuran lahan perluasan Stasiun Lempuyangan mendatangi Kantor KAI Daop 6 Yogyakarta, Selasa, 17 Juni 2025.
Kedatangan warga Bausasran tersebut untuk melakukan audiensi kembali dengan PT KAI Daop 6 Yogyakarta usai menerima Surat Peringatan ketiga (SP3).
Surat peringatan tersebut berkaitan dengan pengosongan dan pembongkaran bangunan yang ditempati warga untuk keperluan penataan Stasiun Lempuyangan.
Sebelumnya, PT KAI telah mengirimkan SP1 kepada warga terdampak pada 20 Mei, berlanjut SP2 yang dikirimkan pada 1 Juni. Sedangkan SP3 tersebut dikirmkan PT KAI pada 12 Juni.
Dalam surat peringatan terakhir itu disebutkan agar warga segera melakukan pengosongan dan/atau pembongkaran bangunan tambahan rumah dinas PT KAI secara mandiri paling lambat tujuh hari sejak SP3 tersebut diterima.
Apabila sampai batas waktu yang ditentukan warga tidak melakukan pengosongan atau pembongkaran, maka PT KAI akan melakukan penertiban.
Minta Perpanjangan Waktu sampai 17 Agustus
Juru Bicara Warga Tegal Lempuyangan, Antonius Fokki Ardiyanto mengatakan, kedatangan warga di Kantor KAI Daop 6 Yogyakarta untuk melakukan negosiasi agar warga masih dapat menempati kawasan tersebut sampai peringatan Kemerdekaan RI atau pada 17 Agustus 2025.
"Poinnya pentingnya adalah warga minta waktu supaya bisa melaksanakan Agustusan bersama untuk yang terakhir kalinya di Lempuyangan. Tapi belum di acc, akan didiskusikan lagi dari KAI," ujarnya usai melakukan audiensi di Kantor Daop 6 Yogyakarta, Selasa (17/6/2025).
Menurut Fokki, permintaan tersebut wajar, mengingat izin tinggal sementara atau palilah yang diberikan Kraton Yogyakarta masih berlaku hingga Oktober 2025.

Kompensasi Minim
Selain itu, jelas Fokki, warga juga meminta agar PT KAI melakukan pengukuran ulang untuk menimbang kembali kompensasi yang diberikan kepada warga. Sebab, warga menilai kompensasi yang diberikan dari PT KAI maupun Keraton Yogyakarta tak cukup untuk membeli rumah baru.
“Dari Kraton itu Rp53 juta. Nah sekarang kan kalau misalnya itu Rp53 juta, ditambah rata-rata kompensasinya dari KAI Rp50 juta, maka pertanyaan lanjutannya apakah itu bisa untuk memenuhi hak konstitusional warga negara untuk bertempat tinggal?,” jelasnya.
“Idealnya ya sesuai dengan harga rumah KPR aja lah, itu antara Rp250 juta,” imbuh Fokki.
Perlu Dilihat dari Sisi HAM
Staf Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta yang juga Pendamping Hukum Warga Tegal Lempuyangan, Muhammad Rakha Ramadhan menambahkan, konflik ini perlu dilihat dari sisi hak asasi manusia.
Rakha menyayangkan tidak adanya respons dari PT KAI terhadap surat keberatan warga yang kemudian mendorong mereka menginisiasi ruang mediasi.
"Warga Lempuyangan hanya ingin minta untuk dimanusiakan, dihormati dan dihargai sebagai keluarga besar PT KAI,” ujar Rakha.

