NASIONAL

Ramai-ramai Soroti Pengawasan WFA untuk ASN

"Kuncinya adalah siapa yang menjadi supervisor. Supervisinya itu siapa? Lalu kedua, juga yang perlu kita perhatikan adalah output-nya apa, KPI (Key Performance Index) output-nya apa,” ujar Dede

AUTHOR / Naomi Lyandra

EDITOR / Resky Novianto

Google News
SK
Sejumlah CPNS mengikuti pernyerahan SK pengangkatan di Sultra, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (16/6/2025). ANTARA FOTO/Andry Denisa

KBR, Jakarta- Penerapan skema kerja fleksibel atau "Work From Anywhere" (WFA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Peraturan Menteri PANRB (PermenPANRB) No. 4 Tahun 2025 terus memantik sorotan sejumlah pihak.

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf mengingatkan kunci keberhasilan skema ini adalah pengawasan, penilaian kinerja yang terukur, dan penerapan sistem penghargaan (reward) dan hukuman (punishment).

"Kuncinya adalah siapa yang menjadi supervisor. Supervisinya itu siapa? Lalu kedua, juga yang perlu kita perhatikan adalah output-nya apa, KPI (Key Performance Index) output-nya apa,” ujar Dede dalam Siaran Publik KBR di Youtube KBR Media, Senin (23/6/2025).

Wakil Ketua Komisi yang membidangi Aparatur Negara itu mengingatkan bahwa masih banyak ASN yang hanya absen pagi dan sore, sementara jam kerjanya tidak diisi produktif. Oleh karena itu, penerapan sistem manajemen talenta dan sistem merit harus diprioritaskan

“Kalau ini bisa diubah, maka orang yang bisa multitasking, yang bisa bekerja efektif, yang bisa bekerja lebih produktif, itu harus dibedakan. Itu dulu yang paling penting. Poin utamanya adalah itu,” jelas Dede Yusuf.

Dede bahkan mengusulkan agar ada program bulanan bagi ASN seperti “employee of the month”, yang diberi penghargaan dan tunjangan lebih agar mendorong budaya kerja yang lebih kompetitif.

“Kalau per enam bulan evaluasinya, itu kelamaan. Kalau satu bulan, ada pegawai yang produktif dipajang di depan, itu akan memicu semangat yang lain," tambahnya.

red
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf. Foto: Youtube KBR Media

Kritik Soal Pengawasan Internal Tak Efektif

Dede juga mengingatkan tentang budaya "sungkanitas" di lingkungan ASN yang kerap membuat pengawasan internal menjadi tidak efektif.

“Siapa yang akan menegur dirjen-nya kalau terlambat terus? Tidak mungkin menterinya langsung,” ujarnya.

Dede juga kembali menggarisbawahi bahwa ASN yang bertugas di garis depan pelayanan publik harus tetap hadir di lapangan.

"Yang berhubungan dengan pelayanan publik, itu tidak boleh WFA. Dia harus ada ketika orang melakukan fungsi pelayanan publik,” ujarnya.

Isu penting lain yang diangkat Dede Yusuf yakni terkait keamanan data. Dengan semakin banyaknya data negara yang diproses secara daring dalam skema fleksibel, ancaman pencurian data juga meningkat.

"Ini yang paling penting, keamanan data. Sistem keamanan data kita itu masih sangat kurang sekali. Apalagi kalau nanti kita fleksibel. Datanya akan ditransfer melalui digital. Dan data-data rahasia negara yang bisa saja itu dikelola dari jauh-jauh, itu rentan ter-hack. Jadi konsep dasar utamanya adalah bagi mereka yang melaksanakan tugas-tugas yang penting, di mana data itu tidak boleh through the air, melempar-lemparan di air, karena itu bisa di-intercept," ujarnya.

Menurut Dede, data-data penting seperti di Dukcapil harus dilindungi secara maksimal, misalnya dengan teknologi enkripsi dan blockchain.

“Sistem keamanan data ini kalau ingin aman, kita harus menggunakan banyak sekali enkripsi, blockchain, dan lain-lain yang harus mulai dipikirkan,” katanya .

Penjelasan KemenPANRB Soal WFA

Salah satu pertanyaan yang paling banyak disuarakan publik yaitu apakah kualitas pelayanan publik akan tetap terjaga, jika ASN bekerja di luar kantor selama dua hari dalam seminggu dan dengan jam kerja yang lebih fleksibel.

Aturan ini sendiri sebenarnya tidak menyebut "Work From Anywhere" (WFA), melainkan menggunakan istilah Flexible Working Arrangement (FWA). Hal ini ditegaskan oleh Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Deny Isworo Makirtyo Tusthowardoyo.

"Mungkin sebelumnya kami sampaikan bahwa di dalam PermenPANRB No. 4 Tahun 2025 ini istilah yang kami pakai bukan WFA ya. Kami menggunakan istilah Flexible Working Arrangement (FWA), yang terdiri dari fleksibilitas lokasi dan fleksibilitas waktu," jelas Deny dalam Siaran Publik KBR di Youtube KBR Media, Senin (23/6/2025).

