NASIONAL

Sengketa 4 Pulau di Aceh, Mendagri Bertindak di Luar Kewenangan, Prabowo Ambil Keputusan

Keputusan mendagri janggal dan bermasalah secara hukum.

AUTHOR / Aura Antari

EDITOR / Sindu

Google News
Sengketa 4 Pulau di Aceh, Mendagri Bertindak di Luar Kewenangan, Prabowo Ambil Keputusan
Konferensi Pers soal Permasalahan Empat Pulau di Perbatasan Provinsi Aceh dan Sumut, 17 Juni 2025.

KBR, Jakarta- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari menilai, ketidaksinkronan antara Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Presiden Prabowo Subianto lantaran ada dua matahari dalam pemerintahan.

Ketidaksinkronan yang dimaksud Feri adalah soal keputusan mendagri menetapkan empat pulau di Aceh ke wilayah Sumatra Utara. Keputusan itu menuai polemik, lantaran Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil, selama in masuk wilayah Aceh. Akhirnya, Presiden Prabowo turun tangan, dan menyatakan empat pulau itu masuk wilayah Aceh.

Menurut Feri, Surat Keputusan (SK) Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025, yang menetapkan empat pulau bersengketa masuk Sumatra Utara (Sumut) menunjukkan adanya keberpihakan terhadap kepentingan eks Presiden Joko Widodo dan keluarganya. Keputusan tersebut berbeda dengan visi Presiden Prabowo.

"Saya pikir ini dampak dari dua matahari, ya. Menteri bergerak untuk kepentingan mantan Presiden Joko Widodo dan keluarganya, sementara presiden yang berkuasa punya perspektif yang berbeda dalam mengelola negara," ujar Feri kepada KBR, Rabu, (18/6/2025).

Feri juga menjelaskan, keputusan mendagri janggal dan bermasalah secara hukum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, penentuan wilayah-wilayah daerah harus ditetapkan melalui undang-undang. Ia menilai, Mendagri Tito Karnavian telah bertindak di luar kewenangan dan melanggar aturan hukum yang berlaku.

"Dan memang tindakan dari Pak Menteri juga sangat janggal, karena penentuan wilayah-wilayah daerah tidak ditentukan oleh keputusan mendagri. Tetapi, berdasarkan Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengaturan wilayah-wilayah daerah itu diatur melalui undang-undang. Jadi, menteri dalam negeri sudah melanggar undang-undang sebenarnya," ungkapnya.

Feri mengatakan, perlu evaluasi dan perbaikan menyeluruh terhadap sistem pengambilan kebijakan sehingga tidak menimbulkan konflik politik maupun pelanggaran hukum di kemudian hari.

"Dan ini juga memperlihatkan bahwa dengan adanya dua matahari, ini sangat terlihat gerak-gerak menteri itu tidak sinkron dengan pimpinannya. Sekaligus untuk memperlihatkan perlu perbaikan menyeluruh terhadap berbagai problematika ini," pungkasnya.

Gubernur Sumut Imbau Warga Tak Terprovokasi

Namun, empat pulau itu kini telah ditetapkan masuk wilayah Aceh. Gubernur Sumatra Utara, Bobby Nasution mengimbau, masyarakat tidak terhasut pihak-pihak tidak bertanggung jawab, usai empat pulau bersengketa masuk wilayah administratif Aceh.

"Saya minta kepada seluruh masyarakat Sumatra Utara juga, tentunya Aceh adalah wilayah yang bertetangga dengan kita, jangan mau terhasut, jangan mau terbawa gorengan," ujar Bobby di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, (17/6/2025).

Bobby menegaskan, hasil dari kesepakatan ini dibuat demi kepentingan bangsa dan negara, bukan hanya Aceh dan Sumatra Utara.

"Kalau ada laporan ke masyarakat Aceh ataupun sejenisnya saya sebagai gubernur Sumatra Utara menyampaikan tolong itu diberhentikan, karena kesepakatan hari ini bukan hanya tentang Aceh dan Sumatra Utara, tetapi untuk bangsa dan negara kita," ucap dia.

Bobby turut mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo dan jajarannya yang telah mencari jalan keluar untuk menyelesaikan polemik empat pulau.

red
Konferensi Pers soal Permasalahan Empat Pulau di Perbatasan Provinsi Aceh dan Sumut, 17 Juni 2025.


Gubernur Manaf Harap Aceh dan Sumut Tetap Rukun

Gubernur Aceh, Muzakir Manaf berharap, polemik empat pulau berakhir dan tidak ada yang dirugikan baik Aceh maupun Sumatra Utara, usai putusan dari Presiden Prabowo.

"Jadi, mudah-mudahan ini sudah clear tidak ada masalah lagi, berdasarkan putusan Bapak Presiden dan Bapak Mendagri bahwa pulau tersebut sudah dikembalikan kepada Aceh. Jadi, mudah-mudahan tidak ada yang dirugikan juga Aceh dan Sumatra Utara," ujar Muzakir di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, (17/6/2025).