Di sisi lain, Rakha juga menyoroti minimnya ruang dialog antara warga terdampak dengan PT KAI Daop 6 Yogyakarta. Menurutnya, surat keberatan warga sebelumnya tidak pernah ditanggapi secara resmi oleh KAI. Karena itu, warga memutuskan untuk kembali membuka ruang mediasi, meskipun berada dalam posisi tertekan secara waktu dan prosedural.
"Jangan sampai pembangunan di Yogyakarta justru mengorbankan warganya sendiri. Kalau permintaan sederhana seperti ini saja tak dikabulkan, inilah potret wajah pembangunan kita hari ini," tegas Rakha.
Tanggapan KAI Daop 6 Yogyakarta
Sementara Manager Humas PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Feni Novida Saragih mengungkapkan, seluruh proses penataan telah mengikuti prosedur yang ditetapkan, mulai dari sosialisasi, mediasi, hingga tahapan penerbitan surat peringatan sejak beberapa waktu lalu.
"Karena saat mediasi tidak tercapai kesepakatan bersama, akhirnya kami menerbitkan SP atau surat peringatan pertama, dilanjutkan dengan SP kedua, dan terakhir kami sudah mengirimkan SP3. Setelah SP3 ini kami akan melakukan penertiban. Kami akan segera mengusulkan ke pimpinan, namun tetap mengikuti prosedur yang ada. Penertiban akan dilakukan setelah SP3 melewati tenggat waktunya," jelas Feni.
Terkait dengan permintaan warga soal penundaan sampai bulan Agustus, Feni menegaskan bahwa PT KAI tetap pada keputusan awal. Ia menyebut, warga juga sudah memahami bahwa sesuai dengan sosialisasi sebelumnya, kompensasi yang diberikan adalah ongkos bongkar dan tidak ada perubahan karena tetap mengacu pada prosedur yang berlaku di KAI.
"Untuk sementara, kami mengikuti prosedur dari pusat, yaitu setelah SP3 berakhir di tengah-tengah masa tenggatnya, penertiban akan dilakukan. Kami akan memberikan waktu bagi warga untuk melakukan pengosongan secara sukarela setelah SP3 dikirimkan," tandas Feni.
Kata Feni, memang beberapa warga sudah menyetujui ongkos bongkar selain yang hadir pada audiensi ini. Ia tak bisa memastikan jumlah warga yang setuju sebab jumlah tersebut masih bersifat dinamis. Bahkan setelah pertemuan tersebut, warga akan masih berembuk lagi.
"Ada beberapa, tapi masih dinamis, jadi belum bisa kami sampaikan secara pasti. Karena setelah pertemuan hari ini, warga masih akan berembuk, berpikir dulu seperti itu. Kita lihat nanti setelah hari Kamis, karena tenggat waktu SP3-nya sampai hari Kamis," ungkapnya.

Sri Sultan Hamengku Buwono X Pernah Minta Masalah Dituntaskan
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan bahwa polemik antara warga dan PT Kereta Api Indonesia (KAI) terkait rencana penataan kawasan Stasiun Lempuyangan harus segera dituntaskan.
"Ya coba nanti kita selesaikan. Bagaimanapun harus tuntas itu, kalau itu ada masalah," kata Sultan HB X di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, 10 April 2025, dikutip dari ANTARA.
Sultan menyatakan belum akan mengambil sikap sebelum mendengar langsung dari semua pihak terkait polemik itu.
"Saya dengar dulu dari kedua belah pihak," ujar dia.
Raja Keraton Yogyakarta itu menyebut persoalan pertanahan menjadi ranah GKR Mangkubumi yang juga putri sulungnya sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Datu Dana Suyasa.
Lembaga itu memiliki kewenangan terkait pengelolaan pertanahan milik Keraton Yogyakarta.
Sultan juga menilai persoalan itu tidak bisa disederhanakan hanya karena warga menyatakan siap pindah bila diminta langsung oleh dirinya.
Menurutnya, PT KAI pun memiliki dasar penguasaan karena selama ini melakukan pemeliharaan di lokasi tersebut.
"Ya tidak semudah itu, karena mungkin juga PT KAI-nya itu juga merasa punya hak, karena selama ini mereka yang mengelola. Itu harus kita selesaikan. Tidak semudah itu," kata dia.
Awal Polemik Mencuat
Polemik antara warga dan KAI Daop 6 Yogyakarta mencuat setelah perusahaan pelat merah itu merencanakan penataan kawasan Stasiun Lempuyangan sebagai langkah pengamanan aset dan peningkatan pelayanan.
Puluhan warga mengaku telah menempati lahan tersebut selama bertahun-tahun dan memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai dasar menempati lahan yang berstatus Sultan Ground itu.
Sementara, PT KAI Daop 6 menyatakan telah memiliki izin penggunaan lahan serta Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dan surat palilah dari Keraton, dan menegaskan bahwa SKT tidak dapat dijadikan dasar kepemilikan sah atas aset atau bangunan.
Baca juga:
- Demo Tolak RUU TNI Diwarnai Kericuhan, Massa Aliansi Jogja Memanggil Dipukul Mundur
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!