NASIONAL
Ritual Setelah Paus Fransiskus Wafat: Novendiali, Konklaf, dan Kerahasiaan di Kapel Sistina
Konklaf mempertemukan para kardinal pemilih secara tertutup untuk memilih Paus yang baru.

KBR, Jakarta- Setelah kematian Paus Fransiskus, Gereja memasuki masa berkabung resmi selama sembilan hari yang disebut Novendiali. Paus akan dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore pada Sabtu (26/4/25) pukul 10.00 waktu setempat.
Paus Fransiskus telah memberikan instruksi spesifik mengenai ritus pemakamannya. Ia menghendaki upacara yang lebih sederhana, mencerminkan keinginannya untuk dimakamkan "seperti putra atau putri Gereja lainnya," tanpa jenazah disemayamkan di atas catafalque (panggung pemakaman) yang megah dan rumit.
Ia menginginkan pemakaman seorang gembala dan murid Kristus, bukan seperti seseorang yang berkuasa di dunia ini.
Perubahan prosedur itu ia instruksikan pada April 2024, tepat setahun lalu. Keinginan itu menunjukkan bagaimana Paus Fransiskus, bahkan dalam kematiannya, berusaha membentuk citra dan ritual kepausan.
Permintaan akan ritus pemakaman yang sederhana dan pilihan lokasi di luar Vatikan selaras dengan tema kerendahan hati, kesederhanaan, dan fokus pada peran pastoralnya.

Konklaf Memilih Penerus Santo Petrus
Konklaf berasal dari bahasa Latin cum clave, artinya "dengan kunci" adalah pertemuan para kardinal pemilih yang diadakan secara tertutup untuk memilih Paus baru. Sebuah metode yang awalnya diformalkan oleh Paus Gregorius X pada 1274 melalui bulla Ubi periculum (Bahasa Latin untuk "di mana ada bahaya") untuk memastikan isolasi dari tekanan eksternal dan mempercepat proses pemilihan.
Proses konklaf modern diatur secara rinci oleh Konstitusi Apostolik Universi Dominici Gregis (UDG) atau "Seluruh Kawanan Tuhan", yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 22 Februari 1996. Dokumen ini menggantikan semua konstitusi dan aturan sebelumnya mengenai pemilihan Paus.
UDG menetapkan prosedur yang harus diikuti selama Sede Vacante (tahta kosong setelah kematian atau pengunduran diri Paus) dan langkah-langkah pelaksanaan konklaf itu.
Konklaf dimulai antara 15 hingga 20 hari setelah dimulainya Sede Vacante. Dikutip dari Associated Press, jangka waktu ini secara tradisional dimaksudkan untuk memberi waktu bagi para kardinal dari seluruh dunia untuk tiba di Roma dan melakukan diskusi awal.
Pada 2013, Paus Benediktus XVI melalui Motu Proprio Normas Nonnullas membuat modifikasi yang memungkinkan konklaf dimulai lebih awal dari hari ke-15 jika semua kardinal pemilih telah berkumpul di Roma dan mayoritas dari mereka setuju untuk mempercepatnya. Keputusan mengenai hal ini akan diambil oleh Dewan Kardinal dalam Kongregasi Umum beberapa hari setelah kematian Paus.
Baca juga:
- Paus Fransiskus Sebut Keragaman Indonesia Jadi Contoh untuk Dunia
- Amnesty Berharap Paus Fransiskus Jadi Juru Damai di Papua
Untuk terpilih sebagai Paus, seorang kandidat harus memperoleh mayoritas dua pertiga suara dari para kardinal pemilih yang hadir dan memberikan suara.
Bagaimana jika terjadi hasil ketat antara dua kandidat teratas setelah kebuntuan yang berkepanjangan (setelah serangkaian pemungutan suara dan jeda doa/diskusi)?
Paus Benediktus XVI, melalui motu proprio menegaskan mayoritas dua pertiga tetap diperlukan untuk pemilihan yang sah. Dalam skenario ini, kedua kandidat tersebut tidak memiliki hak suara.
