BERITA

Sengketa Lahan di Bali, Ratusan Warga Korban Gusuran Bermalam di Sekitar Masjid

Alat-alat usaha pencucian pakaian atau laundry milik Nurhayati, seperti mesin cuci dan barang lainnya, banyak yang tidak bisa diselamatkan.

AUTHOR / Yulius Martony

Sengketa Lahan di Bali, Ratusan Warga Korban Gusuran Bermalam di Sekitar Masjid
Lokasi penggusuran lahan sengketa di Serangan, Denpasar, Bali. (Foto: Yulius Martoni)

KBR, Bali - Sebanyak 36 keluarga atau 350 jiwa korban penggusuran lahan Serangan di Denpasar, bermalam di tenda-tenda yang didirikan di sekitar Masjid Assyuhada, Serangan.

Tenda juga didirikan di lapangan yang disediakan untuk korban penggusuran.


Nurhayati, salah seorang ibu korban penggusuran mengatakan ia bersama suami serta tiga orang anaknya tidak dapat menyelamatkan barang karena rumah mereka digusur aparat.


Alat-alat usaha pencucian pakaian atau laundry milik Nurhayati, seperti mesin cuci dan barang lainnya, banyak yang tidak bisa diselamatkan.


Ia berharap pemerintah daerah bisa membantu mencarikan jalan keluar terhadap nasib mereka.


"Pemerintah, tolong anak saya. Sekolahnya normal sedangkan saya sudah tidak punya apa. Barang-barang sudah tidak ada, rumah tidak ada, dimana saya ditempatkan setelah ini?" keluh Nurhayati.


Suami Nurhayati berprofesi sebagai nelayan. Saat penggusuran, peralatan melaut suaminya juga tidak bisa diselamatkan.


Hingga Selasa (3/1/2017) malam para korban gusuran itu dikunjungi sanak saudara mereka. Banyak barang warga yang terpaksa dititipkan di rumah warga di sekitar tempat penggusuran. Selain memasang tenda di sekitar masjid, mereka juga ada yang tinggal di rumah saudara.


Pada Selasa (3/1/2017) siang aparat kepolisian mengeksekusi lahan seluas 9.400 meter persegi atas putusan Mahkamah Agung yang memenangkan gugatan atas nama Maisarah.


Gugatan ini berawal dari Abdul Kadir, ayah Maisarah, membeli tanah dari Asikin, keponakan Abdur Rahman.


Ahli waris Abdur Rahman, Aminolah dan Basse, menggugat ke Pengadilan Negeri tahun 1974 tetapi kalah. Saat banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar pada tahun 1975 juga kalah.


Lahan tersebut kemudian bersertifikat pada tahun 1992 atas nama Hj Maisarah.


Sebanyak 36 keluarga keturunan Abdur Rahman juga mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kasus tersebut, namun tetap kalah.


Setelah berkekuatan hukum tetap, akhirnya tanah tersebut dikosongkan melalui eksekusi yang dilakukan PN Denpasar.


Warga bertahan

Kepala Lingkungan Kampung Bugis, Mohadi mengatakan warga korban gusuran kini tetap bertahan di Kampung Bugis, pasca eksekusi lahan. Menurut Mohadi, puluhan keluarga keturuan Abdur Rahman itu sudah tinggal di Kampung Bugis, Serangan, Denpasar selama bertahun-tahun.


"Kita berharap ada perhatian dari Presiden, Gubernur, Walikota, Camat," kata Mohadi. Ia berharap warga korban gusuran itu tidak lama tinggal di tenda-tenda di pinggir jalan.


Dalam proses eksekusi penggusuran lahan, polisi menahan belasan orang karena melawan.


Pihak Maisarah, yang memenangkan gugatan lahan, mengklaim sudah tiga kali mengeluarkan peringatan kepada puluhan keluarga agar meninggalkan lahan seluas 9,400 meter itu.


Saat ini berbagai bangunan dan rumah di lahan tersebut sudah rata dengan tanah. Lahan itu kini dipasang pagar seng, dengan hanya menyisakan satu rumah adat Bugis yang berada tepat di depan masjid Assyuhada.


Editor: Agus Luqman 

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!