NASIONAL
Sudah Ada Titah Prabowo, RUU PPRT Bisa Disahkan Tahun Ini?
“Kita berharap sih itu bukan hanya pernyataan politik tetapi juga pernyataan politiknya benar-benar ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkret pembahasan berikutnya,”

KBR, Jakarta- Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berjanji Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) akan dibahas dan disahkan tahun ini.
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan mengatakan langkah ini diambil sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto. Ia menyebut pihaknya juga telah memetakan sejumlah urgensi ihwal RUU PPRT tersebut.
Pembahasan RUU PPRT tidak akan dilakukan dari nol, tetapi mematangkan dari draf yang telah diselesaikan pada periode lalu dengan mendegar dan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak.
Menurut Bob, pelibatan masukan itu dinilai penting untuk memenuhi partispasi bermakna atau meaningful participation dalam penyusunan suatu rancangan undang-undang.
"Penyusunan naskah RUU PPRT telah dilakukan dan diselesaikan DPR periode 2019-2024. Draf RUU hasil penyusunan keanggotaan periode lalu, dalam periode kali ini masuk Prolegnas 2025. Kita tahun ini akan menyukseskan RUU PPRT. Kita betul-betul melihat kondusivitas, negara hadir dalam menjaga HAM di RI," ujar Bob dalam rapat dengar pendapat umum pembahasan RUU PPRT, Senin (5/5/2025).
Bob menekankan RUU PPRT harus segera diselesaikan karena akan menjadi payung hukum bagi para pekerja rumah tangga baik yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri.
"Melalui keamanan, RUU PPRT membuat Indonesia dapat menuntut negara lain, dalam mempekerjakan pekerja Indonesia harus memperhatikan asas resiprokal," katanya.
Baca juga:
- Jala PRT Tagih Janji DPR Bahas dan Sahkan RUU PPRT
- Tak Disahkan di Paripurna Terakhir, RUU PPRT Masuk Daftar Prolegnas DPR Baru
Koalisi Minta DPR Sungguh-Sungguh Sahkan RUU PPRT
Sementara itu, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) meminta agar komitmen pemerintah dan DPR bisa direalisasikan dalam waktu dekat.
Anggota Jala PRT, Ari Ujianto menegaskan sudah tidak ada alasan bagi pemerintah dan DPR untuk terus menunda pembahasan RUU PPRT. Sebab, ia menyebut kondisi saat ini sudah darurat mengingat setiap tahunnya banyak PRT yang terus menjadi korban kekerasan.
"Kami berharap RUU PPRT ini bisa segera direalisasikan. Para PRT ini butuh payung hukum, dan negara harus hadir," ujar Ari dalam rapat dengan pendapat bersama Baleg DPR, Senin (5/5/2025).

Ari membeberkan sejumlah hak dasar yang harus tercantum dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Diantaranya mendapatkan upah yang layak berdasarkan kesepakatan, jam kerja yang manusiawi, jaminan sosial, hak atas istirahat, libur, serta cuti yang juga disepakati bersama.
"Hak-hak dasar ini harus dijamin. Jam kerja manusiawi, enggak boleh eksploitasi terus-menerus, itu enggak boleh. Harus ada jam istirahat di situ, ada libur, ada cuti berdasar kesepakatan," ucapnya.
Lebih lanjut, Ari juga menjelaskan RUU PPRT penting untuk segera dihadirkan karena bisa memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap para pekerja rumah tangga, meningkatkan kesejahteraan, serta mencegah segala bentuk diskriminasi, eksploitasi, dan pelecehan terhadap PRT.
Ari juga memastikan RUU PPRT tidak akan mengubah suasana kekeluargaan dan budaya kearifan lokal yang sudah berjalan baik, serta menjunjung tinggi rasa keadilan.
Pengakuan PRT Rentan Alami Kekerasan
Salah satu PRT, Aan Ningsih mengaku kerap mendapatkan tindakan kekerasan dari majikannya. Tak kala ia merasa takut dan buntu saat ingin memperjuangkan hak dan keadilannya.
Menurutnya, kekosongan hukum ini menjadi celah maraknya tindakan kekerasan yang menerpa PRT.
Untuk itu, Ningsih pun berharap negara betul-betul hadir memberikan perlindungan dan keadilan yang layak bagi para pekerja rumah tangga.
"Kami sangat membutuhkan sekali pengakuan sebagai pekerja rumah tangga, selama ini kami banyak mengalami tidak dimanusiakan sebagai manusia. Saya sendiri sebagai pekerja rumah tangga itu mengalami pelecehan dan kekerasan dalam bekerja. Kala malam saya berdoa, Ya Allah kapan saya mendapatkan payung hukum dan perlindungan dari pemerintah?," tuturnya dalam rapat dengan pendapat bersama Baleg DPR, Senin (5/5/2025).