Persyaratan mayoritas dua pertiga yang diperkuat kembali oleh Benediktus XVI ini memiliki implikasi signifikan. Meskipun Paus Fransiskus telah menunjuk sekitar 80 persen dari kardinal pemilih saat ini, angka ini tidak menjamin calon pilihannya akan dengan mudah terpilih.
Dikutip dari Religion News, dari sebanyak 135 kardinal (usia di bawah 80 tahun) yang bisa memilih Paus baru, sebanyak 108 diangkat oleh Paus Fransiskus.
Aturan dua pertiga (sekitar 67 persen) berarti sebuah koalisi yang mewakili sedikit di atas sepertiga dari pemilih (sekitar 34 persen) dapat memblokir kandidat mana pun. Kelompok pemblokir ini bisa terdiri dari kardinal yang ditunjuk oleh Paus sebelumnya (sekitar 20 persen) ditambah sejumlah kardinal yang ditunjuk Fransiskus namun menginginkan arah yang berbeda. Dengan demikian, aturan dua pertiga berfungsi sebagai mekanisme penyeimbang yang penting.
Ambang batas yang tinggi ini meningkatkan pentingnya negosiasi dan berpotensi menguntungkan kandidat kompromi yang dapat menjembatani perbedaan ideologis daripada calon yang murni mewakili satu faksi. Hal ini memastikan Paus yang terpilih memiliki penerimaan yang luas di dalam Dewan Kardinal.
Hak suara dalam konklaf (menjadi kardinal elektor) hanya dimiliki oleh para kardinal yang belum mencapai usia 80 tahun pada hari Takhta Apostolik lowong. Dikutip dari AP News, para kardinal yang berusia 80 tahun ke atas tidak dapat memilih, tetapi dapat berpartisipasi dalam Kongregasi Umum pra-konklaf.
Baca juga:
- Dukacita Kepergian 'Figur Ayah Dunia' Mengalir dari Tanah Air
- Belajar dari Paus Fransiskus: Sosok Sederhana Penebar Kedamaian
Secara teori, setiap pria Katolik yang telah dibaptis dapat dipilih menjadi Paus, tetapi dalam praktiknya selama berabad-abad, Paus selalu dipilih dari kalangan kardinal.
Sejauh ini tidak ada batasan usia resmi untuk menjadi Paus, meskipun usia rata-rata saat terpilih secara historis adalah sekitar 65 tahun.
Diperkirakan terdapat sekitar 135 hingga 138 kardinal yang memenuhi syarat untuk memilih dalam konklaf mendatang, dari total 252 kardinal di seluruh dunia.
Efek Fransiskus
Pengaruh Paus Fransiskus terhadap komposisi badan pemilih ini sangat besar. Ia telah mengangkat mayoritas besar (108 dari 135 atau 80 persen) dari kardinal elektor saat ini. Angka ini merupakan perubahan signifikan dibandingkan dengan konklaf tahun 2013 yang memilihnya.
Penunjukan oleh Fransiskus juga secara signifikan meningkatkan keragaman geografis Dewan Kardinal. Dominasi Eropa, khususnya Italia, telah berkurang, sementara perwakilan dari Asia, Afrika, dan Amerika Latin meningkat.
Kardinal Italia kini hanya mencakup sekitar 12,6 persen dari elektor, turun drastis dari hampir 25 persen pada tahun 2013.
Perwakilan Amerika Utara sedikit menurun (dari 17,5 persen menjadi 14,1 persen), sementara Amerika Selatan sedikit meningkat (dari 11,4 persen menjadi 13,3 persen) di bawah Paus Argentina pertama ini.
Pergeseran geografis ini penting. Peningkatan keragaman membuat kemungkinan terpilihnya Paus non-Eropa menjadi lebih tinggi dari sebelumnya, dengan adanya kandidat kuat dari Filipina (Tagle) dan Ghana (Turkson).
Namun, penunjukan oleh Paus Fransiskus tidak secara otomatis menjamin kesamaan pandangan teologis atau politik. Para kardinal memberikan suara berdasarkan hati nurani dan penilaian mereka terhadap kebutuhan Gereja saat ini.
