NUSANTARA

Polisi Klaim Situasi Nduga Kondusif setelah Pembunuhan 11 Warga

Masyarakat telah kembali beraktivitas seperti hari-hari sebelumnya.

AUTHOR / Arjuna Pademme

Polisi Klaim Situasi Nduga Kondusif setelah Pembunuhan 11 Warga
Ilustrasi: Pemulangan korban Kelompok Bersenjata di Nduga, Papua, melalui Timika, Minggu (17/7). (Antara)

KBR, Jayapura- Kepolisian Daerah (Polda) Papua mengklaim situasi dan aktivitas di Kabupaten Nduga, Papua, kondusif setelah pembunuhan terhadap 11 warga sipil oleh kelompok bersenjata, 16 Juli 2022.

Juru bicara Polda Papua, Ahmad Mustofa Kamal mengatakan masyarakat telah kembali beraktivitas seperti hari-hari sebelumnya.

"Situasi Nduga secara kumulatif kondusif. Aktivitas masyarakat berjalan dengan baik, layanan publik juga berjalan baik. Aktivitas masyarakat di sekitar ibu kota Kabupaten Nduga lumayan. Kondusif dan aktivitas dalam rangka perekonomi cukup baik," kata Ahmad Mustofa Kamal, Jumat, (22/7/2022).

Baca juga:

Komnas HAM: Dialog, Cara Bermartabat Atasi Persoalan di Papua

Juru bicara Polda Papua, Ahmad Mustofa Kamal mengatakan meski situasi Nduga telah kondusif, namun aparat keamanan gabungan rutin menggelar patroli di sana.

Selain itu, Satgas Damai Cartenz dan anggota TNI/Polri yang ada di Nduga, masih terus mencari kelompok Egianus Kogoya.

Kelompok inilah yang diduga membunuh 11 warga sipil dan menyebabkan dua orang terluka pada 16 Juli 2022. Salah satu korban tewas baru ditemukan beberapa hari setelah kejadian.

Korban tewas dan dua orang yang kritis diserang menggunakan senjata api dan senjata tajam di Distrik Kenyam.

Berdasarkan hasil penyelidikan sementara polisi, pelaku penyerangan tersebut adalah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) pimpinan Egianus Kogeya.

Korban tewas dalam penyerangan itu antara lain, Pendeta Elias Serbaye, Yulius Watu, Habertus Goti, Daenk Maramli, Taufan Amir, Johan, Alex, Yuda Hurusinga, Has Jon, dan Sirajudin.

Baca juga:

Sopir Bupati Nduga Jadi Korban Kelompok Bersenjata Papua

Eskalasi Konflik Papua

Sementara itu dalam kesempatan terpisah, menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas) HAM perwakilan Papua, eskalasi konflik di Papua terus meningkat dari tahun ke tahun.

Kepala Kantor Komnas perwakilan Papua, Frits Ramandey menyebut sejak 25 tahun terakhir eskalasi konflik di Bumi Cenderawasih terus meningkat.

Menurutnya, konflik Papua ada bukan setelah adanya Otonomi Khusus atau Otsus dan pemekaran. Namun, sejak dahulu embrionya sudah ada.

Kata dia, embiro konflik bersenjata di Papua muncul sejak Organisasi Papua Merdeka (OPM) dibentuk pada 1965. Setelah itu, OPM membentuk sayap militer bernama Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB).

"Sebenarnya konflik bersenjata itu sudah ada jauh sebelum ada otonomi khusus. Embrionya adalah organisasi Papua merdeka lalu punya sayap militer yang namanya TPNPB. Potensi-potensinya sudah, sekarang itu soal ekalasi. Kita belajar dari 25 tahun pertama, eskalasinya begitu meningkat," kata Frits Ramandey, Selasa, (19/7/2022).

Kepala Kantor Komnas HAM perwakilan Papua, Frits Ramandey mengatakan meski embrio konflik Papua sudah ada sejak dahulu, namun eskalasi konflik meningkat setelah ada Otsus dan terjadi pemekaran wilayah di sana.

Situasi ini diperparah dengan maraknya perdagangan senjata api dan amunisi ilegal di Papua.

Katanya, pemerintah memang perlu memikirkan bagaimana cara meredam konflik bersenjata di Papua. Salah satunya bisa lewat dialog damai yang melibatkan semua pihak terkait.

Editor: Sindu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!