NASIONAL
Praktik Laten Politik Uang Jadi Cermin Kegagalan PSU di Pilkada Barito Utara, Siapa yang Salah?
Kalau kita kaitkan misalnya dengan teori klasik bagaimana hukum itu bisa bekerja, mulai dari legal substance, legal structure, dan legal culture-nya, semuanya bermasalah.

KBR, Jakarta- Mahkamah Konstitusi (MK) mendiskualifikasi seluruh Pasangan Calon (Paslon) dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara, Kalimantan Tengah Tahun 2024 setelah terbukti melakukan praktik politik uang.
Dalam putusannya, MK memerintahkan pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) yang hanya boleh diikuti oleh Paslon yang baru.
Pilkada Barito Utara diikuti dua pasangan calon, yaitu Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Nomor Urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo (Gogo-Helo) dan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya (Agi-Saja).
"Menyatakan diskualifikasi Paslon Nomor Urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan Paslon Nomor Urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara 2024," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 di Jakarta, Rabu (14/5/2025).
Mahkamah menemukan adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Agi-Saja dengan nilai Rp16 juta untuk satu pemilih.
Salah satu saksi juga mengaku menerima hingga Rp64 juta untuk satu keluarga. Ditemukan pula bukti pembelian suara pemilih untuk Pasangan Gogo-Helo senilai Rp19,5 juta dan berangkat umrah apabila menang.
"Mahkamah menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp16 juta untuk satu pemilih. Bahkan, saksi menerangkan telah menerima total uang Rp64 juta untuk satu keluarga," ujar Hakim Mahkamah Konstitusi, Guntur Hamzah dalam sidang Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati Barito Utara Tahun 2024, Rabu (14/5/2025) di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1 MK.
"Begitupula pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 1 dengan nilai sampai dengan Rp6,5 juta untuk satu pemilih dan disertai janji akan diberangkatkan umrah apabila menang sebagaimana keterangan Saksi yang total menerima uang sebanyak Rp19,5 juta untuk satu keluarga," lanjutnya.
“Dengan demikian, Mahkamah meyakini telah terjadi praktik money politics yang dilakukan secara terstruktur dan melibatkan pasangan calon secara langsung,” pungkasnya.
Perkara Diajukan Usai MK Memerintahkan PSU
Perkara ini terdaftar dan diajukan oleh pasangan Gogo-Helo setelah Mahkamah memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) pasca putusan sebelumnya. Berdasarkan hasil PSU, Gogo-Helo kalah tipis dari Agi-Saja. Paslon nomor urut 1 itu memperoleh 42.239 suara (49,80 persen), sementara paslon nomor urut 2 memperoleh 42.578 suara (50,20 persen).
Pada perkara ini, Gogo-Helo mempermasalahkan hasil PSU karena menduga pasangan Agi-Saja telah melakukan praktik politik uang. Namun, dalam proses persidangan atas sengketa hasil PSU, Mahkamah menemukan bukti adanya praktik politik uang (vote buying) yang dilakukan oleh kedua pasangan calon.

Wamendagri Sebut Dana Pilkada Ulang Barito Utara Hingga Rp20 miliar
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto memperkirakan dana pelaksanaan pemilihan suara ulang (PSU) pilkada Barito Utara mencapai Rp20 miliar.
Bima mengatakan pemerintah masih mengkaji skema pelaksanaan pemilihan ulang di Barito Utara. Ia mengatakan tak menutup kemungkinan memakai APBD Kabupaten atau dibantu provinsi.
"Kami masih mendalami, ya. Angkanya tadi puluhan miliar, di atas Rp20 miliar. Tentu itu uang rakyat yang semestinya bisa dialokasikan untuk kebutuhan rakyat. Nah, tentu kita masih dalami sejauh mana kemudian itu bisa ditutupi oleh APBD Kabupaten atau juga bisa dibantu oleh provinsi. Skemanya seperti apa masih kami dalami secara detail," kata Bima di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (19/05/2025).

