NASIONAL

Mengenal Bahaya Virus MERS, Pemerintah Diminta Memitigasi di Musim Haji 2025

“Kementerian Kesehatan juga perlu menurunkan epidemiolog, bukan hanya dokter dan perawat. Penanganan penyakit ini harus dilihat dari sisi kesehatan masyarakat, bukan hanya individu,” jelasnya

AUTHOR / Hoirunnisa

EDITOR / Resky Novianto

Google News
mers
Pengurus Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) mengkuti sosialisasi pencegahan pengendalian MERS-CoV di Medan, Sumut. ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi

KBR, Jakarta- Kasus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) kembali terdeteksi di Arab Saudi. Kementerian Kesehatan RI mengimbau jemaah untuk meningkatkan kewaspadaan.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kementerian Kesehatan Arab Saudi melaporkan sembilan kasus terkonfirmasi positif MERS-CoV yang terjadi antara 1 Maret hingga 21 April 2025.

Delapan kasus ditemukan di wilayah Riyadh dan satu di Hail. Dari jumlah tersebut, dua pasien meninggal dunia. Tujuh dari sembilan kasus terjadi di fasilitas kesehatan, termasuk enam petugas medis yang tertular dari satu pasien.

“Meskipun jumlah kasusnya masih sedikit dan terkendali, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan. Jangan sampai jemaah terpapar saat menjalankan ibadah,” ujar Kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, Mohammad Imran, Rabu (15/5/2025).

Imran menekankan bahwa MERS-CoV merupakan penyakit pernapasan serius yang disebabkan oleh virus corona.

Penularan bisa terjadi melalui kontak dekat dengan hewan seperti unta, atau melalui droplet dari manusia yang sudah terinfeksi. Gejala yang biasa muncul antara lain demam, batuk, sakit tenggorokan, dan kesulitan bernapas, yang dapat berkembang menjadi komplikasi berat.

Karena itu, ia mengimbau jemaah untuk menghindari kontak langsung dengan unta, termasuk berfoto bersama atau meminum susu unta mentah.

“Kami juga minta jamaah untuk memakai masker di tempat ramai, rajin mencuci tangan, dan segera melapor jika mengalami gejala infeksi saluran pernapasan,” jelasnya.

DPR Dorong Pemerintah Ambil Langkah Nyata

Merespons situasi ini, Anggota Komisi IX DPR RI Arzeti Bilbina meminta pemerintah agar tidak hanya mengeluarkan imbauan, tetapi juga melakukan tindakan preventif yang nyata.

“Pemerintah harus segera memperkuat sistem deteksi dini dan respons cepat terhadap potensi penyebaran MERS-CoV, baik di Arab Saudi maupun saat jemaah kembali ke Indonesia,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (19/5/2025).

Arzeti menyoroti pentingnya peningkatan pengawasan kesehatan di bandara embarkasi dan debarkasi, penyediaan alat pelindung diri (APD) seperti masker, serta penempatan tenaga medis di setiap kelompok terbang (kloter).

red
Anggota DPR RI Arzeti Bilbina. ANTARA/HO-Humas DPR RI


Ia juga mendorong peningkatan jumlah petugas medis dan perbaikan koordinasi antara Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama.

“Ke depan, kami berharap penanganan kesehatan haji bisa terintegrasi dalam satu pintu agar tidak tumpang tindih,” tegas Arzeti.

Pakar Kesehatan: Hindari Produk Unta dan Minum Air Dingin

Sementara itu, Anggota Majelis Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menegaskan bahwa ibadah haji melibatkan pergerakan jutaan orang dalam satu waktu, yang membuat risiko penularan penyakit menular seperti MERS-CoV menjadi tinggi.

“MERS-CoV masih satu keluarga dengan virus penyebab COVID-19, jadi prinsip kewaspadaannya hampir sama. Jaga kebugaran, kebersihan, dan hindari interaksi dengan unta atau produk olahan mentahnya,” ujar Ede kepada KBR, Senin (19/5/2025).

Menurut Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) ini, virus MERS awalnya berasal dari kelelawar dan kemudian menular ke unta. Karena itu, edukasi kepada jemaah sangat penting, terutama dalam membedakan gejala flu biasa dengan infeksi saluran pernapasan akibat MERS-CoV, yang memiliki tingkat kematian cukup tinggi, antara 25 hingga 35 persen.

