NASIONAL

Sorot Kematian Bayu, Tahanan Polresta Palu yang Tewas

“Ingatkan lagi SOP-nya, itu (tahanan, red) anak orang, saudara orang, mertua orang, menantu orang ya. Mereka-mereka itu memang punya salah, tapi bukan berarti harkat martabatnya kita hilangkan ya,"

AUTHOR / Ardhi Ridwansyah, Heru Haetami, Resky Novianto

EDITOR / Resky Novianto

ilustrasi
Ilustrasi Tahanan Penjara. Freepik.jpg

KBR, Jakarta- Anggota Komisi III Bidang Hukum DPR RI dari Fraksi Golkar, Rikwanto mengingatkan kepada seluruh pimpinan kepolisian agar kasus kematian tahanan Polresta Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) bernama Bayu Adhitiyawan menjadi bahan evaluasi bersama.

Eks Kapolda Kalimantan Selatan ini mendorong agar pimpinan polisi di daerah bisa mengawasi dan memberikan arahan kepada bawahannya agar bekerja menangani tahanan sesuai standar operasional prosedur (SOP). Termasuk, mengungkap kematian Bayu yang sebenarnya.

“Ini anggota mesti dikasih tahu benar psikologis menghadapi tahanan, siapapun orangnya dalam kondisi apapun, dalam status apapun. Apabila dalam kekuasaan dan penguasaan anggota kepolisian, disitulah keamanan yang sangat terjaga bukan sebaliknya,” kata Rikwanto dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi Hukum DPR RI dengan Kapolda Sulawesi Tengah, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/10/2024).

“Ada maling ditangkap masyarakat, datang polisi jadi aman malingnya. Siapapun dia, apalagi cuma (tahanan, red) KDRT. Psikologis penjaga tahanan itu penting, itu orang kecil di level anggota kepolisian tapi tanggung jawabnya besar sekali,” imbuhnya.

Rikwanto turut meminta agar kepala kepolisian di daerah berinisiatif secara berkala melakukan inspeksi dan kunjungan di wilayahnya. Tujuannya, kata dia untuk melakukan pemantauan dan pemberian wejangan kepada jajaran polisi di tingkat bawah terkait penanganan tahanan.

“Sering-sering dikunjungi (anggota polisi, red), sering-sering dikasihkan ya tausiyah-tausiyah. Bagaimana SOP menangani tahanan, ya enggak masalah Kapolda turun enggak apa-apa ke ruang tahanan itu cek langsung tanya-tanya langsung,” ucap Rikwanto

“Ingatkan lagi SOP-nya, itu (tahanan, red) anak orang, saudara orang, mertua orang, menantu orang ya. Mereka-mereka itu memang punya salah, tapi bukan berarti harkat martabatnya kita hilangkan ya mereka harus kita jaga keselamatannya,” tambahnya.

Penjelasan Versi Kapolda Sulawesi Tengah

Sebelumnya, Kapolda Sulawesi Tengah, Agus Nugroho mengatakan pihaknya mendapat temuan penyebab tewasnya Bayu Adhitiyawan, tahanan di Polres Kota Palu bukan hanya karena penyakit yang diderita namun juga mengalami penganiayaan oleh oknum polisi yang berjaga dan sesama tahanan.

Agus menyebut, kini pihaknya tengah memproses temuan tersebut guna mengusut lebih lanjut.

“Menindaklanjuti temuan terus temuan dan fakta tersebut dapat kami sampaikan kepada bapak ibu anggota Komisi 3 DPR RI yang terhormat bahwa tim gabungan yang terdiri dari penyidik Ditreskrimum dan Ditpropam Polda Sulteng telah melakukan penyidikan terhadap perkara dimaksud dan saat ini sudah memasuki tahap finalisasi,” ujar Agus di Komisi III DPR RI, Senin (28/10).

Agus pun melaporkan bahwa saat ini telah merampungkan proses pemeriksaannya dan akan segera menggelar sidang kode etik profesi dalam waktu dekat.

“Saya sudah targetkan hari Kamis minggu ini sekembalinya kami dari Jakarta begitu pula dengan pihak Ditreskrimum seetalg menerima hasil ekshumasi pada hari Kamis tanggal 24 Oktober kemarin langsung melakukan pemeriksaan saksi ahli sehari sesudahnya yaitu tanggal 25 Oktober 2024 di Makassar Sulawesi Selatan,” katanya.