Muzakir mengatakan, perlu menjaga hubungan baik antara Provinsi Aceh dan Sumatra Utara. Dia berharap, tidak ada lagi permasalahan di masa mendatang dan situasi tetap aman serta damai di antara kedua provinsi.

"Mudah-mudahan tidak ada masalah lagi, aman, damai, rukun kepada kita semua dan juga NKRI sama-sama kita jaga," ucap Muzakir.

Ia juga menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya yang telah mencari jalan keluar menyelesaikan polemik empat pulau.

Kata dia, Aceh akan mengelola sendiri empat Pulau di Kabupaten Aceh Singkil tersebut. Pengelolaan empat pulau yang diduga memiliki potensi minyak dan gas, serta pariwisata itu tak membutuhkan provinsi lain.

Mensesneg Membantah

Sementara itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membantah isu salah satu provinsi ingin memasukkan empat pulau ke dalam wilayahnya. Kata dia, Presiden Prabowo telah memutuskan empat pulau masuk ke wilayah Aceh.

"Kami diminta oleh Bapak Presiden untuk meluruskan isu-isu yang berkembang bahwa berkaitan dengan dinamika empat pulau ini, tidak benar jika ada satu pemerintah provinsi yang ingin memasukkan empat pulau ini ke dalam wilayah administratifnya," ujarnya.

“Hari ini pemerintah dipimpin langsung oleh Bapak Presiden, tadi kita mengadakan rapat terbatas dalam rangka mencari jalan keluar terhadap permasalahan dinamika empat pulau di Sumatra dan Aceh,” tuturnya.

Prasetyo mengatakan, keputusan presiden tersebut berdasarkan laporan dari Kementerian Dalam Negeri, dokumen-dokumen, serta data-data pendukung. Pemerintah berharap keputusan ini menjadi jalan keluar yang baik untuk semua pihak.

“Kemudian, tadi, Bapak Presiden sudah memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan kepada dasar-dasar dokumen yang dimiliki oleh pemerintah, telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau, yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif, berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh pemerintah, masuk ke wilayah administratif Provinsi Aceh,” ungkapnya.

"Kami mewakili pemerintah berharap keputusan ini menjadi jalan keluar yang baik untuk kita semuanya, ya, bagi pemerintah Aceh, bagi pemerintah Provinsi Sumatra Utara, ini menjadi solusi yang kita harapkan ini mengakhiri semua dinamika yang berkembang di masyarakat," katanya.

red
Presiden Prabowo memimpin rapat melalui video conference terkait penandatanganan kesepakatan bersama gubernur Aceh dan gubernur Sumatra Utara, Selasa, 17 Juni 2025. Foto: BPMI Setpres


Reaksi Presiden Prabowo

Presiden Prabowo menegaskan, pentingnya menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam setiap penyelesaian persoalan, termasuk soal sengketa empat pulau.

"Prinsip bahwa kita satu negara NKRI, saya kira itu selalu jadi pegangan kita. Tetapi, alhamdulillah kalau memang dengan cepat sudah ada pemahaman bersama penyelesaian, saya kira baik sekali. Jadi, segera saja diumumkan ke masyarakat nanti, supaya enggak jadi bahan untuk bikin ramai lagi," ujar Prabowo dalam YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, (17/6/2025).

Presiden juga menyampaikan apresiasinya kepada para menteri dan pejabat pemerintah yang telah bekerja keras. Ia menilai, kerja tim pemerintah berjalan sangat baik dalam merespons dinamika yang terjadi.

"Tetapi, apa pun saya ucap terima kasih kepada saudara-saudara sekalian, kepada para menteri, para pejabat yang telah bekerja keras. Saya sangat menghargai pekerjaan saudara, sangat menghargai kerja sama, teamwork. Saya merasakan teamwork kita sangat baik," tutupnya.

Analisis Sosiolog

Menurut analisis Guru Besar Sosiologi Universitas Syiah Kuala, Ahmad Humam Hamid, jika keempat pulau tersebut tetap berada dalam wilayah Aceh, masyarakat Sumatra Utara tidak akan merasa kehilangan. Namun sebaliknya, jika pulau tersebut dialihkan ke Sumatra Utara, maka masyarakat Aceh akan merasa kehilangan tidak hanya secara wilayah, tetapi juga secara harga diri.

"Jadi, apa lagi yang mau diperdebatkan? Jadi, hari ini kalau pulau itu enggak masuk ke Sumatra Utara, Sumatra Utara enggak merasa hilang. Tidak merasa hilang. Tetapi, kalau Aceh kemudian dialihkan ke Sumatra Utara, Aceh tidak hanya hilang, tetapi hilang harga dirinya," ujar Humam dalam diskusi Ruang Publik KBR, Jumat, (13/6/2025).

Menurutnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian seharusnya tidak menambah persoalan baru di tengah berbagai tantangan nasional yang dihadapi Indonesia saat ini. Ia mengingatkan, persoalan batas wilayah, meskipun terlihat kecil, dapat berdampak besar jika tidak ditangani secara hati-hati.

"Banyak sekali masalah. Jadi, Tito sebagai menteri dalam negeri, jangan memperbanyak lagi masalah. Jangan membuat kesalahan yang nampaknya kecil, nampaknya kecil apalah itu garis batas justru mengundang masalah besar," imbuhnya.

Bukan Hanya Batas Administratif

Penggunaan peta rupa bumi atau jalur hukum melalui PTUN tidak relevan dalam menyelesaikan persoalan di wilayah yang memiliki rekam jejak konflik seperti Aceh. Humam menilai, wilayah tersebut tidak hanya berkaitan dengan batas administratif, tetapi juga menyangkut nilai-nilai yang telah menjadi bagian dari masyarakat Aceh.

"Mengurus rupa bumi, mengurus wilayah provinsi bekas konflik, itu enggak bisa dengan rupa bumi, enggak bisa dengan PTUN. Itu masalah daerah yang kemudian perang, kemudian berunding, kemudian menyerahkan mimpinya untuk jadi negara dengan beberapa kepercayaan, nilai-nilai, wilayah, sumber daya alam," ujarnya.

Ia mengatakan, adanya bukti fisik administratif yang menunjukkan kehadiran dan keterlibatan Pemerintah Aceh di Pulau Panjang. Keberadaan prasasti, musala, dan dermaga menggunakan dana Pemerintah Aceh pada 2012.

"Tidak ada yang bisa membantah fakta historis. Seluruh masyarakat pesisir dari Sibolga sampai ke Singkil itu mengakui itu pulaunya Aceh. Historis. Sosiologi juga begitu. Jadi, historis dengan sosiologi itu bertemu. Bukti fisik administratif ada prasasti, musala, kemudian ada dermaga. Itu di Pulau Panjang yang dibangun dengan uang Aceh itu pada tahun 2012," ungkapnya.

red
Kepmendagri 1992 soal Batas Wilayah antara Sumut dan Aceh-Sumber: Ditjen Bina Adwil Kemendagri


Jalan Panjang 4 Pulau Sengketa Aceh Sumut

1978

Berdasarkan peta Topografi tahun 1978, garis batas antara Aceh dengan Provinsi Sumatra Utara berada di atas keempat pulau yang menjadi objek sengketa tersebut sehingga cakupan keempat pulau masuk ke dalam wilayah Aceh. Garis batas yang tergambar pada peta merupakan garis batas indikatif belum merupakan garis batas yang pasti (ditetapkan dengan peraturan menteri dalam negeri).

1988

Terdapat kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh. Kesepakatan ini diteken Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar.

Berdasarkan kesepakatan-kesepakatan bersama sejak 1988 antara Pemerintah Aceh dan Sumatra Utara telah disepakati bahwa penyelesaian batas wilayah kedua provinsi berpedoman pada peta Topografi TNI Angkatan Darat 1978. Skala 1: 50.000.

Mengacu pada Peta Topografi TNI-AD 1978, keempat pulau yakni pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan dan Pulau Panjang secara jelas masuk dalam Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

1992

Kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Istimewa Aceh dan Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara, serta surat keputusan Mendagri Nomor 111 Tahun 1992 yang mengacu peta topografi militer tersebut.

2008

Konflik empat pulau ini mulai terjadi pada 2008 yaitu ketika ada kegiatan verifikasi dan pembakuan pulau yang dilaksanakan Tim Nasional (timnas) Pembakuan Nama Rupabumi. Timnas ini beranggotakan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut, dan Badan Informasi Geospasial (BIG).

Kegiatan verifikasi tersebut melakukan pendataan dan pembakuan 213 pulau yang ada di Provinsi Sumatra Utara pada 14-16 Mei 2008, termasuk 4 pulau yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

Pada 20-22 November 2008 melakukan kegiatan verfifikasi dan pembakuan 260 pulau di Aceh.

Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi dan Pulau dalam pelaksanaan kegiatan tersebut memedomani data berdasarkan hasil validasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP); Definisi pulau menurut UNCLOS 1982; Peta Rupabumi Indonesia, Peta Lingkungan Laut Nasional, Peta Lampiran Undang-Undang Pembentukan Daerah serta informasi dari narasumber daerah.

