BERITA
Pandemi Covid-19, 47 Ribu Pekerja Migran Indonesia Pulang dari Malaysia
Kepulangan itu sebagai dampak kebijakan pembatasan pergerakan (MCO) yang diberlakukan otoritas Malaysia demi memutus mata rantai pandemi COVID-19.
AUTHOR / Fadli Gaper
KBR, Jakarta - Sebanyak 47 ribu Pekerja Migran Indonesia pulang dari Malaysia selama periode 18 Maret sampai 8 April kemarin.
Kepulangan itu sebagai dampak kebijakan pembatasan pergerakan (MCO) yang diberlakukan otoritas Malaysia demi memutus mata rantai pandemi COVID-19.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan, 47 ribuan pekerja migran itu pulang ke Indonesia dari empat pelabuhan di Malaysia. Yaitu pelabuhan Stulang Laut, Pelabuhan Putri, Pasir Gudang dan Kukup, dengan tujuan pelabuhan Batam dan Tanjung Balai Karimun.
Puncak kepulangan WNI dari Malaysia itu terjadi pada 18 Maret, hingga mencapai 3.300-an orang.
“Kalau kita lihat dari grafik yang disiapkan, melalui laut, maka pada 18 Maret memang terjadi peningkatan yang cukup signifikan, yaitu WNI yang pulang dari Malaysia melalui empat pelabuhan di Malaysia jumlah 3.330,” katanya melalui konferensi video, Kamis (9/4/2020) di Jakarta.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menambahkan, sebanyak 6.500-an pekerja migran Indonesia dari Malaysia yang pulang melalui jalur darat, yaitu dari pintu Entikong, Badau, dan Aruk di Kalimantan Barat.
Setibanya di pintu-pintu masuk wilayah Indonesia, mereka harus menjalani protokol kesehatan sesuai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Retno menambahkan, hingga 8 April kemarin, perwakilan RI di Malaysia sudah mendistribusikan total 30 ribuan paket sembako kepada WNI di kalangan paling rentan atau pekerja informal.
Selain itu, lebih dari 25 ribu paket sembako juga sudah didistribusikan oleh organisasi masyarakat Indonesia kepada pekerja migran Indonesia di Malaysia.
Editor: Kurniati Syahdan
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!