NASIONAL

Prabowo Mau Longgarkan TKDN, Pengusaha dan Ekonom Beri Peringatan

Kementerian Perindustrian menetapkan batas minimal nilai TKDN adalah 25 persen.

AUTHOR / Fadli Gaper, Hoirunnisa, Ardhi Ridwansyah, Astri Septiani

EDITOR / Wahyu Setiawan

Google News
ekonomi
Presiden Prabowo Subianto (kiri) dan Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) saat Sarasehan Ekonomi di Jakarta, Selasa (8/4/2025). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

KBR, Jakarta - Rencana Presiden Prabowo Subianto melonggarkan aturan tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menuai sorotan. 

Anggota Komisi Perdagangan DPR dari Fraksi PKS Amin AK berpendapat, regulasi TKDN perlu tetap disesuaikan dengan kondisi pasar dalam negeri. Sehingga tidak menekan produksi lokal akibat membanjirnya produk impor ke tanah air.

“Aturan TKDN tetap perlu kalau saya karena untuk menumbuhkan produksi dalam negeri tentu saja nanti kaitannya dengan menumbuhkan industri dalam negeri kemudian serapan tenaga kerja lalu kepada pertumbuhan ekonomi dan sebagainya,” ucapnya kepada KBR, Rabu (9/4/2025).

Amin AK khawatir jika regulasi TKDN dilonggarkan atau direlaksasi, produk impor dari Amerika Serikat seperti perangkat teknologi dan informasi bakal makin banyak masuk ke Indonesia. Kondisi itu, kata dia, bisa membuat industri dalam negeri kalah bersaing. Dampaknya, bisa memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Saat acara sarasehan ekonomi di Jakarta, Selasa (8/4/2025), Prabowo ingin besaran TKDN dilonggarkan. Kepala negara beralasan aturan TKDN harus dievaluasi supaya tidak membebani industri nasional dan menghambat daya saing Indonesia di pasar global.

Rencana ini mencuat di tengah tekanan perang dagang global akibat kebijakan tarif impor Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

"TKDN sudah lah niatnya baik, nasionalisme. Saya kalau saudara mungkin sudah kenal saya lama, mungkin dari saya ini paling nasionalis. Kalau istilahnya dahulu, kalau mungkin jantung saya dibuka yang keluar Merah Putih, mungkin. Tapi kita harus realistis, TKDN dipaksakan, ini akhirnya kita kalah kompetitif. Saya sangat setuju, TKDN fleksibel saja," kata Prabowo.

Prabowo mengingatkan, peningkatan komponen lokal di berbagai sektor industri seharusnya tidak semata-mata didorong hanya oleh kewajiban administratif. Tapi, harus melalui penguatan fondasi ilmu pengetahuan, teknologi, hingga pendidikan.

Meski aturan TKDN merupakan wujud nasionalisme, tapi Prabowo tetap minta agar regulasinya harus realistis.

"Tolong diubah itu, TKDN dibikin yang realistis saja. Masalah kemampuan dalam negeri, konten dalam negeri itu adalah masalah luas, itu masalah pendidikan, iptek, sains. Jadi itu masalah, enggak bisa kita dengan cara bikin regulasi TKDN naik," lanjutnya.

TKDN merupakan persentase komponen produksi suatu barang atau jasa yang berasal dari dalam negeri. Beberapa produk dari luar negeri, harus memenuhi unsur TKDN sebelum dipasarkan di tanah air.

TKDN diatur lewat sejumlah regulasi. Seperti Keputusan Presiden tentang Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri. Kemudian ada Peraturan Pemerintah tentang Pemberdayaan Industri, serta Peraturan Menteri Perindustrian.

Kementerian Perindustrian menetapkan batas minimal nilai TKDN adalah 25 persen dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40 persen.

Baca juga:

Aturan TKDN ini sempat dikritik oleh pemerintah Amerika Serikat. Dalam sebuah wawancara di TV Foxx News pertengahan Februari lalu, Menteri Keuangan AS Scott Bessen menyoroti kebijakan Negara lain yang menghambat penjualan produk ekspor Amerika. Aturan TKDN dinilai menjadi salah satu hambatan non-tarif atau non-tariff measures.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, aturan TKDN akan segera direvisi. Dia mengakui kebijakan ini merupakan bagian dari negosiasi atas kebijakan tarif impor Amerika Serikat sebesar 32 persen terhadap barang impor asal Indonesia.

“Kemudian sejumlah kebijakan deregulasi non-tariff measures ini antara lain yang diminta Amerika, ICT untuk TKDN. Terutama untuk investasi Amerika yang ada di pulau Batam,” kata Airlangga dalam dialog ekonomi dengan pengusaha dan investor di Menara Mandiri, Sudirman, Jakarta, Selasa 8 April 2025 (09/04/25).

