NASIONAL
Terjerat Konflik Lahan, Warga Sukahaji: Kebakaran Berulang dan Intimidasi
Warga tak hanya menghadapi kehilangan harta benda dan tempat tinggal, tetapi juga terus mengalami tekanan psikologis akibat intimidasi.

KBR, Jakarta– Forum Sukahaji Melawan mengungkap kebakaran hebat yang melanda permukiman warga di Kelurahan Sukahaji, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu malam (9/4) bukan kali pertama terjadi.
Ketua Forum Sukahaji Melawan, Ronal, menyebut kebakaran serupa juga terjadi pada 2018 di lokasi yang sama. Kondisi itu membuat warga menduga kuat kebakaran kali ini disengaja.
Ketua Forum Sukahaji Melawan, Ronal menyebut warga masih trauma dengan kebakaran yang terus berulang. Ia menduga kuat kebakaran itu terkait langsung dengan konflik lahan yang telah berlangsung puluhan tahun.
“Ya pasti, itu kan mereka kerugiannya luar biasa, satu bukan kerugian materi saja, immaterial seperti kejiwaan, syok, stress lah memulai kan butuh waktu dan modal. Sudah pernah (kebakaran-red) 2018 dan 2025 dua kali, kalau menurut analisa kami kebakaran kemarin itu disabotase lah, karena terkait kasus lahan ini kan,” ucapnya kepada KBR, Senin (14/4/2025).
Lahan seluas 7,5 hektare yang kini dihuni warga sejak 1985 itu diklaim milik Junus Jen Suherman dan Juliana Kusnandar. Mereka menyebut memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), meski warga sendiri belum pernah diperlihatkan dokumen tersebut secara langsung.
“Dia mengeklaim itu berdasarkan sepihak. Kalau berdasarkan sepihak mending pengadilan sekalian agar jelas, pengadilan memutuskan sepihak bahwa itu (lahan) punya si Junus dinyatakan sah secara hukum, ini kan tidak, (hanya) sepihak berdasar keterangan dari dia,” tuturnya.
Ronal menambahkan, warga tak hanya menghadapi kehilangan harta benda dan tempat tinggal, tetapi juga terus mengalami tekanan psikologis akibat intimidasi.
“Masih (ada intimidasi) justru pihak-pihak mereka yang selalu mengintimidasi berkeliaran setiap hari termasuk Babinsanya juga ikut kemudian ormas, sebagian bisa melawan, sebagian pasrah,” tuturnya.
Ronal menambahkan, situasi di wilayahnya kian memanas sejak awal 2025 ketika pagar seng tiba-tiba dipasang di sekitar permukiman warga. Pagar ini dianggap membatasi ruang gerak dan aktivitas ekonomi warga. Gugatan terhadap pemasangan pagar seng itu kini masih berproses di Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor perkara 119/Pdt.G/2025/PN.Bdg.
H-1 Sidang
Ronal mengungkap hal yang mencurigakan dari kebakaran tersebut. Menurut dia, kebakaran seolah sengaja dilakukan sehari sebelum sidang perdana atas gugatan tersebut digelar.
Senada, LBH Bandung menilai waktu kebakaran yang bertepatan dengan proses hukum bukan sekadar kebetulan.
“Pemukiman warga Sukahaji dibakar setelah sebelumnya juga terbakar hebat pada 2018 di lokasi yang sama. Ini bukan musibah biasa, tapi dugaan kuat sabotase,” tulis @lbhbandung melalui akun Instagram mereka.

Data dari Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Dinas Pemadam Kebakaran Kota Bandung menunjukkan, kobaran api menghanguskan tiga rumah warga serta 45 unit jingko palet kayu. Hingga kini, belum ada informasi resmi mengenai jumlah korban luka maupun jiwa.
“Penyebab kejadian belum diketahui. Korban juga belum diketahui,” demikian pernyataan dari Pusdalops.
Berdasarkan kesaksian warga setempat, kehadiran pria-pria berbadan tegap kerap terlihat menjelang dan setelah insiden kebakaran. Mereka diyakini bagian dari tekanan sistematis untuk memaksa warga angkat kaki dari lahan.
Persidangan pertama itu terpaksa ditunda hingga Kamis (17/4) karena ketidakhadiran pihak tergugat dari unsur pemerintah yakni perwakilan dari Kelurahan Sukahaji dan Kecamatan Babakan Ciparay.
