NASIONAL

Polisi Didesak Hentikan Kasus Mahasiswi ITB Pembuat Meme Prabowo-Jokowi Berciuman, Alasannya?

“Meme itu tidak menunjukkan ketelanjangan atau aktivitas seksual, jadi tidak tepat dikenakan Pasal 27 ayat 1. Apalagi Pasal 35, yang seharusnya dipakai untuk kasus manipulasi dokumen," jelasnya

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Resky Novianto

Google News
tangan
(GAS-photo via Shutterstock)

KBR, Jakarta- Seorang mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

SSS diduga mengunggah meme bergambar Presiden Prabowo Subianto dan Presiden RI ke-7, Joko Widodo tengah berciuman di media sosial “X”. Modifikasi foto yang diduga dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) tersebut viral di media sosial.

Merespons hal itu, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Nenden Sekar Arum, menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pemahaman aparat penegak hukum terhadap prinsip hak asasi manusia, terutama dalam hal kebebasan berekspresi.

“Ini seperti lingkaran setan. Perangkat hukumnya bermasalah, aparatnya pun tidak memahami prinsip keadilan dalam penegakan hukum,” kata Nenden kepada KBR, Rabu (14/5/2025).

Menurutnya, penggunaan Pasal 27 ayat 1 tentang kesusilaan dan Pasal 35 tentang manipulasi dokumen elektronik dalam UU ITE terhadap kasus meme tersebut merupakan bentuk penerapan hukum yang serampangan.

Nenden menyebut istilah “kesusilaan” dalam UU ITE sangat kabur dan seringkali disalahgunakan untuk membungkam ekspresi yang sah, termasuk dalam bentuk satire.

“Meme itu tidak menunjukkan ketelanjangan atau aktivitas seksual, jadi tidak tepat dikenakan Pasal 27 ayat 1. Apalagi Pasal 35, yang seharusnya dipakai untuk kasus manipulasi dokumen seperti KTP atau ijazah palsu,” jelasnya.

Kasus ini menjadi salah satu contoh kriminalisasi ekspresi digital yang terus berulang.

Sebelumnya, aktivis lingkungan Daniel Fritz Tangkilisan juga pernah dijerat UU ITE karena mengkritik proyek tambak melalui media sosial. Meskipun Daniel akhirnya dibebaskan oleh pengadilan, proses hukumnya menandakan pola represif yang sama.

red
Persidangan dengan agenda putusan terhadap aktivis lingkungan Karimunjawa Jepara Daniel Frits Maurits Tangkilisan yang dijerat pasal dalam UU ITE di Pengadilan Negeri di Jepara, Jawa Tengah, Kamis (4/4/2024). ANTARA/HO-Dn.


Nenden menilai revisi UU ITE dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu belum cukup melindungi kebebasan berekspresi. Pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE masih menjadi celah untuk membungkam suara kritis warga.

“Selama pasal-pasal karet itu belum dicabut total, represi akan tetap terjadi. Yang dibutuhkan adalah reformasi hukum menyeluruh, bukan tambal sulam,” tegasnya.

SAFEnet mendesak agar negara tidak hanya memperbaiki undang-undang, tetapi juga membangun kapasitas aparat penegak hukum agar memahami konteks dan melindungi hak-hak konstitusional warga negara.

Penahanan Ditangguhkan namun masih Berstatus Tersangka

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Trunoyudo Wisnu Andiko, membenarkan bahwa mahasiswi berinisial SSS telah ditangkap dan tengah diproses oleh penyidik Bareskrim Polri.

Tersangka SSS disebut melanggar UU ITE Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 ayat (1) terkait penyiaran informasi elektronik yang memiliki muatan melanggar kesusilaan dan/atau Pasal 51 ayat (1) jo Pasal 35 terkait manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

Terkait jeratan pasal-pasal tersebut, SSS terancam hukuman penjara hingga 12 tahun dan/atau denda maksimal Rp12 miliar.

Namun, pada Minggu (11/5/2025), Bareskrim Polri resmi menangguhkan penahanan SSS atas dasar kemanusiaan dan permohonan dari pihak keluarga, kuasa hukum, dan kampus ITB. Penangguhan dilakukan agar yang bersangkutan dapat melanjutkan perkuliahan.

