BERITA
Penutupan Pulau Komodo, Ini Alasan Pemprov
"Konservasi itu urusan pemerintah pusat."
AUTHOR / Dian Kurniati, Friska Kalia
KBR, Jakarta- Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia ( Asita) di Nusa Tenggara Timur (NTT) menolak keras rencana Gubernur Nusa Tenggara Timur Viktor Bungtilu Laiskodat untuk menutup Taman Nasional Komodo selama setahun. Mereka menilai pernyataan Gubernur merugikan pelaku usaha wisata.
Juru Bicara Pemprov NTT, Samuel mengklaim, penutupan ini takkan
terlalu berdampak pada pariwisata di NTT. Dia beralasan, wisatawan bisa tetap mendatangi ke pulau-pulau lain yang berada di
sekitar Taman Nasional Pulau Komodo.
Menurut Samuel, penutupan ini penting
dilakukan saat ini untuk menyelamatkan ekosistem di TN Komodo untuk
kepentingan yang lebih besar di masa mendatang.
"Jadi ditutup satu tahun untuk keberlangsungan Taman Nasional Komodo, tentu tidak masalah. Yang kita pikirkan adalah bagaimana ekosistem ini 10 sampai 20 tahun mendatang," ujarnya.
Samuel mengatakan, keputusan menutup Taman Nasional Komodo diambil untuk menyelamatkan ekosistem di Pulau tersebut. Meski pengelolaannya merupakan kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Pemprov mengaku konservasi kawasan Taman Nasional tersebut mendesak untuk dilakukan
"Kita sedang komunikasi dengan KLHK, jika disetujui untuk sementara waktu akan ditutup dengan latar belakang konservasi. Apalagi sekarang komodo itu populasinya semakin kecil, jadi akan kami perbaiki supaya komodo bisa berkembang biak dengan baik," kata Samuel Pakereng kepada KBR, Jumat (25/1/2019).
Menanggapi rencana itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menegaskan Gubernur
Nusa Tenggara Timur Viktor Laiskodat tak bisa sembarangan menutup Taman
Nasional Komodo untuk kepentingan revilitasisasi. Siti mengatakan,
pemerintah daerah wajib berkoordinasi dengan KLHK untuk urusan
konservasi taman nasional.
Meski begitu, Siti mengaku mendukung ide
revitalisasi TM Komodo, dan bakal mengkaji rencana tersebut.
"Konservasi itu urusan pemerintah pusat. Gubernur itu punya ide dan
gagasan untuk memperbaiki taman nasional. Kita kementerian memang
memberikan ruang bahwa taman nasional di Indonesia boleh menjadi sumber
pusat pertumbuhan wilayah. Jadi saya kira ide Pak Gubernur kita harus
dengar tapi pemerintah daerah harus konsultasi dan harus di dalam
koridor urusan yang ditangani oleh Dirjen Konservasi," kata Siti di
kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (24/01/2019).
Siti mengatakan, ketentuan merevitalisasi taman nasional telah diatur
dalam Undang-undang Kehutanan, UU Konservasi, serta UU Pemerintah Daerah
dan Peraturan pemerintah. Dalam semua beleid tersebut, diatur pembagian
tugas dalam revitalisasi, yakni konservasi menjadi urusan pemerintah
pusat, sedangkan pemerintah daerah sebatas memberikan ide dan gagasan.
Meski begitu, Siti mengklaim aturan itu juga cukup memberi keleluasaan
pemerintah daerah untuk mengembangkan taman nasional di wilayahnya.
Siti berujar, saat ini ia telah memerintahkan Direktur Jenderal
Konservasi mengumpulkan semua informasi tentang TN Komodo, termasuk
zona-zona di dalamnya. Setelah itu, kata Siti, KLHK juga perlu mengkaji
rencana induk revitalisasi tersebut. Siti berujar, mengkaji rencana
revitalisasi juga memerlukan waktu, karena menyangkut beberapa beberapa
kepentingan, seperti pariwisata yang di dalamnya ada banyak pelaku
usaha.
Menurut Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT keputusan Pemprov untuk menutup sementara Taman Nasional Komodo diambil karena ada yang keliru dalam pengelolaan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup selama ini. Direktur Eksekutif Walhi NTT, Umbu Wulang Tanaamahu mengatakan, pengelolaan Taman Nasional harusnya dikerjakan secara kolaboratif oleh Pemprov dan KLHK.
"Tentu saja ini menunjukkan ada yang keliru dari pengelolaan KLHK selama ini, mungkin Pemprov berinisiatif untuk mengambil posisi itu. Menurut kami itu evaluasi untuk KLHK itu. Tapi Pemprov juga harus punya data soal bagaimana ekosistem dan kondisi di Taman Nasional itu, sampai saat ini masyarakat kan tidak banyak tahu seperti apa kondisi sebenarnya," kata Umbu kepada KBR, Jumat (25/1/2019).
Dikatakan Umbu, ada banyak persoalan di Taman Nasional Komodo yang harus dibenahi baik oleh KLHK maupun oleh Pemprov NTT. Selain persoalan populasi Komodo, ekosistem, ada pula persoalan perburuan liar dan problem sampah yang menggenangi laut di pulau dan sekitarnya.
Menurut Walhi perlu ada penegakan hukum yang tegas bagi para pelaku perburuan liar rusa di wilayah Taman Nasional Komodo. Selain itu, Walhi juga melihat belum terjalin kerjasama antar lembaga di Pemprov dalam hal pengelolaan taman nasional.
"Soal taman nasional butuh kerja dari semua pihak, mulai dari sektor lingkungan, pendidikan, infrastruktur dan lainnya," katanya.
Dari hasil monitoring Balai TN Komodo dan Komodo Survival Program pada tahun 2017 diketahui jumlah populasi tercatat lebih dari 2.700 ekor yang tersebar di Pulau Rinca, Pulau Komodo, Pulau Padar, Pulau Gili Motang dan Pulau Nusa Kode. Sedangkan populasi rusa adalah sebanyak 3.900 ekor, dan kerbau sebanyak 200 ekor.
Editor: Rony Sitanggang
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!