Bantahan
Di sisi lain, pihak tergugat melalui kuasa hukumnya, Rizal Nusi membantah keterlibatan dalam kebakaran. Ia bahkan mempertanyakan apa untungnya jika pihaknya melakukan pembakaran. Menurutnya, tanah itu memang sah milik kliennya, dibuktikan dengan SHM dan surat dari BPN yang menyatakan tidak ada sengketa atau tumpang tindih kepemilikan.
“Terkait kebakaran kemarin saya juga sudah koordinasi dengan teman-teman kepolisian agar segera diusut tuntas, karena logikanya kalau dari pihak kami yang diduga dituduh untuk melakukan pembakaran ya apa untungya buat kami malah enggak kondusif malah terganggu pekerjaan kami untuk melakukan pengosongan,” ujarnya kepada KBR, Senin (14/4/2025).
Pihaknya pun siap hadapi gugatan dari warga Sukahaji yang menolak pemagaran pagar seng di atas lahan sengketa yang diklaim punya pengusaha Junus Jen Suherman dan istrinya, Juliana Kusnandar.
Rizal mengatakan gugatan yang diajukan warga penolak pengosongan lahan tersebut menyoroti soal pemasangan pagar bukan pembatalan serfikat tanah kliennya.
Kata Rizal, sejatinya lahan seluas 7,5 hektare tersebut memang dimiliki Junus dan Juliana hal itu dibuktikan dengan adanya Sertifikat Hak Milik (SHM) sehingga tak ada pihak manapun yang boleh mengeklaim sembarangan apalagi sudah dilakukan pengecekan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait kepemilikan tanah itu.
“Untuk membuktikan sertifikat itu terdapat timpang tindih atau tidak, kami sudah melakukan permohonan checking di BPN dan sudah keluar produk dari BPN namanya Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang pada intinya di SKPT itu dinyatakan bahwa sertifkat ini tidak sedang ditanggungkan atau dijaminkan ke bank, yang kedua sertifikat ini tidak terdapat sengketa, ketiga sertifikat ini tidak terdapat riwayat kasus. Jadi sudah clean and clear kalau memang tanah tersebut tidak ada tumpang tindih kepemilikan atau tidak ada sengketa,” jelasnya kepada KBR, Senin (14/4/2025).
Baca juga:
- Serikat Petani Minta Prabowo Evaluasi Pelaksanaan Reforma Agraria
- Komnas HAM: Pelanggaran Akibat Konflik Agraria jadi Aduan Terbanyak Tiap Tahun
Rizal menambahkan pemasangan pagar seng di area tersebut merupakan hak dari kliennya, terlebih berdasarkan dokumen yang dimiliki memang tanah tersebut adalah kepemilikan Junus dan Juliana.
“Terkait gugatan dari pihak teman-teman yang memang kontra untuk dilakukan pengosongan itu hanya gugatan terkait dengan pemagaran yang tidak ada izin dari mereka sedangkan legal standing atau hak mereka melakukan gugatan itu tidak ada surat apapun entah itu letter c atau apapun (dokumen) yang mereka miliki terkait kepemilikan lahan, jadi untuk proses pemagaran itu hak dari klien saya,” ucapnya.
Rizal menjelaskan upaya pengosongan rumah warga sudah dilakukan beberapa kali, namun sejauh ini sudah ada lebih kurang 1.200 rumah dikosongkan dan dirubuhkan.
“Percobaan untuk pengosongan ini tidak sekali dua kali, saya Rizal Nusi dari kantor pengacara Rizal Nusi ini sudah percobaan yang kelima. Jadi memang percobaan untuk pengosongan ini sudah berkali-kali, cuman yang sekarang dikatakan cukup berhasil karena ada 1.200 rumah lebih yang sudah kosong dan dihancurkan oleh mereka sendiri,” jelasnya.
Bila memang warga protes karena merasa sudah menghuni rumah selama puluhan tahun di lahan itu, maka Rizal mempersilakan untuk mengajukan SHM ke BPN. Namun dia yakin pengajuan itu bakal ditolak.
“Saya yakin pasti akan ditolak karena SHM kita dari tahun 88, itu paling baru dari tahun 88, sisanya saya juga lupa ada yang lebih lama lagi, PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) juga klien saya yang bayar sampai 2024 kemarin,” terangnya.
Kasus Sukahaji menambah daftar panjang konflik agraria di Bandung, menyusul kasus konflik lahan di Tamansari dan Dago Elos.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!