Namun, rencana pelonggaran aturan TKDN justru memicu kekhawatiran dari Asosiasi Pengusaha Komoditi Elektronik atau Apkonik.

Juru Bicara Apkonik Elvin Andika menilai, rencana pemerintah melonggarkan TKDN berpotensi membuat produk elektronik dalam negeri kehilangan pasar.

Berkaca pada situasi belakangan ini, menurutnya produk-produk dalam negeri kerap kali kalah bersaing dengan produk elektronik impor asal Amerika Serikat.

"Jika regulasi TKDN dilonggarkan secara signifikan, pelaku usaha lokal terutama produsen perangkat keras dan integrator sistem berisiko kehilangan daya saing. Dalam skenario moderat, penurunan pangsa pasar lokal bisa berkisar 5–10 persen dalam 1–2 tahun ke depan, tergantung seberapa agresif penetrasi produk-produk asal AS," ucap Elvin kepada KBR, Rabu (9/4/2025).

Elvin Andika menambahkan, penurunan pangsa pasar lokal juga bisa terjadi pada sektor-sektor lain, seperti telekomunikasi dan perangkat lunak.

"Penurunan ini bisa lebih besar di sektor tertentu seperti perangkat telekomunikasi dan enterprise solution, di mana vendor global punya dominasi teknologi dan kepercayaan brand," katanya.

Untuk itu, Elvin mendesak pemerintah memberi proteksi atau jaminan bagi pelaku usaha lokal, supaya tidak ambruk terdampak relaksasi aturan TKDN.

Misalnya dibuat mekanisme agar pendistribusian produk impor tetap menggandeng produsen lokal sebagai mitra.

Di lain pihak, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan kebijakan melonggarkan TKDN harus dilakukan secara hati-hati dan melalui kajian setiap komoditas.

Bhima mengingatkan, jangan sampai Prabowo justru menghapus aturan TKDN untuk semua komoditas. Bila itu yang terjadi, bisa menghancurkan industri dalam negeri, sekaligus membuat Indonesia kebanjiran produk impor.

"Kita sekarang sudah ada perang dagang, jangan kemudian melunak begitu saja di hadapan Donald Trump. Ini seolah-olah bukan hanya Donald Trump yang mau dilunakkan, tapi semuanya. Seolah ayo kita impor besar-besaran ke Indonesia sehingga enggak ada kajian. Kemudian semua TKDN mau diloskan begitu. Nah saya pikir ini kebijakan yang blunder nih kalau caranya begini ya Pak Prabowo. Harusnya oke kami akan mengkaji TKDN, akan disesuaikan kalau ada produk UMKM yang bisa menggantikan produk impor maka TKDN-nya itu dinaikkan, dan sebaliknya. Harusnya kan begitu," kata Bhima kepada KBR Rabu (9/4/2025).

Bhima juga menilai, relaksasi aturan TKDN hanya akan melemahkan daya saing petani, merusak industri domestik, hingga berpotensi membuat UMKM gulung tikar.

Kalau pun akan melonggarkan TKDN, dia menyarankan pemerintah memastikan komoditas yang diberikan relaksasi benar-benar tidak memiliki substitusi alias tidak bisa diproduksi di dalam negeri.

Pemerintah juga perlu mengkaji komitmen dari investor terhadap TKDN yang telah direlaksasi. Sehingga pelonggaran TKDN nantinya dapat menciptakan peluang investasi bagi Indonesia.

Jangan sampai kebijakan yang dibuat pemerintah justru berbalik membuat dampak buruk terhadap dalam negeri.

"Seharusnya Ada kajian per komoditas paling tidak per-HS Code yang secara subsektor ya misalnya pakaian jadi bagaimana, misalnya kemudian di elektronik, ya elektroniknya apa? Apakah laptop atau smartphone? Kemudian di pangan juga di industri yang terkait pangan misalnya alat-alat pertanian itu seperti apa. Jadi artinya harus ada kajian secara rinci," ujarnya.

Jika pelonggaran TKDN dilakukan serampangan dan tidak memperhatikan produk dalam negeri, pelaku usaha pasti akan lebih memilih menjadi distributor produk impor, ketimbang membangun kemandirian industri dan pertanian.

"Ini kalau semangatnya justru tidak ada TKDN, tidak ada kuota impor ini saya pikir ini berbahaya sekali. Karena bisa rusak petani, bisa merusak industri domestik, UMKM. Akan lebih banyak orang jadi rente impor daripada yang membangun industri dan sektor-sektor pertanian kalau begini caranya," kata dia.

Baca juga:

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!