NASIONAL
TNI Jaga Kejaksaan RI, Menimbulkan Kekacauan Sistem Tata Negara?
Pelibatan TNI dalam pengamanan Kejagung berpotensi menimbulkan kompleksitas yuridis terkait independensi kejaksaan.

KBR, Jakarta- Penyerangan terhadap sejumlah jaksa di beberapa daerah tidak bisa jadi pembenar bahwa TNI bisa menjaga Kejaksaan RI. Selain penyerangan, dasar pelibatan TNI dalam penjagaan Kejaksaan adalah Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan RI.
Pernyataan ini disampaikan pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi. Ia menilai, pelibatan TNI dalam pengamanan Kejagung berpotensi menimbulkan kompleksitas yuridis terkait independensi kejaksaan.
"Ini cukup aneh, ya. Secara hukum harusnya kejaksaan melibatkan Polri, karena ini lebih relevan dan memiliki kewenangan yang jelas jika dibandingkan TNI. Dengan adanya pelibatan TNI ini lagi-lagi justru semakin memperjelas hukum-hukum yang dilanggar," kata Fahmi kepada KBR, Kamis (29/5/2025).
Selain itu, Fahmi juga menyebut hadirnya TNI di Kejaksaan Agung bisa memicu kekhawatiran akan intervensi militer di ranah peradilan.
“Penggunaan kekuatan militer dalam urusan sipil ini kan hanya bisa dibenarkan dalam situasi yang urgensitasnya jelas,” imbuhnya.
Aturan yang Dilanggar
Senada, Peneliti Senior Imparsial, Al Araf menyebut, pelibatan prajurit TNI untuk menjaga kejaksaan di seluruh Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang TNI dan konstitusi.
“Saya rasa tidak ada kedaruratan dalam hal ini, ya. Apa yang terjadi di seluruh wilayah Indonesia, hari ini kondisinya masih situasi normal,” ujarnya kepada KBR, Jumat, (30/5).
Menurutnya, pengamanan kejaksaan bisa dilakukan satuan pengamanan internal atau satpam, tanpa perlu melibatkan personel TNI. Sebab, tak ada ancaman yang bisa menjustifikasi dan mengharuskan pengerahan satuan TNI.
"Jadi, kalau TNI diseret untuk menjaga jaksa, tentu kondisi ini dapat menimbulkan kekacauan dalam sistem ketatanegaraan yang ada, dengan mencampurkan fungsi penegakan hukum dan fungsi pertahanan," ujarnya.
Tugas Pokok TNI
Dalam Pasal 3 ayat 1 UU TNI hasil revisi disebutkan, dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan di bawah presiden.
Lalu, pada Pasal 7 ayat 1 UU TNI menjelaskan soal tugas pokok tentara, yakni menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Tugas pokok tersebut dijabarkan dalam Pasal 7 ayat 2, antara lain operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang (OMSP). OMSP dijabarkan ke dalam 16 tugas pokok, antara lain mengatasi gerakan separatis bersenjata, mengatasi pemberontakan bersenjata, dan mengatasi aksi terorisme.
Pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, kecuali untuk ayat (2) huruf b angka 10 (membantu Polri dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur undang-undang).

Jaksa Diserang?
Sebelumnya, seorang jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Deli Serdang, Sumatra Utara John Wesli Sinaga (53) dan stafnya, Acensio Silvanof (25) dibacok sejumlah orang, Sabtu, (24/5/2025). Akibatnya korban mengalami luka serius dan harus dirawat intensif di rumah sakit.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, Adre Wanda Ginting mengatakan, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 13.15 WIB. Lokasi pembacokan di ladang sawit milik jaksa.
Kedua korban berangkat dari rumah menuju ladang milik pribadi mereka di wilayah Serdang Bedagai pada pukul 09.35 WIB untuk memanen buah sawit.
Pembacokan dilakukan dua orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor abu-abu di Ladang Sawit Dewsa Perbaingan, Kotari, Serdang Bedagai.