Tanggapan KPU
KPU segera menyiapkan kebijakan teknis usai Mahkamah Konstitusi memutuskan mendiskualifikasi seluruh pasangan calon pada pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Barito Utara 2024.
“Tentunya KPU RI segera mempersiapkan kebijakan teknis lanjut dari putusan tersebut dan nanti kami akan coba menggunakan pola yang sama terhadap pelaksanaan PSU yang 90 hari kemarin,” kata anggota KPU RI Idham Holik saat dihubungi di Jakarta, Rabu (21/5/2025) dikutip dari ANTARA.
Menurut Idham, kebijakan PSU Pilkada Barito Utara nantinya akan sama dengan kebijakan yang telah diterapkan, khususnya pada daerah yang sebelumnya diperintahkan oleh MK mengulang pencoblosan dari tahap pencalonan.
“Yang mana partai politik yang mengusulkan pasangan calon yang didiskualifikasi tersebut nanti diberikan kesempatan untuk melakukan penggantian sebagaimana amar putusan MK,” imbuhnya.
Di samping itu, dia mengatakan KPU juga akan menyiapkan kebutuhan logistik untuk PSU tersebut.

Terkait kebutuhan anggaran, Idham menyebut KPU Kalimantan Tengah bersama dengan KPU Barito Utara akan segera berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
“Sebab, pembiayaan pelaksanaan PSU tindak lanjut putusan MK sama seperti penyelanggaran pilkada pada umumnya, yaitu dibiayai dari dana APBD,” ujarnya.
Lebih lanjut Idham mengatakan putusan MK terkait Pilkada Barito Utara bukan disebabkan oleh faktor teknis penyelenggaraan. Oleh sebab itu, dia mengimbau pasangan calon serta para pemilih dapat lebih memahami aturan pemilihan dengan baik, khususnya tentang larangan politik uang.
Bawaslu Jadikan Putusan MK Sebagai Evaluasi
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menjadikan putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pilkada Kabupaten Barito Utara 2024 sebagai landasan evaluasi dan koreksi penguatan pengawasan pemilu.
“Putusan MK adalah produk hukum yang final dan mengikat. Kami memandang putusan tersebut sebagai bagian dari mekanisme konstitusional untuk menjaga integritas pemilu,” ucap Anggota Bawaslu RI, Puadi, Kamis (15/05/2025) di Jakarta, dikutip dari ANTARA.

Puadi mengatakan dibutuhkan kerjasama seluruh pihak dalam menghapus politik uang karena berkaitan dengan budaya dan struktur politik lokal.
“Perlu disadari bahwa praktik politik uang tidak hanya persoalan hukum, melainkan juga budaya dan struktur politik lokal. Oleh sebab itu, sinergi dengan pemangku kepentingan lain mutlak dibutuhkan,” katanya.
Puadi mengatakan jajarannya telah bekerja maksimal dalam mengawasi seluruh tahapan pilkada. Dugaan politik uang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) juga telah ditindaklanjuti.
Bawaslu saat ini terbuka terhadap evaluasi dari DPR RI. Menurutnya, evaluasi tersebut menjadi masukan penting untuk memperkuat desain kelembagaan dan kewenangan pengawasan dalam penanganan pelanggaran bersifat TSM.
“Bawaslu siap duduk bersama DPR untuk membahas perbaikan kerangka hukum, termasuk menyangkut pendekatan kualitatif terhadap unsur pelanggaran masif sebagaimana dipertimbangkan oleh MK,” ujarnya.

DPR: PSU Berulang Akan Bebani Keuangan Daerah
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda mendorong Presiden Prabowo Subianto menunjuk penjabat (Pj) Bupati Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Hal ini guna mencegah kekosongan kepemimpinan di tengah pemungutan suara ulang (PSU) berulang di wilayah itu karena kasus politik uang.
"Semua paslon melakukan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ya sudah serahkan pada Presiden untuk menunjuk penjabat kepala daerah. Itu juga dalam tanda kutip sanksi secara politik kepada para politisi setempat," kata Rifqi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/5/2025).