Ede juga menyarankan agar jemaah menghindari minum air zamzam dalam kondisi dingin.

“Lebih baik minum air suhu ruang untuk mencegah radang tenggorokan, yang bisa memicu infeksi saluran pernapasan,” imbuhnya.

red
Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Administrasi Pembangunan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Ede Surya Darmawan, SKM. (ANTARA/ Foto: Humas UI)


Selain pelayanan medis individual, Ede menekankan pentingnya sistem surveilans aktif untuk memantau gejala infeksi yang tidak biasa. Jika ditemukan gejala yang mengarah ke MERS-CoV, harus segera dilakukan tracing dan pembatasan penyebaran.

“Kementerian Kesehatan juga perlu menurunkan epidemiolog, bukan hanya dokter dan perawat. Penanganan penyakit ini harus dilihat dari sisi kesehatan masyarakat, bukan hanya individu,” pungkasnya.

Kuota Jemaah Haji 2025

Mengutip laman resmi Kementerian Agama, Indonesia mendapat kuota 221.000 jemaah haji pada tahun ini. Jumlah tersebut terdiri dari 201.063 jamaah reguler, 1.572 petugas haji daerah, 685 pembimbing Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umroh (KBIHU), serta 17.680 jemaah haji khusus.

Masa operasional pemberangkatan dan pemulangan berlangsung selama 30 hari, sementara masa tinggal rata-rata jemaah Indonesia di Arab Saudi mencapai 41 hari.

red
Ilustrasi jemaah haji menjalani pemeriksaan petugas. Foto: sehatnegeriku.kemkes.go.id

Apakah itu Virus MERS?

Mengutip dari infeksiemerging.kemkes.go.id, Middle East Respiratory Syndrome (MERS) adalah penyakit yang menginfeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh suatu subtipe baru dari virus corona yang belum pernah ditemukan menginfeksi manusia sebelumnya.

Virus corona merupakan keluarga besar dari virus yang dapat menimbulkan kesakitan maupun kematian pada manusia dan hewan. Virus corona dapat menimbulkan kesakitan pada manusia dengan gejala ringan sampai berat seperti selesma (common cold), Sindroma Saluran Pernapasan Akut yang berat (SARS/ Severe Acute Respiratory Syndrome) dan penyakit Coronavirus-2019 (COVID-19).

Virus ini diketahui pertama kali menyerang manusia di Jordan pada April 2012, namun kasus yang pertama kali dilaporkan adalah kasus yang muncul di Arab Saudi pada September 2012.

Sampai saat ini, semua kasus MERS berhubungan dengan riwayat perjalanan menuju atau menetap di negara-negara sekitar Semenanjung Arab. KLB MERS terbesar yang terjadi di luar Semenanjung Arab, terjadi di Republik Korea Selatan pada 2015. KLB tersebut berhubungan dengan pelaku perjalanan yang kembali dari Semenanjung Arab.

red
Catatan Kasus MERS di 2024. Foto: Kemenkes.go.id

Gejala dan Masa Inkubasi Virus MERS

Masa inkubasi MERS (waktu antara saat seseorang terinfeksi MERS hingga timbul gejala) biasanya sekitar 5 atau 6 hari, namun bisa berkisar antara 2 sampai 14 hari.

Gejala klinis dari penyakit MERS dapat berupa asimtomatik (tanpa gejala), gejala pernapasan ringan, gejala pernapasan akut hingga kematian. Namun, sebagian besar kasus konfirmasi MERS mengalami sindrom saluran pernapasan akut yang berat dengan gejala awal yang paling sering ditemukan, yaitu demam, batuk, dan sesak napas. Beberapa kasus juga mengalami gejala gastrointestinal seperti diare dan mual/muntah.

“Kebanyakan kasus MERS disertai komplikasi yang parah, seperti pneumoni dan gagal ginjal. Sekitar 35% kasus yang dilaporkan terinfeksi MERS telah meninggal,” dikutip dari laman infeksiemerging.kemkes.go.id.

Sebagian besar kasus meninggal karena kondisi medis yang sudah ada sebelumnya (komorbid) seperti ginjal, kanker, penyakit paru-paru kronis, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes, serta karena sistem kekebalan yang lemah, dan orang yang berusia tua. Sedangkan, beberapa kasus yang terinfeksi memiliki gejala ringan (seperti flu) atau tanpa gejala dapat sembuh.