Dugaan sementara, kasus ini berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani korban. Saat ini Ditreskrimum Polda Sumut sudah berhasil mengamankan tiga orang pelaku.
Mereka adalah AFL alias Kepot, yang diduga menjadi otak pelaku dan merupakan petinggi sebuah organisasi masyarakat. Motif pelaku diduga karena sakit hati atas perkara pribadinya pada 2024 yang tak kunjung selesai.
Dua pelaku lain adalah SD alias Galo yang berperan sebagai eksekutor, dan M alias B yang mengantar kendaraan.
Penyerangan di Depok
Seorang pegawai Kejaksaan Agung (Kejagung) berinisial DSK dibacok orang tak dikenal (OTK) di Depok, Jawa Barat, pada Sabtu (24/5/2025) dini hari.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menjelaskan, kejadian ini bermula ketika DSK pulang dari dinas di Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi (Daskrimti) Kejagung, Jumat, (23/5/2025), pukul 21.00 WIB.
DSK sempat meneduh di sebuah warung kopi karena hujan lebat, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan pulang.
Namun, di tengah perjalanan sekitar pukul 02.30 WIB, DSK didekati dua orang tak dikenal yang berboncengan dengan motor dari arah berbeda.
Dua OTK itu lalu meneriakkan kata sikat sambil mengayunkan senjata tajam ke lengan DSK. Pelaku juga sempat mengeluarkan kata ‘mampus lu’ ke arah korban. Usai melakukan aksinya, pelaku meninggalkan lokasi kejadian. Akibat kejadian ini, DSK menderita luka berat di pergelangan tangan kanan.
Harli mengklaim, pembacokan tidak berkaitan dengan perkara yang tengah ditangani. Dugaan sementara, pelaku hendak membegal.
Kejagung Minta Tingkatkan Kewaspadaan
Usai peristiwa penyerangan tersebut, Kejagung mengingatkan para aparatur kejaksaan di seluruh Indonesia untuk semakin waspada.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar juga telah memerintahkan kejaksaan di seluruh daerah untuk bersiap menerapkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 tentang Pelindungan Negara terhadap Jaksa.
"Perpres ini merupakan bagian untuk memperkuat kerja sama antara kejaksaan dengan Polri dan TNI. Langkah ini juga sebagai bentuk perlindungan terhadap penegakan hukum. Jadi ini di daerah sedang berproses ya penerapannya. Tentu disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing," katanya berdasarkan rilis yang diterima.
Usut Tuntas
Komisi Kejaksaan (Komjak) Republik Indonesia turut prihatin atas peristiwa penyerangan terhadap jaksa belakangan ini.
Menurut Ketua Komjak, Pujiyono Suwadi, peristiwa penyerangan ini perlu diusut agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Ia menuntut pelaku diberikan sanksi tegas.
"Tentu kasus ini harus diselesaikan secara tuntas, ya. Pelaku harus ditangkap, motifnya harus diungkap. Jaksa ini sebenarnya rawan sekali dia, karena dia berkaitan dengan perkara ya. Makanya perlu pengawasan ketat sebetulnya," kata Pujiyono kepada KBR, Rabu, (28/5).
Pujiyono menilai, Perpres Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Jaksa, yang baru diteken Presiden Prabowo adalah kebijakan yang tepat. Sebab, menurutnya, pengamanan jaksa sudah sangat mendesak, mengingat ancaman terhadap aparat penegak hukum semakin nyata terjadi.
"Kejagung, kan, juga objek vital yang harus dilindungi dan TNI juga memiliki kewenangannya dalam hal ini. Kalau pengamanan dari kepolisian tentu sifatnya pribadi atau personal. Sedangkan untuk pengamanan institusi itu lebih ke TNI. Tentu dengan pengamanan dari Polri dan TNI diharapkan peristiwa semacam ini tidak terjadi lagi," ucapnya.
Lebih lanjut, Pujiyono mengatakan, Komjak juga akan segera menyusun laporan tentang urgensi pengamanan jaksa usai insiden pembacokan.
