ASIACALLING
Tiga Tunanetra Buat Podcast Olahraga yang Populer di Korea
Tak satu pun dari mereka benar-benar pernah melihat pertandingan tersebut.
AUTHOR / Jason Strother
Bisbol rupanya populer juga di Korea Selatan. Tiga pria ini bahkan sampai membuat program audio atau podcast tentang pertandingan bisbol. Padahal tak satu pun dari mereka benar-benar pernah melihat pertandingan tersebut. Koresponden Asia Calling Jason Strother menemui ketiga orang tuna netra ini di Seoul.
Para penggemar bisbol di Korea sedang menonton salah satu pertandingan di stadion. Mereka bernyanyi dan menari bersama pemandu sorak. Bagi Kwon Soon-chul, kenangan terbaiknya tentang olahraga ini justru dari pertandingan yang disiarkan di radio saat dia kecil.
Saat itu, ia begitu terpesona. “Sebagai orang yang benar-benar buta tentunya saya tidak bisa menikmati pertandingan secara visual. Jadi saya berkonsentrasi pada suara pertandingan, seperti saat catcher menangkap bola atau pemukul mengenai bola. Saya suka mendengar semangat dari permainan ini,” ungkap Kwon.
Kwon, yang sekarang berusia 35 tahun, bilang pertandingan bisbol sangat ideal bagi tunanetra karena berjalan lambat. Penyiar bisa menggambarkan apa yang terjadi secara detail di lapangan dan ada banyak waktu untuk mendiskusikan hal-hal seperti statistik pemain.
Temannya, Lee Chang-hoon, yang berusia 31 tahun juga seorang tunanetra. Seperti Kwon, Lee pun penggemar berat bisbol. Dia bahkan pernah mendapat kehormatan untuk melempar bola saat pertandingan pembuka Liga Korea pada 2012.
Menggunakan mode pencarian dengan suara di ponsel cerdasnya, Lee menunjukkan pada saya sebuah video di Youtube.
“Ketika saya berdiri di atas gundukan tanah dan mendengar orang banyak berteriak, saya tidak bisa menjelaskan betapa gugupnya saya. Tapi saya berhasil mewujudkan salah satu mimpi saya,” tutur Lee. Saya bertanya bagaimana lemparannya? Dia menjawab, “Saya rasa tidak begitu bagus karena kamera bahkan tidak bisa mengikutinya.”
Karena cintanya pada olahraga ini, Kwon dan Lee pada 2015 mulai membuat podcast bernama Jukan Yago Way atau Weekly Baseball Why. Dan menjadi salah satu podcast olahraga yang paling banyak diunduh di Korea saat ini.
Program mingguan ini menyajikan rangkuman apa yang terjadi di Liga Korea dan Liga Utama Amerika Utara. Dan tahun lalu, Kwon dan Lee meminta Ko Jeong-hyun, yang juga tunanetra, untuk bergabung dengan mereka.
Ko bilang pada saya program itu bukan tentang tiga orang buta yang bicara soal bisbol. “Kami bahkan tidak bilang pada pendengar kalau kami buta. Mereka mungkin mengira kami hanya penggemar bisbol amatir seperti orang lain,” jelas Ko.
Dua presenter yang bukan tunanetra hadir bergabung dengan mereka di program itu.
Kwon Soon-chul mengedit dan memproduksi program ini sendirian. Dia menunjukkan pada saya cara menggunakan perangkat lunak pembaca layar, yang menyebutkan dengan lantang apa yang muncul di layar laptopnya.
Kwon mengaku sangat menyukai radio. Selain podcast bisbol, dia adalah pembawa acara program teknologi adaptif dan membantu program lain terkait masalah disabilitas. Tapi bekerja sebagai penyiar tidak cukup untuk menghidupinya.
Kwon dan teman-temannya bekerja secara penuh atau paruh waktu sebagai pemijat.
Konstitusi Korea Selatan melindungi hak warganya yang mengalami gangguan penglihatan untuk bekerja di industri pijat. Lee Pyeong-dong, ketua Serikat Pekerja Tunanetra Korea, menjelaskan UU itu satu sisi membantu orang buta sekaligus membatasi mereka.
“Banyak warga Korea Selatan punya prasangka kalau orang buta hanya memenuhi syarat untuk jadi pemijat, termasuk tunanetra itu sendiri. Sekolah untuk tunanetra hanya mengajarkan cara memijat sehingga banyak orang percaya ini satu-satunya pilihan karir bagi mereka,” jelas Lee Pyeong-dong.
Menurut Lee, saat ini ada lebih banyak pilihan pekerjaan untuk tunanetra di Korea Selatan. Tapi untuk bisa benar-benar mandiri secara keuangan, itu masih sulit.
Produser Podcast Kwon Soon-chul mengaku mereka masih membutuhkan pekerjaan sebagai tukang pijat.
“Jika saya bisa mencari nafkah hanya dengan siaran, saya akan berhenti jadi tukang pijat. Tapi sekarang, itu tidak mungkin. Meski begitu saya tetap senang bisa punya pekerjaan,” kata Kwon.
Untuk saat ini, Kwon dan teman-teman bertekad akan terus memproduksi podcast bisbol selama mereka bisa meski harus merogoh kocek sendiri. Uang itu digunakan untuk membayar jurnalis olahraga yang tampil setiap episode.
Rekan Kwon, Ko Jeong-hyun bercerita kalau mereka telah mengubah gambaran tentang orang buta. “Jurnalis profesional ini sangat terkejut karena ada beberapa tunanetra yang mengerti soal bisbol dan tahu cara bermainnya,” kata Ko.
Ko mengaku saat-saat seperti itu membuatnya merasa bangga dengan hasratnya terhadap olahraga bisbol.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!