Fokus Paus Fransiskus pada isu-isu seperti kemiskinan, migran, dan perubahan iklim mungkin tercermin pada banyak kardinal yang ditunjuknya, tetapi asal geografis mungkin kurang prediktif terhadap pola pemungutan suara dibandingkan persepsi keselarasan dengan visi pastoral Fransiskus atau keinginan untuk arah yang berbeda.
Ritual dan Kerahasiaan di Kapel Sistina
Konklaf secara eksklusif berlangsung di dalam Kapel Sistina di dalam Istana Apostolik Vatikan. Selama proses konklaf berlangsung, para kardinal elektor akan tinggal di Domus Santa Marta, sebuah wisma tamu di dalam Vatikan yang dibangun pada 1996 khusus untuk tujuan ini.
Namun mendiang Paus Fransiskus malah memilih untuk tetap tinggal di suite 201 Domus Santa Marta selama masa kepausannya, alih-alih pindah ke apartemen kepausan tradisional di Istana Apostolik.

Sebelum pemungutan suara dimulai, setiap kardinal elektor maju ke altar, meletakkan tangan di atas Kitab Suci, dan mengucapkan sumpah dalam Bahasa Latin. Mereka berjanji untuk menjaga kerahasiaan mutlak mengenai segala sesuatu yang terjadi selama proses pemilihan Paus.
Setelah semua kardinal mengucapkan sumpah, pemimpin Upacara Liturgi Kepausan (saat ini Uskup Agung Diego Ravelli 13) menyerukan perintah dalam Bahasa Latin: "Extra omnes!" (semua keluar). Semua orang yang bukan kardinal elektor—staf, asisten, rohaniwan pendamping (kecuali satu rohaniwan yang ditunjuk sebelumnya untuk memberikan meditasi dan Master Upacara itu sendiri)—harus segera meninggalkan Kapel Sistina. Pintu kapel kemudian ditutup dan dikunci dari dalam dan luar.
Sebelum masa isolasi, Kapel Sistina diperiksa secara menyeluruh untuk memastikan tidak ada alat penyadap atau perekam. Para kardinal dilarang keras melakukan komunikasi dalam bentuk apa pun dengan dunia luar selama konklaf berlangsung.
Mereka tidak boleh menggunakan telepon, mengakses internet, membaca berita, atau menonton televisi. Siapa pun (termasuk non-kardinal yang mungkin terlibat dalam pelayanan selama konklaf) yang melanggar sumpah kerahasiaan ini akan secara otomatis terkena sanksi ekskomunikasi latae sententiae (ekskomunikasi yang berlaku seketika tanpa perlu dinyatakan secara formal).
Pemilihan Paus dilakukan melalui pemungutan suara rahasia yang disebut skrutinium. Setiap kardinal menerima surat suara berbentuk persegi panjang dengan tulisan "Eligo in Summum Pontificem" ("Saya memilih sebagai Paus Tertinggi"). Mereka lantas menulis nama calon pilihan mereka di bagian bawah, dianjurkan dengan tulisan tangan yang disamarkan untuk menjaga kerahasiaan.
Usai menuliskan nama, satu per satu, sesuai urutan senioritas, para kardinal maju ke altar. Sambil memegang surat suara yang terlipat, mereka mengucapkan sumpah singkat: "Testor Christum Dominum, qui me iudicaturus est, me eum eligere, quem secundum Deum iudico eligi debere" ("Aku memanggil Kristus Tuhan, yang akan menghakimiku, sebagai saksiku, bahwa aku memilih dia yang di hadapan Tuhan aku nilai harus dipilih").
Kemudian, mereka meletakkan surat suara di atas sebuah patena (piringan logam) dan memasukkannya ke dalam sebuah wadah (guci) yang diletakkan di atas altar.
Setelah semua suara terkumpul, tiga kardinal yang dipilih secara acak sebagai Skrutinator (penghitung suara) akan menghitung surat suara untuk memastikan jumlahnya sesuai dengan jumlah elektor yang hadir. Mereka kemudian membuka setiap surat suara satu per satu, membacakan nama yang tertulis di dalamnya, dan mencatatnya.