“Penangguhan penahanan ini didasarkan pada pendekatan kemanusiaan dan memberikan kesempatan yang bersangkutan untuk melanjutkan perkuliahan,” ujar Trunoyudo kepada wartawan.

red
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko (kanan) bersama Kabagpenum Divisi Humas Polri Kombes Pol. Erdi A. Chaniago (kiri) berbicara dengan awak media di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Minggu (11/5/2025). (ANTARA/HO-Divisi Humas Polri)


Trunoyudo menyebut, proses hukum terhadap SSS bermula dari laporan polisi yang masuk pada 24 Maret 2025, diikuti dengan penerbitan surat perintah penyidikan (sprindik) pada 7 April.

Dalam proses penyidikan, penyidik memeriksa tiga orang saksi dan lima orang ahli. Kemudian, menyita barang bukti, baik dari para saksi dan tersangka dan telah dilakukan pemeriksaan digital forensik.

Saat ini, kasus ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Mengenai identitas SSS, Trunoyudo tidak mengungkapkannya.

Apa Tanggapan Istana?

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, mengatakan bahwa aparat seharusnya lebih mengedepankan pembinaan ketimbang penghukuman dalam kasus ini.

Hasan menyebut Presiden Prabowo tidak akan melakukan pelaporan, dan menganggap tindakan mahasiswi tersebut sebagai bagian dari semangat muda yang berlebihan.

“Kalau anak muda, ya mungkin semangatnya berlebihan. Lebih baik dibina, bukan dihukum. Apalagi ini dalam konteks demokrasi,” kata Hasan kepada wartawan dikutip dari ANTARA, Sabtu (10/5/2025).

red
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi dalam agenda diskusi umum bertajuk "Ada Apa Dengan Prabowo?" di Jakarta, Sabtu (10/5/2025). (ANTARA/Pradana Putra Tampi)

Hasan menyebut bahwa sang mahasiswi masih sangat muda dan mungkin terlalu bersemangat dalam menyampaikan kritik. Menurutnya, dalam konteks demokrasi, ekspresi kritik seharusnya disikapi dengan pemahaman dan pembinaan agar bisa diperbaiki, bukan dengan hukuman.

Namun, jika ada aspek hukum yang dilanggar, hal itu menjadi wewenang penegak hukum.

"Kecuali ada soal hukumnya. Kalau soal hukumnya kita serahkan saja itu kepada penegak hukum. Tapi kalau karena pendapat, karena ekspresi, itu sebaiknya diberi pemahaman dan pembinaan saja, bukan dihukum," ucap dia.

Hasan menegaskan bahwa Presiden Prabowo tidak melaporkan terkait hal tersebut. Presiden, kata dia, justru terus mendorong persatuan dan merangkul seluruh pihak agar bangsa dapat bergerak maju.

Namun, Hasan tetap menyayangkan adanya ekspresi yang tidak bertanggung jawab dan berpotensi mengandung penghinaan atau kebencian.

"Kalau menyayangkan tentu, karena ruang ekspresi itu kan harus diisi dengan hal-hal yang bertanggung jawab. Bukan dengan hal-hal yang menjurus kepada mungkin penghinaan atau kebencian,” tutur Hasan.

“Tapi tetap saja, kalau Bapak Presiden sampai hari ini kan tidak pernah melaporkan. Tidak pernah melaporkan pemberitaan, tidak pernah melaporkan ekspresi-ekspresi yang menyudutkan beliau," pungkasnya.

red
Presiden Joko Widodo (kanan) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berpelukan saat tiba di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7/2019). Kedua kontestan dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 lalu ini bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus dan selanjutnya naik MRT dan diakhiri dengan makan siang bersama. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Desakan Penghentian Kasus, Mengapa Mahasiswi ITB Harus Dibebaskan?

Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, penangkapan mahasiswi tersebut sekali lagi menunjukkan bahwa polisi terus melakukan praktik-praktik otoriter dalam merepresi kebebasan berekspresi di ruang digital.

“Kali ini dengan menggunakan argumen kesusilaan. Ekspresi damai seberapapun ofensif, baik melalui seni, termasuk satir dan meme politik, bukanlah merupakan tindak pidana. Respons Polri ini jelas merupakan bentuk kriminalisasi kebebasan berekspresi di ruang digital,” ujar Usman dalam keterangan resmi yang diterima KBR, Jumat (9/5/2025).

“Ekspresi damai, termasuk satire dan meme politik, bukanlah tindak pidana. Tidak seharusnya dikenai sanksi hukum,” tegasnya.

Usman mengatakan, penangkapan ini juga bertentangan dengan semangat putusan terbaru MK yang menyatakan bahwa keributan di media sosial tidak tergolong tindak pidana.

Pembangkangan Polri atas putusan MK tersebut mencerminkan sikap otoriter aparat yang menerapkan respons yang represif di ruang publik.

