NASIONAL

Presiden Jokowi Tegaskan Hilirisasi di Sektor ESDM Jadi Jurus Ampuh Dongkrak Ekonomi

"Nggak bisa lagi seperti itu. Kesempatan kerja malah tercipta di sana, keuntungan malah mereka yang menikmati, ndak bisa."

AUTHOR / Muthia Kusuma

EDITOR / Rony Sitanggang

Presiden
Presiden Jokowi saat Pembukaan Kongres XXV Kowani di Istana Negara, Jakarta, Selasa (3/12/2019). Foto: BPKM

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya melipatgandakan nilai tambah bahan mentah secara domestik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan menambah lapangan kerja.

Dalam pidatonya pada peringatan tahun ke-7 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Presiden mengungkapkan potensi besar sektor pertambangan selama beberapa dekade terakhir terabaikan, akibat ekspor bahan mentah dalam jumlah besar.

"Saya sampaikan bahwa nilai tambah di sektor ESDM ini sangat penting sekali, karena nilainya sangat besar sekali. Nilai tambah, added value harus ada di dalam negeri, bukan mentahan yang kita kirim, raw material yang kita kirim, kemudian yang menikmati negara-negara lain. Nggak bisa lagi seperti itu. Kesempatan kerja malah tercipta di sana, keuntungan malah mereka yang menikmati, ndak bisa. Kita sudah 400 tahun lebih mengirim raw material kita keluar negeri," ucap Jokowi, Kamis, (10/10/2024).

Presiden Jokowi secara khusus menyebutkan keberhasilan proyek peleburan nikel, yang telah meningkatkan pendapatan ekspor Indonesia secara signifikan.

"Nikel juga sama, semuanya. Nikel juga sama, harus sampai keturunan yang sebanyak-banyaknya karena nilai tambah itu ada di situ. Kita sudah berapa ratus tahun mengekspor  bahan mentah. Bayangkan untuk nikel saja, waktu kita mengekspor dalam bentuk bahan mentah 2,9 billion USD per tahun, mentahan raw meterial. Begitu stop 2020, kemudian masuk ke industri turunan, 2023, 34,4 billion USD lompatannya bayangkan, lompatannya berapa kali," jelasnya.

Baca juga:

Jokowi meminta upaya serupa dilakukan untuk mineral lainnya, seperti bauksit, tembaga, dan batu bara. Selain itu, Jokowi menyebut peningkatan produksi energi domestik, terutama minyak dan gas, juga menjadi prioritas untuk mengurangi ketergantungan pada impor.

Kata dia, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan reformasi birokrasi yang lebih efisien dan dukungan terhadap pengembangan industri hilir.

"Tanpa penyederhanaan izin, tanpa membuat simple regulasi yang kita miliki, sangat sulit kita bersaing, berkompetisi dengan negara-negara lain. Saya sampaikan, ke depan negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, bukan negara besar mengalahkan negara kecil. Bukan negara kaya mengalahkan negara berkembang, tapi negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat," pungkasnya.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!