Menurut Deny, skema fleksibilitas lokasi bisa berarti bekerja dari rumah atau dari lokasi lain yang ditetapkan instansi, sementara fleksibilitas waktu mencakup pengaturan jam kerja, seperti sistem shift atau pemadatan jam kerja menjadi 4 hari kerja per minggu.

Deny menambahkan bahwa praktik fleksibilitas kerja ini bukan hal baru. Saat pandemi, ASN sudah bekerja secara daring tanpa penurunan kualitas layanan.

“Contoh lain adalah penerapan FWA saat KTT ASEAN 2023 di Jabodetabek, serta saat mudik Lebaran untuk mengurangi kemacetan. Bahkan sejak 2020, KemenPANRB telah menerima hampir 300 usulan skema fleksibilitas kerja dari berbagai instansi, terutama daerah,” jelasnya.

red
Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian PANRB, Deny Isworo Makirtyo Tusthowardoyo. Foto: Youtube KBR Media

Keputusan Aturan WFA Diklaim Sudah Melewati Evaluasi dan Survei

Deny mengatakan sebelum aturan ini diputuskan, KemenPANRB sudah melakukan evaluasi dan survei.

“Pada survei 2022 bersama Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional, ditemukan bahwa 90,73% pegawai ASN mampu memenuhi target kinerja dalam skema fleksibel,”

“Lalu 90,22% merasa puas dengan pola kerja ini, terutama dalam hal work-life balance, 85% pimpinan unit organisasi menyatakan puas dengan pelaksanaan fleksibilitas kerja,” tambahnya.

Deny menjelaskan, setelah adanya hasil survei ini, kemudian KemenPANRB melakukan uji coba terbatas ke kebeberapa instansi.

“Jadi ada piloting dan uji coba penerapan di beberapa instansi pemerintah. Hasilnya untuk membuktikan bahwa ASN ini sudah bisa beradaptasi dan tetap produktif dalam situasi yang sesuai tantangan tadi,” ujar Deny.

Deny menambahkan bahwa pelaksanaan FWA tetap dilakukan secara bertahap, mengingat belum semua instansi atau daerah siap, terutama terkait akses listrik dan internet.

“Penerapan FWA adalah bagian penting dari digitalisasi birokrasi, sekaligus upaya efisiensi belanja negara. Namun, pengawasan ketat, sistem evaluasi yang berkala, merit system, dan perlindungan keamanan data harus menjadi prioritas utama,” tukasnya.

Jakarta Siap Menerapkan WFA

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menyatakan kesiapannya untuk menerapkan skema kerja "Work From Anywhere" (WFA) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Sebagai seorang yang memiliki pengalaman pribadi dalam menjalankan sistem kerja WFA saat menjabat sebagai Menteri Sekretaris Kabinet, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menilai penerapan WFA khususnya di lingkup Pemprov DKI Jakarta merupakan sebuah kebutuhan bagi Jakarta.

“Karena di Jakarta itu ASN-nya hampir 62 ribu. Sehingga dengan demikian, pasti kalau memang bisa diterapkan di Jakarta, dengan mudah akan kami terapkan. Karena menjadi kebutuhan," ujar Pramono di Jakarta, Jumat (20/6/2025) dikutip dari ANTARA.

Meski sudah menyatakan kesiapannya, namun Pramono belum menegaskan secara rinci kapan aturan tersebut akan benar-benar diterapkan di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

red
Sejumlah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) berkumpul untuk menerima Surat Keputusan (SK) pengangkatannya di Lapangan Pogombo, Palu, Sulawesi Tengah, Senin (23/6/2025). Pemerintah Provinsi Sulteng menyerahkan Surat Keputusan PPPK dalam Lingkup Pemprov Sulteng formasi tahun 2024 kepada 2.403 orang untuk tahap I. ANTARA FOTO/Basri Marzuki/

Mataram Tak akan Terapkan WFA

Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, meniadakan kebijakan untuk bekerja dari mana saja atau WFA (Work From Anywhere) bagi aparatur sipil negara (ASN) di kota itu.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Mataram H Lalu Alwan Basri, di Mataram, Senin, mengatakan kebijakan tersebut diambil setelah dilakukan kajian sehingga penerapan WFA bagi ASN Kota Mataram dinilai belum mendesak.

"Kondisi wilayah Kota Mataram dari ujung barat hingga ujung timur bisa ditempuh kurang dari satu jam. Jadi bisa dikatakan untuk transportasi tidak ada kendala," katanya, dikutip dari ANTARA.

Selain itu, akses jalan dan arus lalu lintas di Kota Mataram juga cukup lancar, sehingga ASN masih bisa aktif memberikan layanan sesuai jam kerja ASN Kota Mataram sampai pukul 17.00 Wita pada Senin-Kamis, dan sampai pukul 11.00 Wita pada Jumat.

Di sisi lain, selama ini ASN Kota Mataram tidak ada masalah dengan akses sarana prasarana, transportasi, peralatan, dan lainnya.

Apalagi, untuk organisasi perangkat daerah (OPD) pelayanan, menurut dia, masyarakat di Kota Mataram lebih cenderung ingin dilayani secara langsung.

