NASIONAL
Selamat Jalan, Pak Atma
Tokoh pers nasional lintas zaman, Atmakusumah Astraatmadja, tutup usia pada Kamis (2/1/2025) pukul 13.05 WIB.
AUTHOR / Agus Luqman
-
EDITOR / Wahyu Setiawan

KBR, Jakarta - Kabar duka menyelimuti dunia pers Indonesia. Tokoh pers nasional lintas zaman, Atmakusumah Astraatmadja, tutup usia pada Kamis (2/1/2025) pukul 13.05 WIB. Jurnalis senior era 50-an yang akrab dipanggil Pak Atma itu berpulang di usia 85 tahun.
Atmakusumah merupakan salah satu sosok penting dalam perjuangan kebebasan pers dan berekspresi di Indonesia.
Pengalamannya di dunia jurnalistik sangat kaya. Pernah menjadi penyiar Radio Australia (ABC) di Melbourne, berkarir di Radio Jerman Deustche Welle (DW), Indonesisch Persbureau (IP), Kantor Berita ANTARA, harian Indonesia Raya, memimpin Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS), pernah menjabat Ketua Tim Ombudsman Harian Kompas, hingga menjabat Ketua Dewan Pers yang pertama pada 2000.
Lahir pada 20 Oktober 1939, Atmakusumah mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan kebebasan pers dan praktik jurnalistik yang etis.
Melalui pemikirannya, ia mengajarkan bahwa kebenaran bukan hanya sesuatu yang dicari, tetapi harus diperjuangkan, bahkan di tengah badai tekanan politik dan sosial.
Sebagai seorang wartawan dan pendidik, ia menanamkan nilai-nilai keberanian dan tanggung jawab kepada generasi muda. Prinsipnya sederhana namun mendalam: jurnalisme adalah panggilan hati untuk melayani masyarakat, bukan sekadar profesi.
Atmakusumah percaya seorang jurnalis sejati adalah penjaga kebenaran yang tidak pernah takut berdiri di pihak yang benar, meskipun harus menghadapi risiko besar.
Perjuangannya itu pun mendapat pengakuan tidak hanya dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. Dia meraih penghargaan Ramon Magsaysay Tahun 2000 untuk Jurnalisme, Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif. Ia dianggap berperan meletakkan fondasi profesional dan kelembagaan bagi era baru kemerdekaan pers di Indonesia.
Ia juga mendapat Penghargaan Kebebasan Pers 2008 dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, serta Lifetime Achievement dalam Anugerah Dewan Pers 2023 atas pengadiannya pada dunia pers.
Pak Atma rajin mendokumentasikan sejarah-sejarah dan pemikiran pers agar tidak hilang, melalui buku-bukunya. Termasuk mendokumentasikan kesepakatan media-media yang menentang pemberedelan Majalah Tempo.
Salah satu kontribusinya yang menonjol adalah tentang pentingnya menjaga integritas dan etika dalam jurnalisme, meskipun di tengah tekanan politik atau ekonomi.
Dalam berbagai forum, Atmakusumah juga banyak berbicara mengenai peran jurnalis sebagai penjaga demokrasi dan penyalur informasi yang bertanggung jawab. Beberapa poin penting dari pemikirannya meliputi:
- Kebebasan Pers yang Bertanggung Jawab
Atmakusumah sering menekankan kebebasan pers bukanlah kebebasan tanpa batas. Jurnalis harus memiliki tanggung jawab moral untuk menyampaikan kebenaran dengan cara yang adil, akurat, dan tidak memihak.
- Jurnalisme sebagai Pilar Demokrasi
Ia percaya pers yang bebas adalah salah satu fondasi demokrasi yang kokoh. Tanpa pers yang berani mengungkap fakta, masyarakat tidak akan memiliki kontrol terhadap kekuasaan.
- Pentingnya Etika Jurnalisme
Dalam berbagai kesempatan, Atmakusumah selalu mengingatkan jurnalis tidak hanya bertanggung jawab kepada media atau atasan mereka, tetapi juga kepada publik dan hati nurani mereka sendiri.
Atmakusumah Astraatmadja menjadi saksi dan pelaku sejarah perjalanan pers Indonesia dari era pemerintahan Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Joko Widodo.
Selamat jalan, Pak Atma. Terima kasih yang begitu dalam atas segala pengabdianmu. Kami akan lanjutkan perjuanganmu untuk kebebasan pers Indonesia!
Baca juga:
- Represi Kebebasan Pers Terus Berulang
- Kritik Revisi UU Penyiaran, Dewan Pers: Jangan Batasi Kebebasan Pers
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!