NASIONAL
Tunjangan Perumahan DPR, Dinilai Pemborosan dan Tak Berempati
"Pendekatan lump sam itu kalau bisa dihindari, karena susah pertanggungjawabannya dan susah nanti proses auditnya,"

KBR, Jakarta- Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mendesak anggota DPR menolak tunjangan perumahan sebagai ganti dari pemberian fasilitas rumah dinas.
Manajer Riset Sekretaris Nasional FITRA, Baidul Hadi menilai transparansi dan rasionalitas pemberian tunjangan perumahan patut dipertanyakan.
"Kesekjenan DPR RI harus menyampaikan kepada masyarakat apa rasionalitas kebijakan ini. Kenapa terjadi pergantian dari penempatan rumah-rumah jabatan anggota DPR ke tunjangan rumah dinas? Kalau memang ada faktor-faktor yang menyebabkan itu, serasional apa? Pendekatan lump sam itu kalau bisa dihindari, karena susah pertanggungjawabannya dan susah nanti proses auditnya," ucap Baidul kepada KBR, Selasa, (8/10/2024).
Manajer Riset Sekretaris Nasional FITRA, Baidul Hadi juga mempertanyakan efektivitas pengawasan terhadap penggunaan tunjangan perumahan ini.
"Anggaran negara jika kita akumulasi hitung ya angkanya, maka potensi pemborosan itu sangat besar. Ada rumah jabatan anggota yang masih bisa dipakai, kenapa harus ada anggaran yang rata-rata per tahun harus dikeluarkan untuk perumahan sekitar Rp500-an juta," imbuhnya.
Baca juga:
Baidul menambahkan, mekanisme pengawasan penggunaan anggaran di DPR selama ini juga cukup lemah, terutama pengelolaan anggaran yang diberikan kepada masing-masing anggota DPR.
"Misalnya, anggaran proses pertanggungjawabannya seperti apa, selama ini juga kita transparansinya juga masih lemah dan akuntabilitasnya saya kira juga masih cukup rendah. Penting untuk dilakukan upaya-upaya pengawasan yang lebih komprehensif," paparnya.
Lebih lanjut, Baidul menyayangkan kebijakan ini di tengah kondisi masyarakat yang masih kesulitan memiliki rumah.
"Empati anggota dewan terhadap kondisi masyarakat kita. Pertama, masyarakat masih belum bisa bangkit dari kondisi keterpurukan Covid kemarin. Dan data BPS menunjukkan ada 9,9% masyarakat Indonesia yang masih belum punya rumah. Nah ini kita menuntut empati itu, kenapa tidak kemudian memanfaatkan rumah jabatan anggota yang ada. Kemudian rencana anggaran itu digunakan untuk alokasi anggaran yang berpihak kepada masyarakat yang belum memiliki rumah," pungkasnya.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!