“Dan jika tidak ada halangan rencananya pada hari Selasa besok tanggal 29 Oktober 2024 akan dilakukan gelar perkara peningkatan status terlapor menjadi tersangka,” imbuhnya.

Tahanan Polresta Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) bernama Bayu Adhitiyawan tewas usai diduga menjadi korban penganiayaan dua anggota polisi. Keduanya yakni Bripda CH dan Bripda M.

Tanggapan Kuasa Hukum Keluarga Korban

Kuasa Hukum Keluarga Korban Bayu Adhitiyawan, Natsir Said mengatakan, ada kejanggalan dalam penetapan tersangka Bayu yang dilakukan pada tanggal 2 September 2024. Sebab, polisi tidak mengizinkan sama sekali Bayu didampingi oleh pengacara.

“Sementara dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 terkhusus pasal 44 ayat 1 sampai 3, ancaman kurungan terhadap tersangka KDRT itu 5 sampai 15 tahun. Dalam aturannya terutama di pasal 56 KUHAP mewajibkan orang yang diancam pidana 5 tahun minimal harus didampingi pengacara,” kata Natsir di Komisi III DPR, Senin (28/10).

Natsir menambahkan, bahwa Bayu dilaporkan dunia setelah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara dengan kondisi badan lebam. Kata dia, Bayu Adhitiyawan meregang nyawa karena negara gagal melindungi nyawa masyarakatnya sendiri.

Respons Kompolnas

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut perlu ada sanksi berat bagi polisi pelaku kekerasan terhadap tahanan.

Menurut Anggota Kompolnas Poengky Indarti, sanksinya bisa berupa pidana hingga pemberhentian tidak hormat.

"Untuk supaya ada efek jera perlu ada punishment. Punishment-nya itu pidana ya karena penyiksaan itu adalah tindak pidana. Kemudian, di sisi lain, ini juga melanggar etik. Sehingga harus diperiksa kode etik profesi KKEP. Nah, kami merekomendasikan kalau yang dilakukan adalah penyiksaan maka KKEP-nya hukumannya juga hukuman maksimal berupa PTDH," ujar Poengky kepada KBR Media, Senin, (28/10/2024).

Poengky Indarti menilai, masih lazimnya penganiayaan oleh aparat lantaran bekerja tanpa prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia.

Padahal, kata dia, prinsip HAM sudah diatur dalam Perkap dan KUHAP. Namun tidak dijalankan.

"Ini masih ada anggota-anggota yang mindsetnya masih tetap mindset masa lalu. Mereka memaksa orang mengaku, ketika melakukan interogasi, penyidikan, pemeriksaan, itu dipukulin dulu, dipaksa mengaku." katanya.

Kompolnas menyarankan, ruang pemeriksaan serta ruang tahanan kepolisian dilengkapi dengan fasilitas pencegahan tindakan penganiayaan.

"Pengawasan di ruang tahanan misal mesti ada CCTV, ada video camera yang bisa merekam proses pemeriksaan, kemudian recorder untuk memastikan yang bersangkutan tidak diintimidasi," ujar Poengky.

Pandangan Pengamat Kepolisian

Pengamat kepolisian dari Lembaga Studi Keamanan dan Strategis (ISESS), Bambang Rukminto, menilai tahanan kepolisian seharusnya sudah dihapuskan. Menurutnya, tidak ada aturan yang mengatur terkait penahanan oleh kepolisian.

"Jadi tahanan itu harus dikelola pihak yang lebih independen, yakni lembaga pemasyarakatan. Kalaupun kemudian mereka dibutuhkan untuk penyelidikan, bisa saja dimintai keterangan dengan prosedur yang ketat. Sehingga seseorang yang ditahan itu keamanan dan keselamatannya bisa dipertanggung jawabkan." ujar Bambang kepada KBR Media, Senin, (28/10/2024).

Bambang Rukminto mengungkap, fenomena penyiksaan dan penganiayaan di tahanan kepolisian juga terjadi lantaran pengawasan yang lemah.

"Tidak seperti selama ini yang tahanan dikelola oleh kepolisian sendiri, kemudian pengawasannya oleh kepolisian sendiri. Yang kemudian dampaknya tidak ada kontrol dan pengawasan yang kuat,” tutur Bambang

Akhirnya, munculah kekerasan-kekerasan di dalam tahanan oleh pihak penyelidik seperti itu."tutupnya.

Baca juga:

- Penyebab Tewasnya Bayu di Tahanan Polres Kota Palu Versi Kapolda

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!