"Oleh karena itu, kebijakan meniadakan WFA kami tetapkan," katanya.

Peniadaan WFA di jajaran Pemerintah Kota Mataram, lanjut Alwan, tidak menyalahi aturan sebab penerapan WFA di daerah bersifat imbauan, dan itu tergantung dari kondisi wilayah masing-masing.

"Kalau kami terapkan WFA, kami kesulitan juga untuk pengawasan," katanya.

red
Petugas Disdukcapil Kota Pontianak menjelaskan cara aktivasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) melalui ponsel di mobil Layanan Keliling Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kantor Lurah Bansir Darat, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (18/6/2025). Disdukcapil Kota Pontianak menggelar layanan keliling untuk mempermudah masyarakat mengurus administrasi kependudukan seperti aktivasi Identitas Kependudukan Digital, pembuatan Kartu Identitas Anak, perekaman data KTP, pencetakan Kartu Keluarga dan layanan lainnya. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang

Perlu Pengawasan Maksimal

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menilai kebijakan bekerja dari mana saja alias work from anywhere (WFA) aparatur sipil negara (ASN) memerlukan sistem pengawasan maksimal di setiap unit kerja.

Pengawasan tersebut, kata dia, perlu dilakukan agar bisa mengukur output kebijakan itu lantaran selama ini kebijakan WFA ASN tidak memiliki ukuran, asesmen, maupun pengawasan.

"Karena itu yang penting untuk memastikan outputnya seperti apa. Jadi ini harus ada aturan teknis di setiap unit kerja dan tentunya Kemendagri akan melakukan pembahasan juga," ujar Bima saat ditemui di Jakarta, Sabtu (21/6/2025) dikutip dari ANTARA.

Maka dari itu, ia menuturkan efektivitas kebijakan WFA pada ASN baru akan diketahui saat dijalankan. Adapun Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenpanRB) telah menerbitkan aturan terkait WFA pada ASN.

Selanjutnya, Wamendagri berpendapat perlu dirumuskan aturan terkait detail pelaksanaan, asesmen, pengawasan dan evaluasi, serta pengukurannya.

"Di Kemendagri sendiri nanti juga akan dibuatkan surat panduan. Jadi bisa teman-teman di daerah melakukan pemantauan dan monitoring," tuturnya.

red
Aparatur Sipil Negara (ASN) memantau aduan masyarakat di Jabar Command Center, Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/6/2025). Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melarang pejabat dan pegawai di lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggelar rapat di hotel untuk efisiensi anggaran dan demi keadilan fiskal bagi daerah-daerah yang masih tertinggal. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi

Sulitnya Menjaga Kepercayaan Publik

Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk senantiasa menjaga kepercayaan dalam menjalankan tugas kerjanya dengan diberlakukannya kebijakan bekerja secara fleksibel dari mana saja atau Work From Anywhere (WFA).

"Bila kemudian pemerintah sudah mempercayakan kepada ASN untuk bisa work from anywhere, maka jagalah kepercayaan itu," kata HNW di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/6/2025) dikutip dari ANTARA.

Dia mengingatkan agar kebijakan tersebut justru tak dipandang sebagai bentuk kelonggaran kerja bagi ASN sehingga tidak produktif dan mencapai target kerja yang ditetapkan pemerintah.

"Artinya, jangan kemudian sudah diberi kesempatan work from anywhere, kemudian ternyata tidak melakukan work from anywhere, tapi melakukan hal-hal yang kemudian tidak sesuai daripada harapan pemerintah," katanya.

Sebaliknya, dia meminta kebijakan tersebut mampu menjadi pendorong bagi ASN agar dapat semakin produktif dan berkinerja baik.

"Harapan pemerintah itu agar betul-betul menjadi pemicu untuk sudah dipercaya, maka buktikan bahwa kepercayaan itu bisa dilakukan dengan yang terbaik," ucapnya.

Menurut dia, kebijakan tersebut didukung pula dengan perkembangan teknologi informasi dan digital saat ini dalam menghadirkan fleksibilitas kerja.

"Memang sekarang ini era digitalisasi, era zoom dan lain sebagainya, memang lebih fleksibel kita bisa bekerja, dan dengan demikian maka kinerja juga lebih bagus, semakin kerja lebih bagus, dan kemudian tidak dikecewakan lah negara yang sudah memberikan kelonggaran semacam ini," tuturnya.

Meski demikian, dia mengingatkan agar kebijakan tersebut patut dibarengi pula dengan pelaksanaan evaluasi oleh pemerintah atas penerapannya, apakah pemberlakuannya membawa kebaikan atau justru sebaliknya.

"Pemerintah juga harus melakukan evaluasi. Kalau memang ternyata ini tidak produktif (kebijakannya) ya harus dikembalikan, tapi kalau ternyata ini sangat produktif dan sangat membantu kinerja yang lebih bagus, ya boleh saja itu dilanjutkan,” pungkasnya.

Baca juga:

Usulan Perpanjangan Usia Pensiun ASN Dikritik: Tak Tepat Saat Cari Kerja Sulit

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!