Hasil penghitungan diumumkan kepada seluruh kardinal elektor setelah setiap putaran. Tiga kardinal lain bertugas mengumpulkan suara (jika ada kardinal yang sakit dan tidak bisa maju ke altar), dan tiga kardinal lainnya bertugas merevisi atau memeriksa ulang hasil penghitungan.
Pada hari pertama konklaf (sore hari setelah Misa pembukaan Pro Eligendo Papa), biasanya hanya dilakukan satu kali pemungutan suara. Jika tidak ada hasil, pada hari-hari berikutnya, dilakukan hingga empat kali pemungutan suara setiap hari: dua kali di pagi hari dan dua kali di sore hari, sampai seorang Paus terpilih.

Sinyal Asap
Satu-satunya komunikasi dari dalam Kapel Sistina kepada dunia luar selama proses pemilihan adalah melalui sinyal asap yang keluar dari cerobong asap khusus yang dipasang di atap kapel.
Setelah pemungutan suara pagi (dua putaran) atau sore (dua putaran) selesai, atau setelah satu putaran jika Paus langsung terpilih, semua surat suara beserta catatan apa pun yang dibuat oleh para kardinal akan dibakar dalam sebuah tungku khusus di dalam kapel.
Jika tidak ada kandidat yang mencapai mayoritas dua pertiga yang diperlukan dalam putaran tersebut, bahan kimia khusus (secara tradisional jerami basah) ditambahkan ke dalam api pembakaran untuk menghasilkan asap berwarna hitam pekat (fumata nera). Asap hitam ini merupakan sinyal bagi kerumunan yang menunggu di Lapangan Santo Petrus dan dunia, pemilihan belum berhasil dan Paus baru belum terpilih.
Ketika seorang kandidat berhasil memeroleh mayoritas dua pertiga suara dan menyatakan menerima pemilihannya, bahan kimia yang berbeda (secara tradisional jerami kering atau bahan kimia modern) ditambahkan saat membakar surat suara untuk menghasilkan asap berwarna putih bersih (fumata bianca).
Asap putih adalah sinyal yang sangat dinanti-nantikan, menandakan Paus baru telah terpilih. Untuk menghindari kebingungan yang pernah terjadi di masa lalu, kini asap putih biasanya disertai dengan bunyi lonceng Basilika Santo Petrus yang dibunyikan secara meriah.
Segera setelah seorang kandidat mencapai mayoritas dua pertiga, Kepala Dewan Kardinal (saat ini Kardinal Giovanni Battista RE) akan mendekatinya dan bertanya dalam Bahasa Latin: "Acceptasne electionem de te canonice factam in Summum Pontificem?" ("Apakah Anda menerima pemilihan Anda yang sah secara kanonik sebagai Paus Tertinggi?").
Jika ia menjawab "Accepto" ("Saya menerima"), maka ia seketika menjadi Paus. Dekan kemudian bertanya lagi: "Quo nomine vis vocari?" ("Dengan nama apa Anda ingin dipanggil?"). Paus baru kemudian mengumumkan nama pontifikal yang dipilihnya.
Setelah Paus baru menerima pemilihannya dan memilih nama, Kardinal Diakon paling senior (saat ini Kardinal Prancis Dominique Mamberti) akan tampil di balkon tengah Basilika Santo Petrus.
Ia akan mengumumkan kepada dunia kabar gembira tersebut dengan formula tradisional dalam bahasa Latin: "Annuntio vobis gaudium magnum: Habemus Papam!" ("Aku mewartakan kepadamu suka cita besar: Kita mempunyai Paus!").
Ia kemudian menyebutkan nama baptis kardinal yang terpilih dan nama kepausan yang dipilihnya. Tak lama kemudian, Paus baru akan muncul di balkon untuk pertama kalinya, menyapa umat, dan memberikan berkat apostolik pertamanya, Urbi et Orbi ("Kepada Kota (Roma) dan Dunia").
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!