NASIONAL
Titi Anggraini Desak DPR Segera Revisi UU Pemilu dan Pilkada
Titi Anggraini tidak ingin RUU tersebut dibiarkan, dan baru dibahas mendekati pemilu.
AUTHOR / Shafira Aurel
-
EDITOR / Sindu

KBR, Jakarta- Pengamat pemilu sekaligus pakar hukum dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini mendesak DPR segera menyusun aturan penyelenggaraan pemilu dan pilkada dalam satu undang-undang.
“Secara filosofis, sosiologis, dan yuridis telah terpenuhi prasyarat objektif kemendesakan untuk mencabut atau mengganti Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada dengan UU baru, melalui model kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada dalam satu naskah undang-undang yaitu Undang-Undang tentang Pemilihan Umum," ujar Titi dalam Diskusi Publik: Urgensi Kodifikasi UU Pemilu, Minggu, (26/1/2025).
Menurutnya, aturan itu penting disegerakan, agar Indonesia memiliki dasar hukum yang lebih sederhana, terintegrasi, dan responsif terhadap kebutuhan penyelenggaraan demokrasi.
"Kodifikasi pengaturan pemilu dan pilkada dalam satu naskah Undang-Undang tentang Pemilihan Umum akan lebih relevan dalam membangun koherensi, dan konsistensi pengaturan, serta lebih memudahkan penggunaannya," imbuhnya.
Titi Anggraini tidak ingin RUU tersebut dibiarkan, dan baru dibahas mendekati pemilu. Sebab, pembahasan RUU ini memerlukan waktu cukup lama, mengingat luasnya ruang lingkup materi muatan dalam UU Pemilu. Selain itu, untuk memastikan partisipasi semua pihak secara bermakna.
"Maka UU Pemilu yang baru diharapkan selesai paling lambat awal tahun 2026, agar ada perbaikan mekanisme dalam rekrutmen penyelenggara pemilu yang lebih baik, dan menjamin independensi penyelenggara," katanya.
Sebelumnya, rapat Baleg DPR menyepakati revisi Undang-Undang (UU) Pilkada dan Pemilu masuk daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2025, Senin, (18/11/2024).
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!