Cara Transmisi (Penularan)

Virus MERS bertransmisi seperti virus corona yang lain, yaitu menyebar dari sekresi saluran pernafasan (droplet). Akan tetapi mekanisme penyebaran virus secara tepat belum diketahui dengan pasti.

Penularan infeksi MERS dari manusia ke manusia terutama terjadi di layanan kesehatan. Sedangkan, penularan infeksi MERS dari hewan ke manusia masih belum diketahui. Namun hingga saat ini unta cenderung menjadi reservoir utama penyebab penyakit MERS dan sumber hewan infeksi pada manusia.

Penularan dari hewan ke manusia

MERS-CoV merupakan virus zoonosis yang ditularkan dari hewan ke manusia melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan unta dromedaris yang terinfeksi di beberapa negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia Selatan.

red
Foto: Kemenkes.go.id

Penularan dari manusia ke manusia

Virus ini dapat menular antar manusia secara terbatas, dan tidak terdapat transmisi penularan antar manusia yang berkelanjutan. Kemungkinan penularannya dapat melalui:

Langsung: melalui percikan dahak (droplet) pada saat pasien batu atau bersin. Tidak Langsung: melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi virus

Sebanyak 80% kasus konfirmasi yang dilaporkan di Arab Saudi diakibatkan dari kontak langsung dan tidak langsung dengan unta dromedaris yang terinfeksi di fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan kasus yang teridentifikasi di luar Timur Tengah umumnya adalah individu yang terinfeksi di Timur Tengah dan kemudian melakukan perjalanan ke daerah di luar wilayah tersebut.

Treatment/Penatalaksanaan Kasus

Orang yang dicurigai terinfeksi MERS-Cov harus masuk ke dalam ruang perawatan isolasi selama munculnya gejala hingga 24 jam setelah gejala hilang. Tidak ada vaksin atau pengobatan antiviral yang spesifik bagi penderita MERS-CoV.

Pada umumnya penderita hanya mendapatkan pengobatan yang bersifat suportif berdasarkan gejala yang dialami pasien. Pada kasus yang parah, pengobatan juga termasuk untuk pemulihan fungsi organ-organ vital Pada penderita anak dan ibu hamil harus dilakukan suportif awal dan pemantauan pasien.

red
Foto: x.com/KemenkesRI/status

Cara Pencegahan Untuk Umum

Penyebaran infeksi MERS dapat dicegah dengan cara:

  • Menggunakan masker jika sakit atau sedang berada di keramaian.
  • Menjaga kebersihan tangan dengan membiasakan cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir.
  • Tidak menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan tangan yang belum dibersihkan.
  • Istirahat cukup, asupan gizi yang baik dan tidak merokok.
  • Tidak mengkonsumsi produk hewani yang mentah atau setengah matang termasuk susu dan daging karena berisiko tinggi terinfeksi berbagai patogen yang menyebabkan penyakit pada manusia.
  • Menghindari kontaminasi silang dengan makanan mentah.
  • Membatasi kontak dengan kasus yang sedang diselidiki dan bila tak terhindarkan buat jarak dengan kasus, serta tidak kontak dekat dengan orang sedang sakit saat berada di kawasan Timur Tengah.
  • Menerapkan etika batuk ketika sakit.
  • Menyampaikan komunikasi, informasi, dan edukasi pada masyarakat.
  • Meningkatkan kesadaran tentang MERS di kalangan wisatawan dari dan ke negara-negara yang terkena dampak sebagai praktek kesehatan masyarakat yang baik.
  • Bagi jemaah haji dan umroh disarankan menghindari kontak erat dengan penderita/hewan penular.
  • Jika mengunjungi peternakan, pasar, atau tempat lain di mana unta dromedaris dan hewan lain berada harus menerapkan perilaku menjaga kebersihan seperti mencuci tangan dengan teratur sebelum dan sesudah menyentuh hewan dan harus menghindari kontak dengan hewan yang sakit.

Baca juga:

Debut Lion Air di Penerbangan Haji 2025, Mampukah Beri Layanan Terbaik?

Pelunasan Biaya Haji Gelombang II Hingga 17 April

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!