Sikap TNI
Kepala Pusat Penerangan (Puspen) TNI Mayjen Kristomei Sianturi menjelaskan perbantuan TNI kepada kejaksaan merupakan bagian dari kerja sama resmi.
Pengamanan kejaksaan personel TNI itu mengacu pada Telegram Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto pada 5 Mei 2025 dan Nota Kesepahaman NK 6/IV/2023 yang diteken pada 6 April 2023.
"Iya, ini adalah bentuk sinergitas bersama. Surat telegram tersebut merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif, sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya,” ujar Kristomei berdasarkan rilis yang diterima KBR, Senin, (2/6/2025).
Kristomei menjelaskan, segala bentuk dukungan TNI tersebut dilaksanakan berdasarkan permintaan resmi dan kebutuhan yang terukur. Ia juga menegaskan, perbantuan tersebut tetap mengacu ketentuan hukum yang berlaku.
Kristomei memastikan, TNI senantiasa menjunjung tinggi prinsip profesionalitas, netralitas, dan sinergitas antar-lembaga.

Motif Beragam
Peneliti bidang hukum dari lembaga penelitian kebijakan publik atau The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), Christina Clarissa Intania menilai, kekerasan terhadap aparat hukum tidak muncul dari ruang kosong. Motifnya sangat beragam, tergantung konteks perkara yang sedang ditangani.
Beberapa di antaranya bertujuan menghambat jalannya proses hukum, mengarahkan hasil putusan sesuai kepentingan tertentu, hingga mencegah terungkapnya informasi yang dapat merugikan pihak-pihak tertentu.
"Oleh karena itu, sulit untuk menarik kesimpulan tunggal atau menyamaratakan penyebabnya. Karena kejadian penyerangan terhadap APH bukan kejadian pertama, ini sudah berulang. Dan tampaknya tidak ada evaluasi dalam hal ini, semisal pengamanan atau mekanisme internal lembaga terkait,” kata Christina kepada KBR, Kamis, (29/5).
Efektivitas
Christina juga menyoroti kerja sama antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan TNI. Menurutnya, secara prinsip pengamanan TNI terhadap Kejagung merupakan salah satu opsi yang bisa dilakukan. Namun, efektivitas kerja sama ini perlu dikritisi secara jujur.
”Ini menimbulkan pertanyaan, sebenarnya siapa atau apa yang sedang dilindungi dan dari siapa? Jika, personel kejaksaan masih dapat diserang secara terang-terangan, maka tujuan awal dari kerja sama pengamanan ini layak untuk ditinjau ulang,” ujar Christina kepada KBR.
“Terlepas dari polemik TNI yang menjaga Kejaksaan, perlindungan yang diberikan Polri dan TNI sejauh ini masih tampak terbatas pada aspek fisik dan simbolik, seperti penjagaan perimeter gedung, tanpa menyentuh substansi perlindungan terhadap individu yang secara langsung berhadapan dengan risiko dalam pekerjaan mereka,” tuturnya.
Prabowo Teken Perpres Nomor 66/2025
Presiden Prabowo Subianto meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 tentang Perlindungan Negara terhadap Jaksa dalam Melaksanakan Tugas dan Fungsi Kejaksaan Republik Indonesia.
Dalam Perpres ini Kejaksaan berhak mendapatkan pelindungan dari dua institusi keamanan negara, yakni kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Dalam menjalankan tugas dan fungsi, Jaksa berhak mendapatkan Pelindungan Negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta benda," demikian bunyi Pasal 2 Perpres 66/2025.
Perpres ini juga mengatur sumber pendanaan untuk penyelenggaraan pelindungan negara oleh Polri dan TNI. Pasal 11 menjelaskan, pembiayaan pelindungan menggunakan APBN pada bagian anggaran Kejaksaan RI.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah mengerahkan pasukan untuk menjaga kantor kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi di seluruh Indonesia.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!