Ketua Komisi yang membidangi Pemilihan Umum di DPR ini mengatakan PSU akan sangat membebani keuangan daerah. Apalagi menurutnya, kemampuan keuangan di setiap daerah berbeda.
"Anggaran ini sudah terbatas, sekarang dipaksa lagi untuk menangani PSU. Banyak sekali urusan pelayanan publik yang harus dalam tanda kutip dikalahkan hanya untuk kita membiayai PSU-PSU ini. Di Barito Utara itu pasti nggak kurang Rp30 miliar yang harus disiapkan. Bagi kabupaten kecil seperti Barito Utara pasti sangat berharga," pungkasnya.
Pakar: Bobroknya Integritas Penyelenggaraan Pilkada
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil mengatakan kasus Pilkada di Barito Utara sebagai bukti buruknya integritas penyelenggaraan Pilkada di daerah tersebut.
Ia juga menilai perlu ada evaluasi peran Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan dalam proses pengawasan dan penegakan hukum.
"Secara perjalanan penyelesaian proses hasil Pilkada di MK, ini baru pertama kali ya semua pasangan calon didiskualifikasi. Sebetulnya ini menunjukkan betapa bobroknya integritas penyelenggaran Pilkada di sana. Tapi tentu ini bukan hanya problem dari pesertanya saja, kita perlu pertanyakan bagaimana peran Bawaslu di sana dalam proses penegakan hukum misalnya. Termasuk kepolisian dan kejaksaan itu juga patut dievaluasi," ujar Fadli kepada KBR, Rabu (21/5/2025).

Terkait putusan MK yang memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU), Fadli mengakui bahwa hal tersebut memerlukan anggaran besar. Namun, kata dia, sebagai konsekuensi hukum, pemerintah perlu menyiapkan anggaran serta menunjuk penjabat (Pj) untuk menjalankan roda pemerintahan sementara.
Fadli menilai perhatian sebaiknya tidak hanya difokuskan pada anggaran, tetapi juga pada kesiapan penyelenggara serta aparat penegak hukum agar kejadian ini tidak terulang.
"Untuk PSU menurut saya memang butuh biaya yang besar ya, tapi sebagai bagian dari konsekuensi putusan hukum, memang harus disiapkan anggaran untuk penyelenggaran itu. Bahwa sementara perlu ditunjuk penjabat untuk penyelenggaran aktivitas pemerintahan sehari-hari, ya itu memang harus dilakukan,” ungkapnya.
“Tapi perlu dipikirkan ulang, tidak hanya soal anggaran, tapi juga perangkat penyelenggara dan unsur penegakan hukum yang memastikan masalah yang sama tidak terulang kembali," tambahnya.

Politik Uang Masalah Klasik yang Tak Kunjung Selesai
Fadli mengatakan politik uang adalah masalah klasik yang belum kunjung terselesaikan. Terdapat celah besar dalam sistem penegakan hukum Indonesia, baik dari sisi regulasi, struktur lembaga, maupun budaya.
Ia mengatakan perbaikan harus dilakukan secara menyeluruh, termasuk merevisi kerangka hukum dan memperkuat kelembagaan penanganan politik uang.
"Problem politik uang memang problem klasik ya. Kita punya lubang yang sangat besar dalam proses penegakan hukumnya, dari segi regulasi, dari segi pengawasan perangkat hukumnya. Kalau kita kaitkan misalnya dengan teori klasik bagaimana hukum itu bisa bekerja, mulai dari legal substance, legal structure, dan legal culture-nya, semuanya bermasalah. Terutama di kasus Pilkada di Barito Utara ini,” tutur Fadli.
“Jadi perbaikannya mesti menyeluruh sebetulnya. Jangan-jangan di waktu yang tersisa perlu dilakukan perbaikan kerangka hukum untuk unsur penanganan politik uang, termasuk juga kelembagaannya itu perlu untuk dipikirkan," tegasnya.
Baca juga:
- Politik Uang Warnai Pilkada 2024, ICW Beberkan Modusnya
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!