Dorongan Komnas Perempuan soal Pengesahan RUU PPRT
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menegaskan dukungan terhadap realisasi pengesahan RUU PPRT menjadi Undang-undang, setelah sebelumnya janji dan komitmen disampaikan Presiden Prabowo Subianto.
“Kita berharap sih itu bukan hanya pernyataan politik tetapi juga pernyataan politiknya benar-benar ditindaklanjuti dengan langkah-langkah konkret pembahasan berikutnya,” ungkap Anggota Komnas Perempuan Yuni Asriyanti kepada KBR di Kantornya, Senin (5/5/2025).
Yuni mengatakan, RUU PPRT perlu ditindaklanjuti usai terkatung-katung selama dua dasawarsa.
“Selalu dipinggirkan, kayaknya ditaruh lah (RUU PPRT), bahas yang lain dulu gitu kan sedangkan undang-undang ini kan dia membahas ya justru mau mengakui dan memastikan pekerja rumah tangga malah ditunda-tunda terus,” tuturnya.
Komnas perempuan, lanjut Yuni, akan terus mengawal RUU PPRT sampai disahkan di parlemen. Menurutnya, sejumlah hambatan terkait pengesahan RUU PPRT cukup berlapis. Semisal, soal kepentingan PRT yang selama ini dianggap buruh kelas rendah.
“Banyak lapisan-lapisan persoalan di sana, perempuan pekerjaannya di dalam rumah yang dia bukan belum diakui sebagai area kerja, udah gitu kerjaannya tergantung yang dianggap nggak membutuhkan skill. Dikiranya kalau masak, bersih-bersih, tanpa skill,” jelasnya.
“Jadi ada layer-layer persoalan di sana yang kemudian juga beririsan juga dengan persoalan-persoalan ekonomi juga itu yang membuat dia kayak makin sulit untuk diakui sebagai pekerjaan. Apalagi kemudian dilindungi dengan standar hukum yang layak itu,” imbuhnya.

Yuni juga mengkritisi komitmen politik atau political will dari pemerintah dan DPR.
“Diskusi-diskusi atau rapat-rapat bersama dengan DPR tentu sering kali muncul pernyataan-pernyataan yang sebenarnya pernyataan bukan sebagai perwakilan DPR, tapi misalnya kekhawatiran-kekhawatiran mereka sebagai yang berperan sebagai majikan ada ketakutan-ketakutan yang tidak berdasar dan tidak penuh sebenarnya dengan adanya undang-undang ini,” tuturnya.
Yuni menekankan kepentingan RUU PPRT untuk segera disahkan sehingga bisa berdampak positif bagi seluruh pekerja rumah tangga.
“Bayangkan kalau dia (PRT) diakui sebagai sebuah pekerjaan nanti dampaknya ke pemerintah juga mereka akan berkontribusi terhadap angkatan partisipasi angkatan kerja perempuan, karena selama ini banyak yang kerja begini tapi nggak dihitung sebagai pekerjaan dan kemudian kalau dilihat lagi partisipasi perempuan angkanya dalam bekerja tidak terhitung,” ujarnya.
“Bayangkan kalau itu diakui (PRT) itu diatur itu dibuat standar yang jelas (RUU PPRT) dengan pekerjaan yang layak, itu luar biasa nanti dampaknya dan luar biasa lagi nanti dampaknya kepada ekonomi nasional karena melihatnya sih itu ya jadi dia bermanfaat tidak hanya dalam konteks perlindungan untuk PRT-nya tapi juga kepada majikannya atau pemberi kerjanya,” tambahnya.
Janji dan Komitmen Prabowo Tuntaskan RUU PPRT
Enam tuntutan utama yang disampaikan serikat pekerja dalam acara peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day, 1 Mei 2025.
Salah satu dari enam tuntutan itu yakni, pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).
Presiden Prabowo menyatakan akan menindaklanjuti seluruh aspirasi dengan serius dan melibatkan kementerian terkait untuk melakukan kajian mendalam.
“Saya ingin memberi hadiah kepada kaum buruh pada hari ini. Saya akan membentuk segera Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional yang akan terdiri dari semua tokoh-tokoh pimpinan buruh seluruh Indonesia,” ujar Prabowo dalam Acara peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 di Lapangan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025)
“Mereka tugasnya adalah mempelajari keadaan buruh dan memberi nasihat kepada Presiden mana undang-undang yang enggak beres, yang enggak melindungi buruh. Mana regulasi yang enggak benar, mereka memberi masukan ke saya dan segera akan kita perbaiki. ” imbuh Presiden.

Prabowo berkomitmen akan mempercepat pembahasan dan pengesahan RUU PPRT.
“Kita akan segera meloloskan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Wakil Ketua DPR yang hadir, Pak Dasco melaporkan ke saya minggu depan RUU ini akan segera dibahas. Mudah-mudahan tidak lebih dari tiga bulan, undang-undang segera dibereskan,” ujarnya.
Berapa Banyak PRT yang Menjadi Korban Kekerasan ?
Berdasarkan data Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), dalam periode 2021 sampai Februari 2024 terdapat total 3.308 kasus kekerasan yang dialami PRT.
Para korban rata-rata mengalami multi kekerasan psikis, fisik, ekonomi, hingga perdagangan manusia.
Sedangkan, Data Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mencatat bahwa 2019-2023, terdapat 25 kasus kekerasan terhadap PRT yang diadukan ke Komnas Perempuan.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2020 mencatat bahwa 30 persen dari Anak dalam Bentuk Pekerjaan Terburuk (BPTA) adalah PRT anak.
Dalam hal ini, PRT anak tidak hanya mengalami eksploitasi ekonomi, tetapi juga kekerasan seksual dan penyiksaan.

Upah Rendah PRT dan Mangkraknya Pembahasan RUU PPRT di Parlemen
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata nominal upah PRT di Indonesia pada 2022, sebesar Rp437.416 per bulan. Kisaran harga tersebut bisa berubah tergantung daerah.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) di parlemen sudah dua dekade mangkrak di DPR. RUU PPRT sudah diajukan ke DPR sejak 2004.
Selama 20 tahun, rancangan tersebut keluar masuk dari Program Legislasi Nasional atau Prolegnas DPR.
Selama itu pula, para PRT terus menunggu payung hukum yang melindungi mereka dari segala bentuk kekerasan, penyiksaan, dan perbudakan modern.
Baca juga:
- Nasib Pembahasan RUU PPRT: Menunda 1 Hari Artinya Membiarkan 10 Orang Jadi Korban
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!