“Kebebasan berpendapat adalah hak yang dilindungi baik dalam hukum HAM internasional dan nasional, termasuk UUD 1945. Meskipun kebebasan ini dapat dibatasi untuk melindungi reputasi orang lain, standar HAM internasional menganjurkan agar hal tersebut tidak dilakukan melalui pemidanaan,” jelasnya.

red
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Usman menegaskan lembaga negara sendiri termasuk Presiden bukanlah suatu entitas yang dilindungi reputasinya oleh hukum hak asasi manusia. Menurutnya, kriminalisasi di ruang ekspresi semacam ini justru akan menciptakan iklim ketakutan di masyarakat dan merupakan bentuk taktik kejam untuk membungkam kritik di ruang publik.

“Polri harus segera membebaskan mahasiswi tersebut karena penangkapannya bertentangan dengan semangat putusan MK. Negara tidak boleh anti-kritik, apalagi menggunakan hukum sebagai alat pembungkaman,” ujar Usman.

“Penyalahgunaan UU ITE ini merupakan taktik yang tidak manusiawi untuk membungkam kritik,” imbuhnya.

Usman menambahkan, kriminalisasi lewat UU ITE tidak hanya menghukum korban tetapi juga menimbulkan trauma psikologis keluarga mereka.

“Mereka dalam beberapa kasus harus terpisah dari keluarga ketika proses hukum berjalan akibat penahanan dan pemenjaraan. Ini merupakan taktik yang represif dan tidak adil,” tegasnya.

Amnesty International Indonesia mencatat selama 2019-2024 setidaknya terdapat 530 kasus kriminalisasi kebebasan berekspresi dengan jerat UU ITE terhadap 563 korban. Pelaku kriminalisasi didominasi oleh patroli siber Polri (258 kasus dengan 271 korban) dan laporan Pemerintah Daerah (63 kasus dengan 68 korban).

Apa Respons ITB?

Mengutip dari laman itb.ac.id, Institut Teknologi Bandung (ITB) menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada Presiden Republik Indonesia, Kapolri, Wakil Ketua DPR RI, serta Ketua Komisi III DPR RI.

Selain itu, ITB turut berterima kasih kepada Kementerian Pendidikan Tinggi dan Saintek, Ikatan Orang Tua Mahasiswa (IOM), Tim Pengacara, Keluarga Mahasiswa ITB (KM ITB), para Alumni ITB, rekan-rekan media, serta masyarakat luas yang turut mengawal proses ini.

Mahasiswi SSS telah mendapatkan penangguhan penahanan oleh kepolisian, ITB akan melanjutkan proses pembinaan akademik dan karakter terhadap yang bersangkutan.

“ITB berkomitmen untuk mendidik, mendampingi dan membina mahasiswi tersebut untuk dapat menjadi pribadi dewasa yang bertanggung jawab, menjunjung tinggi adab dan etika dalam menyampaikan pendapat dan berekspresi, dengan dilandasi nilai-nilai kebangsaan,” tulis Direktur Komunikasi dan Hubungan Masyarakat ITB Nurlaela Arief dalam laman resmi ITB yang dirilis Minggu (11/5/2025).

red
Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB). Foto: itb.ac.id

Nurlaela mengatakan sebagai bagian dari upaya edukatif, ITB juga akan memperkuat literasi digital, literasi hukum dan etika berkomunikasi di berbagai media, termasuk dengan penyelenggaraan diskusi terbuka, kuliah umum, dan program pembinaan yang melibatkan teman sebaya, pakar dan dosen. Hal ini diharapkan dapat memperkaya wawasan mahasiswa tentang kebebasan yang konstruktif dalam era digital.

ITB, lanjutnya, mendorong seluruh civitas akademika untuk menjadikan peristiwa ini sebagai refleksi bersama, bahwa kebebasan berekspresi adalah hak setiap warga negara, namun harus dijalankan dengan tanggung jawab, pemahaman hukum, serta penghormatan terhadap hak dan martabat orang lain.

“ITB terus melakukan segala upaya untuk terciptanya atmosfer akademik yang sehat dan berkualitas, tetap memberi ruang bagi kebebasan berkumpul, berpendapat dan berekspresi, melakukan kajian kritis, namun tetap sopan, beretika dan bertanggung jawab,” kata dia.

Baca juga:

- Indonesia dalam Cengkeraman Otokratisasi?

Masukan AJI, PWI, dan AVISI Soal RUU Penyiaran: Jamin Kebebasan Pers hingga Lindungi Hak Cipta

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!