Pada kegiatan tersebut di Aceh tidak didapati 4 pulau yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang.

red
Kepmendagri 1992 soal Batas Wilayah antara Sumut dan Aceh-Sumber: Ditjen Bina Adwil Kemendagri


2009

Tim Nasional Pembakuan Rupabumi dan Pulau di Provinsi Sumatera Utara melakukan verifikasi dan konfirmasi dari Gubernur Sumatra Utara bahwa provinsi tersebut terdiri dari 213 Pulau, termasuk 4 pulau yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan dan Pulau Panjang. Bersurat kepada Menteri Dalam Negeri dengan nomor 125/8199 pada Oktober 2009.

Begitu pula dengan Pemerintah Aceh, Gubernur Aceh bersurat kepada menteri dalam negeri dengan nomor 125/63033 tanggal 4 November 2009 yang pada intinya terdapat perubahan nama pulau, yaitu:

a. Pulau Mangkir Besar yang semula bernama Pulau Rangit Besar (koordinat 20 14’ 30” LU dan 970 25’ 32” BT);

b. Pulau Mangkir Kecil yang semula bernama Pulau Rangit Kecil (koordinat 20 14’ 35” LU dan 970 26’ 06” BT);

c. Pulau Lipan yang semula bernama Pulau Malelo (koordinat 20 15’ 20” LU dan 970 25’ 21” BT);

d. Pulau Panjang (koordinat 20 16’ 21” LU dan 970 24’ 42” BT).

2017

Kementerian Dalam Negeri mengadakan rapat pembahasan empat pulau yang diklaim Pemerintah Aceh dan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara pada 30 November 2017.

Kemendagri bersama tim pusat dalam rapat tersebut melakukan pembandingan koordinat hasil verifikasi yang telah dilakukan pada 2008 dengan konfirmasi koordinat pulau yang ada pada surat Gubernur Aceh nomor 125/63033 tanggal 4 November 2009 serta dilakukan analisis secara spasial.

Berdasarkan Rapat Tersebut, Tim Pusat Menyepakati:

a. Menetapkan empat pulau yaitu Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan dan Pulau Panjang tetap masuk ke dalam cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumatra Utara;

b. Peta Topografi 1978 dan Peta RBI bukan merupakan referensi resmi terkait garis batas administrasi baik itu nasional maupun internasional;

c. RZWP3K bukan merupakan pedoman penetapan wilayah administrasi pulau, namun arahan untuk pemanfaatan sumber daya yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bagi pemerintah provinsi.

d. Menteri Dalam Negeri berdasarkan hasil kesepakatan rapat Tim Pusat tersebut, selanjutnya bersurat kepada Gubernur Aceh melalui surat Nomor 125/8177/BAK tanggal 8 Desember 2017 kepada Gubernur Aceh dan surat nomor 136/046/BAK tanggal 4 Januari 2018 kepada Gubernur Sumatera Utara.

2018

Gubernur Aceh kirim surat kepada menteri dalam negeri No. 136/30705 Tanggal 21 Desember 2018 perihal Revisi Koordinat empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh yang berbatasan dengan Provinsi Sumatra Utara;

2019

Gubernur Aceh kirim surat kepada menteri dalam negeri No.136/22676 tanggal 31 Desember 2019 Perihal Fasilitasi Penyelesaian Garis Batas Laut Antara Aceh (Kabupaten Aceh Singkil) dan Provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Tapanuli Tengah);

2020

Pada 25 Februari 2020, Kementerian Dalam Negeri mengadakan rapat fasilitasi dihadiri Kemenkomarves, KKP, Pushidros TNI AL, BIG, LAPAN, Direktorat Topografi TNI AD dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah. Peserta rapat menyepakati beberapa hal yang dituangkan dalam berita acara rapat.

Hasil berita acara pada rapat fasilitasi ini masih sama dengan rapat yang telah dilakukan pada 30 November 2017. Artinya Kementerian Dalam Negeri masih konsisten dengan keputusannya memasukkan empat pulau yang menjadi konflik, tetap berada di wilayah administrasi Provinsi Sumatra Utara.

2019-2025

Kesepakatan bersama Pemerintah Sumut dengan Pemerintah Aceh terkait rencana zonasi wilayah pesisir pada Januari 2018, Perda Nomor 4 Tahun 2019 Sumut.

Pemindahan empat pulau ini berlaku setelah Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022 yang menetapkan status empat pulau sebagai bagian dari wilayah administrasi Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumut, era Tito Karnavian. Kemudian diperbarui dengan Kepmendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.

Penetapan oleh kemendagri merupakan hasil analisis yang dilakukan menggunakan data pulau hasil verifikasi Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi 2008, hasil konfirmasi Gubernur Aceh (Surat Nomor 125/63033 tanggal 4 November 2009), dan konfirmasi Gubernur Sumut (Surat Nomor 125/576 tanggal 27 Januari 2010).

Hasil konfirmasi tersebut menyatakan keempat pulau tersebut merupakan cakupan wilayah administrasi Provinsi Sumut.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!