NASIONAL
Pakar Ingatkan Pemerintah Taat Putusan MK Soal UU Ciptaker
"Tentu saja ini bicara komitmen terhadap konstitusi, kepatuhan terhadap putusan MK suka tidak suka ya harus patuh. Publik kan juga begitu,"

KBR, Jakarta- Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mengingatkan agar pemerintah patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang mengabulkan sebagian permohonan gugatan terhadap UU Cipta Kerja.
Menurutnya, kepatuhan pemerintah terhadap konstitusi diuji oleh putusan MK tersebut.
"Tentu saja ini bicara komitmen terhadap konstitusi, kepatuhan terhadap putusan MK suka tidak suka ya harus patuh. Publik kan juga begitu. Tidak suka putusan MK kadangkala juga harus patuh. Nah disini ditujukan tentu saja kepada komitmen pemerintah patuh atau tidak patuh pada putusan MK bisa dilihat dari sini," ujar Feri kepada KBR, Senin, (4/11/2024).
Feri mengatakan, pemerintah mesti segera membentuk aturan teknis yang sesuai dengan putusan MK itu.
"Dan memastikan putusan MK itu dilaksanakan secara teknis. Karena sifatnya yang berlaku seketika ya final and binding. Karena sudah final and binding, tidak perlukan sebenarnya peraturan-peraturan lain,” tutur Feri.
“Sepanjang berkesesuaian dengan MK tentu saja boleh, tapi kalau ada upaya membutuhkan peraturan lain yang berbeda itu tidak bisa karena putusan itu mengikat. Jadi buat yang baru pun maka yang baru itu tidak sah."imbuhnya.
Dia menegaskan, pemerintah tak dapat menganulir putusan MK tersebut dengan produk hukum lain. Misal kata Feri, mengeluarkan undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Jika itu terjadi, pemerintah dianggap melakukan pelanggaran konstitusional dan undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Patuh kepada konstitusi maka patuhi putusan MK, tidak patuh kepada konstitusi tentu dicarikan akal untuk merusaknya. Nah ketika kita merusak putusan MK, pada dasarnya kita sedang merusak konstitusi itu sendiri," kata Feri.
Putusan MK
Pekan lalu, Mahkamah Konstitusi memerintahkan DPR dan presiden, membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan baru dan mengeluarkan kluster ketenagakerjaan dari Undang-Undang tentang Cipta Kerja.
MK memberikan waktu dua tahun bagi DPR dan pemerintah membuat undang-undang baru, yang isinya menampung materi di UU Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Salah satu poin penting dalam putusan ini adalah penggunaan komponen hidup layak dalam perhitungan upah pekerja. MK meminta penjelasan mengenai "penghidupan yang layak bagi kemanusiaan" dimasukkan kembali dalam aturan pengupahan.
Selain itu, MK juga menghidupkan kembali peran dewan pengupahan daerah dalam menentukan kebijakan upah. Ini berarti, penetapan upah tidak lagi menjadi otoritas penuh pemerintah pusat, melainkan harus melibatkan perwakilan dari pemerintah daerah, pengusaha, dan pekerja.
Selain itu, MK juga mengatur struktur dan skala upah harus ditetapkan secara proporsional, dengan mempertimbangkan kontribusi pekerja terhadap pertumbuhan ekonomi daerah, kepentingan perusahaan, dan kebutuhan hidup layak pekerja.
Terkait indeks pengupahan, MK memerintahkan indeks yang digunakan harus mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Penetapan indeks pengupahan harus dilakukan seimbang dan tidak hanya menguntungkan salah satu pihak.
Baca juga:
- Jutaan Buruh Ancam Mogok Nasional, Tuntut Pemerintah Patuhi Putusan MK soal Pengupahan
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!